Indonesia Ambil Tawaran Jepang Soal Kerja Sama Ketenagakerjaan
Pemerintah melalui Kementerian Ketenagakerjaan sedang melakukan finalisasi pembahasan nota kesepahaman penempatan tenaga kerja terampil ke Jepang. Hal ini dilakukan untuk menjawab tawaran Jepang atas dibukanya lowongan pekerjaan khusus bagi pekerja migran terampil.
Oleh
Mediana
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah melalui Kementerian Ketenagakerjaan sedang melakukan finalisasi pembahasan nota kesepahaman penempatan tenaga kerja terampil ke Jepang. Hal ini dilakukan untuk menjawab tawaran Jepang atas dibukanya lowongan pekerjaan khusus bagi pekerja migran terampil.
Direktur Penempatan Tenaga Kerja Luar Negeri Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) Eva Trisiana, Jumat (24/5/2019), di Jakarta, mengatakan, pemerintah Jepang telah membuka sekitar 345.000 lowongan pekerjaan khusus pekerja asing sampai lima tahun mendatang. Lowongan pekerjaan sebanyak itu hanya berlaku bagi pekerja migran terampil yang berasal dari delapan negara yang diajak Jepang bekerja sama. Selain Indonesia, contoh negara sasaran kerja sama Jepang adalah Filipina dan Vietnam.
Sejak 1 April 2019, Pemerintah Jepang telah memberlakukan visa kerja baru bagi pekerja asing di 14 sektor industri, antara lain konstruksi, pariwisata, dan kesehatan. Visa kerja baru itu dinamakan visa kerja keterampilan khusus atau disebut juga Tokuteiginou.
Eva menjelaskan bahwa Jepang sekarang sedang mengalami pertumbuhan piramida penduduk tua. Agar tetap produktif, negara itu memerlukan angkatan kerja muda dan bisa diambil dari pekerja asing.
Dalam finalisasi pembahasan nota kesepahaman, penempatan pekerja migran Indonesia ke Jepang nantinya tidak akan melalui agen ataupun perusahaan Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS).
”Kami menilai tawaran itu sebagai peluang. Apalagi saat ini, pemerintah mendorong lebih banyak tercipta tenaga kerja terampil dan ahli,” kata Eva.
Sebelumnya, pada Maret 2019, perwakilan Kementerian Ekonomi, Perdagangan, dan Perindustrian Jepang bersama Kedutaan Besar Jepang untuk RI dan Japan External Trade Organization pernah bertemu dengan tim Ditjen Pembinaan Pelatihan dan Produktivitas Kemnaker. Dalam pertemuan itu, pihak Jepang menceritakan besarnya kebutuhan pekerja asing.
Pemerintah ke pemerintah
Selama ini, hubungan bilateral bidang ketenagakerjaan Indonesia-Jepang sudah berkembang melalui program pemagangan dan penempatan pekerja migran Indonesia dengan skema pemerintah ke pemerintah (G2G). Pekerja yang mengikuti penempatan G2G Indonesia-Jepang bekerja sebagai perawat orangtua dan perawat rumah sakit.
Mengutip data Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), selama tahun 2008-2018, jumlah pekerja migran Indonesia yang mengikuti program penempatan G2G Indonesia-Jepang mencapai 2.445 orang. Dari jumlah itu, 653 orang bekerja sebagai perawat kesehatan dan 1.792 orang berprofesi sebagai perawat orangtua.
Business Development Director PT Pusat Studi Apindo (Apindo Training Center/ATC) M Aditya Warman, yang dihubungi Minggu (26/5/2019), di Jakarta, menyambut positif kebijakan pemerintah mendorong pengiriman pekerja terampil ke luar negeri. Menurut dia, kebijakannya ini mampu mencetak kualitas tenaga kerja Indonesia lebih kompetitif.
”Bagi pekerjanya sendiri, mereka menjadi lebih memahami tantangan pasar ketenagakerjaan internasional. Pemerintah pun menjadi semakin terbuka terhadap permintaan pekerja terampil. Dengan demikian, lambat laun terjadi perbaikan suplai kualitas pekerja dari dalam negeri,” ujarnya.
Pemerintah bisa sambil belajar bagaimana Jepang sukses mengembangkan rantai nilai pasar tenaga kerja terampil.
Aditya memandang, pekerja Indonesia memiliki keunggulan dalam hal kepribadian dan perilaku. Namun, rata-rata pekerja mempunyai kelemahan dalam urusan berbahasa asing dan keterampilan teknis.
Terkait tawaran kerja sama ketenagakerjaan dengan Jepang, katanya, pemerintah perlu menerimanya. Dengan demikian, Pemerintah Indonesia bisa sambil belajar bagaimana Jepang sukses mengembangkan rantai nilai pasar tenaga kerja terampil.
”Harus dicoba (mengirimkan pekerja terampil). Di bidang pariwisata, misalnya, kami menilai lembaga pendidikan ataupun pelatihan terkait sangat siap sehingga mutu lulusan bagus. Jangan pesimistis,” kata Aditya.
Untuk strategi jangka panjang, dia berharap sudah semestinya antarkementerian dan lembaga lebih bersinergi merealisasikan program pendidikan ataupun pelatihan vokasi. Mereka harus saling berkoordinasi sehingga pemetaan suplai dan permintaan tenaga kerja terampil berjalan.