China Mengincar Tokyo 2020
Laporan Agung Setyahadi dari Nanning, China
NANNING, KOMPAS- China tak pernah berpuas diri. Setelah menjuarai Piala Sudirman ke-11 kali, mereka langsung mengincar target lain. Target besar mereka adalah mendominasi perolehan medali bulu tangkis Olimpiade Tokyo 2020. Ini ancaman besar bagi tuan rumah Jepang, yang dikalahkan China, 0-3, pada final kejuaraan bulu tangkis beregu campuran Piala Sudirman di Guangxi Sports Center, Nanning, China, Minggu (26/5/2019).
China adalah negara tersukses pada cabang bulu tangkis. Di Olimpiade, mereka telah mengumpulkan 18 medali emas. Di London 2012, China membawa pulang lima emas, tetapi empat tahun kemudian di Rio de Janeiro mereka hanya meraih dua emas. Sejak saat itu, China terus meregenerasi pemain. Usaha itu belum membuahkan hasil saat dikalahkan Korea Selatan pada final Piala Sudirman 2017 di Gold Coast, Australia.
Dua tahun berselang, para pemain muda China mulai bersinar, di antaranya tunggal putri Chen Yufei (21) dan tunggal putra Shi Yuqi (23). Dua pemain itu menjadi penentu gelar juara Piala Sudirman.
Chen Yufei matang dalam teknik dan bermental pantang menyerah. Dia mengalahkan pemain Jepang, Akane Yamaguchi, yang terkenal ulet lewat rubber game, 17-21, 21-16, 21-17.
Chen Yufei tidak patah semangat meskipun kalah di gim pertama dan tertinggal di gim kedua. Kemenangan ini membuat China unggul 2-0 setelah ganda putra Li Junhui/Liu Yuchen menang atas Hiroyuki Endo/Yuta Watanabe 21-18, 21-10.
Shi Yuqi juga berbalik menang setelah kalah pada gim pertama dari pemain nomor satu dunia Kento Momota. Dia bisa menemukan kembali ritme permainan yang hilang untuk menang 15-21, 21-5, 21-11.
”Meskipun kami sukses 11 kali juara Piala Sudirman, menghadapi Olimpiade kami fokus pada diri sendiri. Piala Sudirman adalah kejuaraan yang berdiri sendiri. Olimpiade sekitar satu tahun lagi, kami sekarang tak perlu banyak berpikir tentang itu dan fokus pada persiapan kami,” ujar pelatih tunggal China, Xia Xuanze.
Juara dunia tunggal putra 2003 itu menjelaskan, kesuksesan China merupakan buah pembenahan dari setiap kegagalan. Di tunggal putri, misalnya, setelah He Bingjiao kalah pada final Kejuaraan Asia dari Akane Yamaguchi, persiapan di nomor itu dilakukan sangat serius.
Chen Yufei disiapkan sebagai pemain andalan untuk Piala Sudirman 2019. Dia selalu tampil dari fase grup hingga final. Hanya di semifinal dia tidak sempat bermain karena China sudah menang 3-0 atas Thailand.
Menurut Xia Xuanze, kemenangan Chen Yufei ini sangat penting karena mendongkrak kepercayaan diri dalam persiapan ke Olimpiade 2020.
Terkait detail persiapan Piala Sudirman, Xia Xuanze menjelaskan, timnya melakukan simulasi, contohnya melawan Jepang. Tim China membuat simulasi siapa bertemu siapa untuk membuat skenario menang 2-0, 2-1, bahkan 3-0 langsung.
Dia menegaskan, kemenangan ganda putra menjadi awal yang sangat bagus karena memotivasi pemain lain. Hal itu terbukti saat Chen Yufei berjuang mati-matian melawan Yamaguchi. Sementara di tunggal putra, tekanan psikologis lebih besar pada Momota. Hal tersebut diperhitungkan oleh tim China untuk meraih gelar juara.
Semua itu sudah diperhitungkan oleh tim China untuk meraih gelar juara. Persiapan mendetail itu adalah buah evaluasi dari setiap kegagalan, termasuk di Gold Coast, Australia, dua tahun lalu.
“Benar, setiap usai pertandingan kami mengevaluasi tim, kenapa kami menang dan mengapa kami kalah. Dua tahun lalu kami kalah dari Korea Selatan. Kami mengambil banyak pelajaran dari kegagalan itu sebagai pondasi suskes hari ini,” kata Xia Xuanze.
Ketiga beruntun
Bagi Jepang, kemenangan China menjadi kekalahan ketiga beruntun dari lawan yang sama di Piala Sudirman. Empat tahun lalu mereka kalah di final, dua tahun lalu di semifinal, dan tahun ini di final. Ini menjadi peringatan bagi Jepang untuk mempersiapkan diri meredam gempuran China di Olimpiade.
”Saya berkomitmen memberikan yang terbaik untuk persiapan Olimpiade,” ujar kepala pelatih Jepang Park Joo-bong.
Ia menilai kekalahan dari China bukan hanya masalah mental. Ia menduga pemain yang terlalu banyak bertanding memengaruhi kesiapan fisik dalam laga ketat seperti final. Ia mencontohkan, Momota selalu tampil sejak Kenta Nishimoto kalah pada laga pembuka penyisihan grup melawan Rusia.
”Dia sangat kecewa dengan dirinya sendiri,” ujar Park tentang perasaan Momota.
Seusai pertandingan, Park menghibur Momota yang sangat kecewa. Di tengah riuh perayaan tim China, Park mendampingi Momota yang tampak gelisah dan terpukul di samping tribune pemain.
”Momota selalu bermain karena Nishimoto melawan Rusia tidak terlalu bagus, dan memang ada kesenjangan antara Nishimoto dan Momota. Kami tidak ada pilihan selain selalu memainkan Momota,” ujar Park.
Dua kekuatan besar bulu tangkis yang memiliki kekuatan merata ini akan terus bersaing hingga Olimpiade 2020. Shi Yuqi dan Momota menjadi generasi baru pebulu tangkis papan atas menggantikan para legenda seperti Lee Chong Wei dan Lin Dan. Jepang harus berjuang keras menggagalkan dominasi China di Tokyo.