Kekalahan dari Valencia di final Piala Raja Spanyol menegaskan krisis di tubuh Barcelona. Perlu perubahan masif, dimulai dari pelatih, untuk mengembalikan identitas mereka yang hilang.
SEVILLA, MINGGU – Barcelona FC membayangkan mengakhiri musim ini dengan tiga gelar juara usai mengamankan trofi Liga Spanyol ke-26, akhir April. Sebulan berlalu, ambisi itu berganti frustasi. Mereka terdepak dari singgasana Piala Raja Spanyol yang mereka kuasai nyaris setengah dekade, atau tepatnya 1.455 hari.
Kekalahan Barca 1-2 dari Valencia di final Piala Raja, Minggu (26/5/2019) dini hari WIB dimaknai bencana oleh sebagian pendukung. Untuk kali pertama, Barca gagal menjadi juara saat bintangnya, Lionel Messi, mencetak gol di final. Tim itu juga gagal mengukir sejarah sebagai tim pertama yang memenangi Piala Raja lima musim beruntun.
Menariknya, ada pendukung Barca memaknai kekalahan itu sebagai berkah. Mereka berharap kekalahan itu menjadi cambuk agar Barca berbenah total. Satu gelar Liga Spanyol musim ini tidak cukup bagi satu-satunya klub di Eropa yang dua kali menyabet treble pada 2008-2009 dan 2014-2015.
Fans Barca kembali menumpahkan kemarahan pada Pelatih Barcelona, Ernesto Valverde. Mereka kompak menuntut pemecatan mantan pelatih Valencia itu melalui tagar “Valverde Out” di Twitter. Gerakan yang dimulai usai Barca disingkirkan Liverpool di semifinal Liga Champions itu semakin masif. Valverde mendadak menjadi musuh bersama.
”Saya ingin berterima kasih kepada Valencia yang mengalahkan Barca. Piala Raja adalah manifestasi inkompetensi pelatih (Valverde) di level tertinggi,” kicau Tosin Abayomi, jurnalis yang juga fans Barca di akun Twitter-nya.
Valverde patut disalahkan, setidaknya terkait taktik dan pemilihan pemain. Di luar dugaan, ia memainkan Sergi Roberto ketimbang Malcom sebagai sayap kanan pada babak pertama final. Padahal, posisi alami Roberto adalah bek sayap. Hal itu kian menegaskan pendekatan hati-hati dan pragmatisnya, seperti ia perlihatkan pada laga kedua semifinal Liga Champions kontra Liverpool.
Ia juga nekat memainkan Messi sebagai striker menggantikan Luis Suarez yang absen. Kombinasi taktik itu membuat permainan Barca tidak berkembang di babak pertama, apalagi Messi kerap terisolasi.
Permainan Barca membaik di babak kedua saat Malcom, penyerang sayap yang selama ini kurang dipercaya Valverde, dan Arturo Vidal masuk. Namun, hal itu terlambat karena mereka terlanjur kebobolan dua gol di babak pertama.
Valverde memang kurang populer di mata fans. Taktik pragamatisnya yang lebih mengutamakan keseimbangan tim dinilai menghilangkan identitas Barca yang terkenal dengan pakem ofensif, pergerakan dinamis, dan operan pendek yang disebut tiki-taka. Tidak seperti pendahulunya seperti Pep Guardiola atau Luis Enrique, Valverde memberikan banyak batasan kepada para pemain, khususnya di lini sayap.
Ajax Amsterdam
Barca pun dituntut mengganti pelatih. Pelatih Ajax Amsterdam, Erik Ten Hag, dinilai sebagai kandidat ideal pengganti Valverde. Ten Hag merupakan praktisi total football, akar dari tiki-taka Barca. Pelatih asal Belanda itu memuja serangan ofensif yang selama ini menjadi identitas Blaugrana. Ia juga gemar mengorbitkan para pemain muda, persis yang dilakukan “gurunya”, Pep Guardiola, saat masih di Barca.
Namun, Barca tidak mudah menggaet Ten Hag. Klub Jerman, Bayern Muenchen, juga kepincut dengannya. Valverde juga masih mendapat dukungan para pemain dan presiden klub, Josep Maria Bartomeu. ”Ernesto masih punya kontrak hingga tahun depan. Lagipula kekalahan hari ini bukan kesalahannya,” tukas Bartomeu.
Yang pasti, Barca ini butuh peremajaan besar-besaran. Sergio Busquets, Ivan Rakitic, Gerard Pique, dan Luis Suarez mulai menua. Hadirnya Frenkie de Jong dari Ajax bisa menjadi angin segar bagi Barca.
Sebaliknya, kemenangan Valencia di final Piala Raja menjadi kado indah bagi perayaan 100 tahu klub yang berdiri pada 1919 itu. “Hari ini, kami menciptakan sejarah. Saya sulit berkata-kata,” ujar Dani Parejo, kapten tim Valencia. (AFP)