Media digital mestinya disikapi dan dimanfaatkan secara positif. Media ini bisa dimanfaatkan sebagai pemersatu bahkan bisa mendorong perekonomian rakyat. Namun, pada kenyataannya, media digital banyak disalahgunakan untuk menyebarkan berita bohong.
Oleh
RENY SRI AYU
·3 menit baca
MAKASSAR, KOMPAS — Media digital mestinya disikapi dan dimanfaatkan secara positif. Media ini bisa dimanfaatkan sebagai pemersatu bahkan bisa mendorong perekonomian rakyat. Namun, pada kenyataannya, media digital banyak disalahgunakan untuk menyebarkan berita bohong.
Hal ini mengemuka dalam seminar nasional bertema ”Memperkokoh NKRI melalui Media Digital” di Makassar, Sulawesi Selatan, Senin (27/5/2019). Seminar ini merupakan rangkaian acara Pekan Komunikasi Sosial Nasional yang diselenggarakan Konferensi Waligereja Indonesia, 2019. Acara dibuka Sekjen KWI Mgr Antonius Subianto Bunjamin OSC.
Pembicara dalam seminar ini adalah Sekjen Kementerian Kominfo Rosarita Niken Widiastuti, Rektor Pradita Institute Richardus Eko Indrajit, Direktur Tata Kelola dan Kemitraan Komunikasi Publik Ditjen IKP Kemkominfo, Salamatta Sembiring. Pembicara lain adalah Trias Kuncahyono, mantan Wapemred Kompas yang juga peneliti Middle East Institute, dan Eisabius Binsasi, Dirjen Bimas Katolik Kementerian agama.
”Dalam perkembangan era digital dan teknologi industri 4.0 saat ini terjadi kegagapan. Jangan sampai keberadaan teknologi tidak memanusiakan manusia karena mestinya digitalisasi, di mana komunikasi menjadi begitu mudah, membuat manusia makin padu dan bersatu. Gereja menyambut kedatangan teknologi 4.0 karena di era ini kita diajak melakukan perubahan mental dan spritual, bukan sekadar soal teknologi,” kata Antonius.
Kemajuan yang salah satunya ditandai peran media digital termasuk media sosial di dalamnya, kata Antonius, mestinya diperuntukkan bagi kesejahteraan dan meningkatkan persaudaraan. Internet harus digunakan untuk meningkatkan kualitas komunitas insani dan menyebarkan kebenaran.
”Media sosial di tangan orang yang salah bisa jadi bom dan menjadi pemecah dan penyebab kehancuran NKRI. Begitu pula sebaliknya, jika berada di tangan yang benar,” katanya.
Media sosial di tangan orang yang salah bisa jadi bom dan menjadi pemecah dan penyebab kehancuran NKRI. Begitu pula sebaliknya, jika berada di tangan yang benar.
Niken Widiastuti mengatakan, pemerintah tidak hanya berupaya menangkal berita bohong yang belakangan berpotensi menyebarkan paham sesat dan radikal serta benih perpecahan, tetapi juga mendorong media digital menjadi penggerak ekonomi.
Pemerintah memfasilitasi perkembangan ekonomi digital untuk mendorong tumbuhnya usaha rintisan. ”Kami juga memfasilitasi UMKM dan mengubah kinerja UMKM yang semula berdagang secara tradisional, bisa berdagang online. Kami juga ke petani bahkan menyediakan beasiswa untuk berbagai kalangan yang mau mendalami digital dan teknologi. Kita membutuhkan 600.000 sumber daya di bidang digital yang belum semuanya mampu dipasok oleh perguruan tinggi,” kata Niken.
Sementara itu, Trias Kuncahyono mengatakan, media tidak dapat dipisahkan dari hubungan antara ranah publik dan privat. Media menjadi perantara dan menciptakan atau mempertemukan dua hubungan ini. Itulah sebabnya, penggunaan media, termasuk media digital, harus bijak. Adapun pengelola media konvensional harus lebih profesional, total, dan bekerja dengan panggilan hati serta harus memiliki pemahaman yang baik dan utuh.
”Jika informasi yang diberikan tidak utuh, maka yang menerima informasi pun menerima dengan tak utuh. Jika ini yang terjadi, keadaannya akan kacau dan media tak lagi membawa kebaikan,” katanya.
Terkait maraknya berita bohong belakangan ini, Richard Eko Indrajit mengatakan, hal ini terjadi karena diskursus virtual.
Jika informasi yang diberikan tidak utuh, yang menerima informasi pun menerima dengan tidak utuh. Jika ini yang terjadi, keadaannya akan kacau dan media tak lagi membawa kebaikan.
”Orang tak lagi peduli waktu, apa yang dirasakan langsung diutarakan. Tak peduli komunitas, berkata apa saja kepada semua orang. Tak peduli konteks karena menilai berbicara langsung dan apa adanya merupakan hak asasi manusia. Ini di antaranya yang membuat penyebaran berita bohong begitu mudah, maka diperlukan sikap bijak bermedia sosial,” katanya.
Dalam kondisi seperti saat ini, Selamatta Sembiring mengatakan perlu literasi yang baik. Masyarakat juga harus ikut berperan melawan berita bohong.
”Sebenarnya ada sejumlah situs di mana masyarakat bisa mengecek kebenaran suatu berita. Tapi jika tak bisa mengecek kebenaran, setidaknya tidak usah ikut menyebarkan berita yang diragukan kebenarannya. Atau bisa juga memberikan informasi jelas alami untuk kami cek kebenarannya,” kata Selamatta.