Menyambut Lailatul Qadar
Masyarakat Sasak, Lombok, Nusa Tenggara Barat, memiliki tradisi menyalakan ”dila jojor” di malam tanggal ganjil pada 10 hari terakhir bulan Ramadhan. Tujuannya untuk menyambut Lailatul Qadar.
Waktu menunjukkan pukul 19.00 Wita, Sabtu (25/5/2019). Halaman rumah warga Kampung Gubuk Tengak, Dusun Kuang Jukut, Desa Pringgarata, Kecamatan Pringgarata, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, tampak temaram kena sinar lampu listrik.
Suami-istri H Wira Bhakti- Desi Martini (42) dan warga lain sibuk menyalakan dila (lampu) jojor di halaman rumah. Sejenak kemudian, pendar cahaya kemerahan dila jojor menerangi permukiman penduduk di dusun yang berjarak 20 km arah timur Kota Mataram, ibu kota NTB. Lampu listrik pun dipadamkan.
Lampu jojor terbuat dari tusukan bambu yang ditempeli pasta biji buah nyamplung sebagai bahan bakar. Lampu jojor dinyalakan pada maleman atau malam-malam di mana Lailatul Qadar mungkin turun, yakni mulai malam selikur (malam tanggal 21) bulan Ramadhan dan setiap malam tanggal ganjil sampai siwak likur (tanggal 29).
Lampu jojor ditancapkan di sudut rumah, kamar mandi, sumur, tempat menyimpan beras, di bawah pohon dan tempat gelap lain, di depan pintu, serta di jalan dan gang sehingga suasana kampung ramai oleh kerlap-kerlip lampu jojor.
”Meletakkan lampu jojor di tempat tertentu bertujuan memberi penerang atau tanda ke mana Lailatul Qadar singgah di samping untuk mengusir setan-belis (setan-iblis) yang menggoda manusia,” kata pemerhati budaya Sasak Lombok, Ahmad JD.
Waktu nyala lampu jojor singkat, tidak sampai satu jam. Seiring padamnya lampu jojor, warga kembali menyalakan lampu listrik kemudian bersiap-siap pergi ke masjid shalat Isya dan Tarawih.
Tradisi menyalakan lampu jojor, menurut Wira, diwariskan secara turun-temurun. Sejak kecil, dia sudah mengikuti tradisi yang dilakukan orangtuanya. Gubuk Tengak merupakan permukiman di Dusun Kuang Jukut yang mendapat giliran pertama membakar dila jojor dilanjutkan warga kampung-kampung tetangga.
Selain menyalakan dila jojor, warga kampung juga bergiliran memberikan takjil dan dila jojor ke masjid yang disebut menaek. Di masjid, beberapa orang akan zikir dan berdoa kemudian berbuka puasa bersama. Seusai menyantap hidangan berbuka dan shalat Maghrib, marbot (penjaga masjid) menyalakan dila jojor.
”Bisa dibilang, ini cara warga menyambut 10 malam terakhir bulan Ramadhan, khususnya pada malam-malam Lailatul Qadar,” kata Wira.
Ada juga yang meyakini bahwa melaksanakan tradisi tersebut akan melapangkan rezeki. ”Kata orangtua dulu, dila jojor sebagai penjaga beras di kelekuh (tempat penyimpanan beras di Lombok). Itu dipercaya akan memudahkan rezeki dan berkah,” kata Selum (50), warga Kampung Gubuk Tengak yang lain.
Ladang ekonomi
Selain menjadi perekat hubungan sosial masyarakat di Lombok, yakni saat menyalakan dila jojor bersama di kampung, tradisi ini juga menjadi ladang ekonomi setiap tahun bagi warga yang membuatnya.
Dila jojor dibuat dari buah nyamplung (Calophyllum inophyllum) sebagai bahan bakar utama. Nyala api ketika dila jojor dibakar berasal dari kandungan minyak nyamplung yang belakangan dibuat menjadi bahan biosolar.
Pohon nyamplung tumbuh subur di Lombok, termasuk di Dusun Kuang Jukut. Sanisah (50), salah satu pembuat dila jojor, mengatakan, buah nyamplung mudah didapatkan. ”Anak-anak kampung di sini biasanya membawakan untuk saya,” kata Sanisah.
Pembuatan dila jojor dimulai dengan memecah buah nyamplung kemudian mengambil bijinya yang berwarna kuning. Biji dijemur hingga kering. Setelah kering, biji nyamplung disangrai hingga berwarna hitam kemudian ditumbuk halus dan dicampur kapuk. ”Kalau tidak ada kapuk, susah nempel di tusuknya,” kata Sanisah.
Setelah itu campuran nyamplung dan kapuk dibentuk menyerupai sate lilit pada tusukan dari bambu. Selanjutnya, dila jojor dibungkus daun pisang kering untuk dijual. ”Ada yang dijual ke pasar atau pembeli datang langsung ke sini. Satu bungkus isi 12 tusuk dijual Rp 5.000,” kata Sanisah.
Malam Lailatul Qadar diyakini merupakan malam yang lebih baik dari 1.000 bulan. Setiap kebaikan yang dilakukan dengan penuh ketulusan dan keikhlasan akan mendapat pahala yang berlipat ganda. Semua doa akan terkabul dan seseorang yang senantiasa memperbanyak ibadah di malam ini akan memperoleh keistimewaan dalam dirinya.
Karena itu, warga kampung memandu dengan menerangi jalan kampung dan sudut rumah dengan dila jojor. Mereka berharap malam Lailatul Qadar singgah di kampungnya. (ZAK/RUL)