Pemerintah Indonesia menargetkan produksi ikan patin (Pangasius sp) mencapai 600.000 ton di tahun ini atau naik 53,45 persen jika dibandingkan jumlah produksi tahun lalu sebesar 391.000 ton. Dimulainya ekspor patin olahan dinilai akan mendorong semangat pembudidaya untuk meningkatkan produksi.
Oleh
BM Lukita Grahadyarini
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah Indonesia menargetkan produksi ikan patin (Pangasius sp) mencapai 600.000 ton di tahun ini atau naik 53,45 persen jika dibandingkan dengan jumlah produksi tahun lalu sebesar 391.000 ton. Dimulainya ekspor patin olahan dinilai akan mendorong semangat pembudidaya untuk meningkatkan produksi.
Direktur Jenderal Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan Slamet Soebjakto mengemukakan, pemerintah akan mendorong kualitas dan kontinuitas produksi patin. Hal ini untuk mendorong produk patin terus diminati pasar ekspor.
Ia menambahkan, masuknya produk patin olahan berupa irisan daging ikan (fillet) dan stik ke pasar Timur Tengah menunjukkan produk patin Indonesia berdaya saing. Produk patin olahan yang diekspor berbobot di atas 800 gram per ekor untuk menghasilkan fillet 30-35 persen dari bobot ikan.
”Dengan adanya ekspor (patin), diharapkan memicu pembudidaya untuk bisa berproduksi lebih,” katanya saat dihubungi dari Jakarta, Senin (27/5/2019).
Sentra produksi patin, antara lain di Jawa Timur, Lampung, Sumatera Selatan, Jambi, Kalimantan Selatan, Sumatera Utara, dan Jawa Barat. Untuk menghasilkan patin ukuran 800 gram ke atas, diperlukan masa produksi sekitar 6 bulan. Dengan demikian, produksi untuk patin skala ekspor akan tersegmentasi dan berbeda dengan produksi untuk skala lokal.
”Produksi untuk ekspor tidak akan mengganggu konsumsi dalam negeri,” katanya
Beberapa kriteria patin untuk pasar ekspor, antara lain tidak berbau lumpur, daging berwarna cerah, serta memenuhi sertifikasi keamanan pangan (HACCP) dan sertifikasi cara budidaya ikan yang baik (CBIB). Hingga Mei 2019, usaha yang sudah mengantongi sertifikasi patin sebanyak 356 unit.
”Dari hulu akan terus dipastikan budidaya patin tanpa menggunakan bahan kimia, antibiotik, dan bahan-bahan pencemar yang lain,” kata Slamet.
Sekretaris Direktorat Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan di Kementerian Kelautan dan Perikanan Berny Achmad Subki mengemukakan, produk patin olahan merupakan komoditas kedua hasil perikanan budidaya air tawar yang diekspor. Di sektor perikanan budidaya laut, pemerintah kini menjajaki produksi gabus laut atau cobia (Rachycentron canadum). Saat ini, komoditas tersebut sedang digarap balai besar perikanan budidaya di Lampung.
”Dua tahun lagi diharapkan bisa jadi komoditas ekspor. Perlu diperkenalkan dulu di dalam negeri secara masif,” katanya.