Konflik harimau sumatera dengan masyarakat terjadi di desa penyangga Suaka Margasatwa Barumun, Kabupaten Padang Lawas, Sumatera Utara. Kerusakan habitat merupakan salah satu pemicu konflik tersebut.
Oleh
NIKSON SINAGA
·3 menit baca
MEDAN, KOMPAS – Konflik harimau sumatera dengan masyarakat terjadi di desa penyangga Suaka Margasatwa Barumun, Kabupaten Padang Lawas, Sumatera Utara. Harimau masuk ke desa dan menerkam warga yang sedang duduk di depan rumah hingga terluka. Seorang warga sebelumnya ditemukan tewas diterkam harimau. Kerusakan habitat menjadi salah satu pemicu konflik tersebut.
“Konflik harimau dengan masyarakat di desa penyangga kawasan hutan terus terjadi. Habitatnya rusak dan hewan pakan untuk harimau terus berkurang,” kata Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Sumatera Utara Hotmauli Sianturi, di Medan, Senin (27/5/2019).
Hotmauli menuturkan, korban bernama Faisal Hendri Hasibuan (48), baru saja selesai menutup warungnya di Desa Pagaran Bira Jae, Kecamatan Sosopan, Kabupaten Padang Lawas, Minggu (26/5). Ia pun duduk bersantai di depan rumahnya di desa yang berjarak sekitar tiga kilometer dari Suaka Margasatwa (SM) Barumun itu.
“Tiba-tiba seekor harimau menyerang Faisal dari belakang. Faisal berhasil menyelamatkan diri dan harimaunya pun langsung keluar dari desa,” kata Hotmauli.
Faisal, yang juga merupakan penyuluh pertanian itu, mengalami luka robek pada kepala bagian belakang dan samping kiri. Ia juga mengalami luka cakar di punggung dan dada. Ia kini dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah Sibuhuan.
Hotmauli mengatakan, konflik antara harimau dengan warga desa juga sebelumnya terjadi pada Kamis (16/5). Seorang warga bernama Abu Sali Hasibuan (61) ditemukan tewas di kebun karetnya di Desa Siraisan, Kecamatan Ulu Barumun, Padang Lawas. Desa itu berdekatan dengan Desa Pagaran Bira Jae. Ketika itu, warga belum bisa memastikan Abu tewas diterkam harimau, tetapi beberapa organ tubuhnya hilang.
Hotmauli mengatakan, untuk menyelesaikan konflik tersebut, mereka membentuk tim yang terdiri dari masyarakat, BBKSDA Sumut, aparat kepolisian dan TNI setempat, serta Pusat Rehabilitasi Harimau Sumatera Dharmasraya. “Dalam menangani konflik ini, kami berupaya menjaga keamanan warga dan menyelamatkan satwa,” kata Hotmauli.
Hotmauli mengingatkan, penyelamatan satwa sangat penting di tengah populasi harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) yang terancam punah. Di SM Barumun, diperkirakan hanya tersisa delapan ekor harimau. Di daerah lainnya di Sumut, jumlahnya bahkan lebih sedikit. Di seluruh Sumut diperkirakan hanya tersisa sekitar 35 ekor.
Kepala Kesatuan Pengelolaan Hutan Konservasi Barumun Darmawan mengatakan, tim gabungan telah melakukan patroli di desa-desa penyangga SM Barumun. Mereka memasang beberapa kamera jebak untuk memantau pergerakan harimau. Tim belum berhasil menangkap gambar harimau, tetapi menemukan jejaknya di perkebunan dan permukiman warga.
Masyarakat pun diizinkan membuat kandang jebak sebanyak tiga buah dengan umpan kambing di sekitar perkebunan. Namun, petugas meminta agar warga jangan melukai atau membunuh satwa itu jika tertangkap.
Darmawan mengatakan, kerusakan habitat merupakan salah satu pemicu konflik antara harimau dengan masyarakat. Dari luasan SM Barumun sekitar 40.000 hektar, sebanyak 2.900 hektar di antaranya menjadi lahan terbuka yang rusak karena dialihfungsikan menjadi kebun dan lahan terbuka. Hewan mangsa harimau pun kini terus berkurang.
Saat ini sedang dilakukan survei untuk melihat perkembangan populasi harimau Sumatera di SM Barumun. Sebanyak 36 kamera jebak di pasang di beberapa tempat di SM Barumun sepanjang tahun 2018. Pengolahan data pun dilakukan untuk melihat apakah ada pertambahan atau penurunan populasi.
Untuk menghindari konflik dengan harimau, BBKSDA Sumut mengimbau warga agar pergi ke ladang secara berkelompok, minimal tiga orang. Warga juga diminta agar berada di rumah pada malam hari. Darmawan mengatakan, warga sebenarnya sudah mempunyai kearifan lokal untuk menghindari tempat tertentu yang merupakan daerah perlintasan harimau.