Pengoperasian Jalan Tol Trans-Jawa menggerogoti perekonomian di sejumlah wilayah, terutama di jalur pantai utara. Banyak rumah makan, toko oleh-oleh, dan usaha lain terdampak. Namun, sejumlah pelaku usaha justru bersiasat dengan membuka usaha di tempat istirahat jalan tol.
Herman Setiadi (38) menata telur asin jualannya di salah satu kios di tempat istirahat (rest area) Kilometer 260 B Jalan Tol Pejagan-Pemalang. Dalam 5 menit, puluhan butir telur tersusun rapi membentuk piramida. Di sela-sela aktivitasnya, ia melayani pembeli yang singgah di tempat istirahat yang berlokasi di bekas Pabrik Gula (PG) Banjaratma, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah, itu.
Sejak dua bulan lalu, Herman menyandarkan hidup dari berjualan di tempat istirahat Kilometer 260 B Jalan Tol Pejagan-Pemalang. Sebelumnya, Herman berjualan telur asin di jalur pantai utara (pantura) di Brebes. Bertahun-tahun lalu, usaha itu pernah mencapai masa kejayaan.
Saat itu, Herman bisa menjual 500 butir telur asin per hari dengan omzet Rp 1,75 juta. Pada akhir pekan, penghasilannya bisa meningkat tiga sampai empat kali lipat.
Bahkan, saat libur panjang, seperti hari raya Idul Fitri serta Natal dan Tahun Baru, omzet Herman bisa melonjak menjadi Rp 17,5 juta per hari. Berkat usaha yang dilakoninya sejak tahun 1999 itu pula, Herman bisa memiliki tabungan jutaan rupiah dan mampu membeli lahan seluas 156 meter persegi untuk investasi.
”Dulu berjualan telur asin di jalur pantura itu sangat menguntungkan. Sekarang justru sebaliknya,” kata Herman. Setelah ruas Jalan Tol Pejagan-Pemalang yang merupakan bagian dari Jalan Tol Trans-Jawa beroperasi, usaha penjualan telur asin di Brebes dan sekitarnya mulai menurun. Kondisi ini terjadi karena para pengendara lebih memilih melintas di jalan tol untuk memangkas waktu perjalanan sehingga jalur pantura Jawa menjadi sepi kendaraan.
Badai ekonomi
Para pedagang telur asin merasakan dampak dari beroperasinya Jalan Tol Trans-Jawa, yakni menurunnya omzet penjualan. Namun, untunglah ada tawaran dari Pemerintah Kabupaten Brebes dan Tegal bagi pemilik usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) untuk berjualan di tempat istirahat Kilometer 260 B Jalan Tol Pejagan-Pemalang.
Kini tercatat ada 126 UMKM yang berjualan di kawasan itu, masing-masing diberi kios berukuran 2,5 meter x 2,5 meter. Untuk tahun pertama, mereka tidak dipungut biaya sewa kecuali pembayaran listrik dan air bulanan. Adapun pedagang ritel besar, termasuk restoran, yang diberi izin hanya 16 sehingga kegiatan UMKM cukup terlindungi.
Andreas (27), pengunjung tempat istirahat Kilometer 260 B, mengaku berhenti di tempat istirahat tersebut karena tertarik dengan keunikan bangunan bekas PG Banjaratma yang tetap mempertahankan kesan lawas. Karena itu, Andreas tak hanya berbelanja telur asin dan beristirahat, tetapi juga berburu foto-foto menarik untuk diunggah di media sosial.
Optimistis
Tempat istirahat jalan tol juga menjadi sandaran hidup bagi Aditya (25). Saat ini, Aditya berjualan oleh-oleh khas Madiun, Jawa Timur, seperti brem, madumongso, dan sambal pecel, di tempat istirahat Kilometer 597 B Jalan Tol Ngawi-Kertosono.
Selain berjualan di tempat istirahat, Aditya juga membuka toko oleh-oleh makanan di Jalan Sudirman, Madiun. Sebelum ruas Tol Ngawi-Kertosono beroperasi pada Maret 2018, penghasilan dari toko itu mencapai Rp 1 juta per hari. Namun, setelah jalan tol dioperasikan, omzetnya turun hingga 50 persen. Pengunjung yang singgah ke tokonya berkurang karena para pengendara lebih memilih lewat tol.
Namun, Aditya tak menyerah. Akhirnya, ia memilih berdagang di tempat istirahat Kilometer 597 B yang berada di wilayah Kabupaten Magetan, Jawa Timur. Penghasilan Aditya dari berjualan di tempat istirahat saat ini belum memuaskan. Namun, dia optimistis dengan keputusan tersebut.
Aditya mengatakan, omzetnya di tempat istirahat saat ini berkisar Rp 300.000-Rp 400.000 per hari. Namun, saat akhir pekan dan libur nasional, omzetnya bisa lebih dari Rp 500.000 per hari.
Harapan serupa dimiliki Endang (50), pemilik rumah makan di tempat istirahat Kilometer 538 ruas Jalan Tol Solo-Ngawi. Menurut Endang, sejak dioperasikan akhir tahun lalu, pengunjung rumah makan di tempat istirahat yang berlokasi di Sragen, Jawa Tengah, tersebut terus meningkat.
”Pada bulan pertama, pengunjung hanya 20-30 orang per hari, tapi sekarang bisa lebih dari 50 orang per hari. Bahkan, pada akhir pekan bisa 100-150 pengunjung,” ujar Endang.
Endang juga memiliki rumah makan di Jalan Raya Solo-Ngawi di Sragen. Sebelum adanya jalan tol, jumlah pengunjung rumah makan itu mencapai 100 orang per hari. Namun, setelah adanya jalan tol, terjadi penurunan hingga 30 persen.
Seperti sejumlah pelaku usaha lain, Endang tak menyerah dengan kemunculan jalan tol, tetapi justru melakukan adaptasi. Di rest area, kini mereka menyandarkan harapan. (HRS/TAM/FRD)