JAKARTA, KOMPAS – Kompleksitas masalah dalam penyelenggaraan program Jaminan Kesehatan Nasional--Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) perlu diselesaikan secara komprehensif. Penyelesaian ini terutama untuk mengatasi masalah defisit yang dialami Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan. Jika tidak ada solusi konkret, keberlanjutan program jaminan kesehatan bisa terancam.
Direktur Utama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Fachmi Idris dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi IX DPR, Senin (27/5/2019) malam di Jakarta, mengatakan, besar iuran premi yang saat ini belum sesuai dengan perhitungan aktuaria menjadi salah satu penyebab defisit.
Menurut Fachmi, meskipun kolektibilitas pembayaran peserta bisa mencapai 100 persen, defisit tetap terjadi dengan besar iuran tersebut. Jika manfaat terus diperluas dengan jumlah peserta yang semakin meningkat, sementara besaran iuran belum sesuai hitungan aktuaria, makan defisit akan tetap terjadi.
"Dengan pengeluaran yang terus terjadi, baik tarif, tren mobilitas, dan tingkat utilitas belum maksimal, maka butuh setting manfaat, apakah dengan membatasi manfaat yang diberikan,” kata Fachmi.
Berdasarkan hasil audit dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) terhadap arsersi manajemen BPJS Kesehatan, tercatat jumlah defisit pada 2018 sebesar Rp 20,5 triliun. Jumlah tersebut kemudian mendapatkan suntikan dana dari pemerintah sebesar sekitar Rp 11,3 triliun sehingga tersisa sekitar Rp 9,1 triliun.
Empat faktor
Ketua BPKP Ardan Ardiperdana mengatakan, ada empat faktor yang menjadi fokus dalam temuan pada audit yang dilakukan pada BPJS Kesehatan. Faktor itu antara lain: sistem kepesertaan, manajemen iuran, dan piutang; sistem pelayanan dan biaya operasional; strategi pembelian; serta tata kelola teknologi informasi.
Dari data kepesertaan, BPKP menemukan 27,4 juta data peserta yang bermasalah. Selain itu, persoalan terkait kolektibilitas iuran peserta bukan penerima upah (PBPU) masih 53,7 persen juga berpotensi menimbulkan piutang yang tidak tertagih.
Sebanyak 52.810 karyawan belum dilaporkan pemberi kerja serta 2.348 badan usaha melaporkan penghasilan karyawan lebih rendah dari sebenarnya. Masalah ini seharusnya bisa menjadi tambahan penerimaan iuran BPJS Kesehatan.
“Untuk itu, upaya yang perlu dilakukan adalah mengefektifkan upaya ekstensifikasi dan intensifikasi kepesertaan serta kolektibilitas iuran pada segmen BU dan PBPU. Selain itu, BPJS Kesehatan juga perlu mempercepat proses data cleansing kepesertaan bermasalah dan pemutakhiran data kepesertaan,” ujar Ardan.
Kementerian Keuangan Sri Mulyani Indrawati berpendapat, masalah defisit yang dialami BPJS Kesehatan perlu solusi konkret. Pertimbangan yang ditawarkan antara menaikan iuran premi atau menyesuaikan manfaat yang diterima peserta JKN-KIS dengan iuran yang diterima.
Menurut dia, untuk mengatasi masalah defisit yang dialami BPJS Kesehatan, pemerintah telah membantu dengan bauran kebijakan pada tahun 2018 sebesar Rp1,023 triliun. Bauran itu terdiri dari intercept Pemda melalui pemotongan dana alokasi umum (DAU) Rp264 miliar dan penerimaan dana pajak rokok hak dana jaminan sosial (DJS) Kesehatan sebesar Rp759,3 miliar.
Edukasi
Anggota DPR RI Komis IX dari fraksi Nasdem, Irma Suryani Chaniago menyatakan, edukasi kepada masyarakat untuk menjaga kondisi kesehatannya juga perlu ditingkatkan. Kesadaran masyarakat untuk menjaga kesehatannya masih rendah.
“Edukasi belum jalan dengan baik. Tugas Kementerian Kesehatan terkait upaya promotif dan preventif harusnya lebih gencar. Germas (gerakan masyarakat untuk hidup sehat) implementasinya harus benar-benar dijalankan. Jika pencegahan dari hulu berhasil, masalah pembiayaan yang besar seharusnya tidak terjadi,” ucap Irma.
Selain itu, Fachmi menambahkan, sanksi administratif juga perlu ditegakkan untuk meningkatkan kepatuhan pembayaran iuran premi peserta, khususnya peserta pada segmen PBPU.
Pada Peraturan Presiden 86/2018 tentang Pengenaan Sanksi Administratif hanya mengatur kewajiban untuk mendaftarkan diri dan memberikan data yang benar. Sementara, kewajiban untuk membayar iuran belum diatur.