China Persiapkan Siasat Perlawanan Panjang Menghadapi AS
Oleh
BENNY DWI KOESTANTO
·4 menit baca
BEIJING, SENIN — China tengah berhadapan dengan sebuah periode yang sulit dan bahkan memburuk dalam hubungannya dengan Amerika Serikat. Perang dagang adalah puncak-puncak yang harus ”didaki” Beijing di tengah aneka dinamika di kawasan Semenanjung Korea hingga Laut China Selatan.
Pertengkaran perdagangan telah berubah menjadi perang kata-kata sejak Presiden Donald Trump memasukkan Huawai dalam daftar hitam pada pekan lalu karena ada kekhawatiran bahwa peralatan raksasa telekomunikasi China itu dapat digunakan Beijing untuk spionase.
Langkah itu, yang melarang perusahaan-perusahaan AS untuk menyediakan kebutuhan teknologi Huawei, terjadi karena kedua pihak belum melanjutkan negosiasi perdagangan setelah mereka saling berbalas kenaikan tajam dalam hal tarif impor.
Sebuah komentar di kantor berita Xinhua yang dikelola Pemerintah China, Jumat (24/5/2019) pekan lalu, mengatakan bahwa China sekarang memiliki ”pemahaman yang lebih dalam” tentang ”ketidakteraturan” AS dan siap untuk bertarung dengan semangat pantang menyerahnya. Komentar itu menggemakan sikap keras Presiden Xi Jinping ketika dia memanggil para kadernya. Pada awal pekan ini, menurut rencana, mereka bersiap mengeluarkan pernyataan tekad baru.
Xi memperingatkan para pejabat lokal tentang ”dampak jangka panjang dan rumit” dari pengaruh luar. AS dan China, dua ekonomi teratas dunia, akan ”Melewati periode panjang konflik yang irasional,” kata Zhang Yansheng, kepala peneliti di Pusat China untuk Pertukaran Ekonomi Internasional, pada jumpa pers yang diselenggarakan pemerintah, Rabu pekan lalu.
”Dan kemudian selama proses ini, selangkah demi selangkah... akan saling memahami, melawan satu sama lain, dan (akhirnya) bekerja sama satu sama lain,” lanjut Zhang.
Trump membiarkan pintu terbuka bagi rekonsiliasi dengan mengumumkan rencana untuk bertemu Xi di sela-sela Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G-20 di Jepang bulan depan. Namun, media Pemerintah China pun meningkatkan retorikanya. Sebuah komentar Xinhua, Kamis pekan lalu menyebut Pemerintah AS ”egois dan sombong”.
”AS menentang aturan internasional, mengabaikan perjanjian kerja sama, dan mengabaikan Amerika, hak istimewa Amerika, dan keistimewaan Amerika,” demikian tulis Xinhua.
”Lonceng peringatan”
Sejak Trump menaikkan tarif barang-barang China senilai 200 miliar dollar AS pada pertengahan Mei, People’s Daily, media yang kerap menyuarakan Partai Komunis China, telah menurunkan tulisan kolom harian yang diberi judul ”lonceng peringatan”. Kolom itu menolak argumen Trump bahwa naiknya pamor China menyebabkan kerugian bagi Amerika.
Film-film Perang Korea yang memicu sentimen anti-AS dari tahun 1950-an disiarkan selama enam hari berturut-turut di televisi pemerintah mulai 16 Mei lalu. Hal itu mengingatkan penonton pada saat Perang Dingin tiba tepat ke depan pintu China ketika ”berperang” melawan pasukan PBB pimpinan AS.
Sementara itu, sebuah lagu gubahan mantan pejabat Pemerintah China yang bersumpah untuk mengalahkan AS dalam perang dagang minggu ini diunggah di media sosial setempat. Namun, lagu itu kemudian diturunkan dari platform media sosial populer, WeChat dan Weibo karena dinilai melanggar aturan konten mereka. Lagu ini diatur untuk lagu sebuah film propaganda anti-Jepang pada masa perang yang terkenal, ”Tunnel War”.
”Bangsa China menghadapi ancaman berbahaya sekarang, mirip dengan masa-masa sulit yang dibahas dalam film,” kata penulis lirik Zhao Liangtian kepada kantor berita AFP. ”Aku ingin menggunakan lagu ini untuk membangkitkan massa. Kita harus bersatu sebagai satu untuk berkembang dan bertarung.”
Isu boikot Apple
Warganet China pun bersuara terkait masalah yang mendera Huawei setelah ancaman Trump dilakukan. Kondisi itu secara luas dilihat sebagai langkah untuk menggagalkan ambisi teknologi tinggi Beijing.
Wawancara pekan lalu dengan pendiri Huawei, Ren Zhengfei, adalah salah satu topik yang sedang hangat tren di platform microblogging China, Weibo. Ratusan komentator mengatakan, mereka tidak akan meninggalkan perusahaan, sementara beberapa menyerukan untuk memboikot iPhone. Beberapa lainnya mengatakan gagasan menghancurkan iPhone adalah ”patriotisme palsu belaka”, setelah Ren sendiri mengatakan keluarganya menggunakan produk Apple.
”Upaya AS untuk merusak Huawei hanyalah taktik penundaan, itu tidak akan menyebabkan kebuntuan,” kata Shi Yinhong, Direktur Pusat Studi Amerika di Universitas Renmin. Namun, sektor teknologi China harus mempersiapkan diri untuk waktu yang lama dan menyakitkan karena sangat bergantung pada teknologi Amerika. ”Pintu Amerika ditutup, namun sejauh ini China masih belum memiliki rencana B,” katanya. (AFP)