Belasan TKI Tenggelam di Selat Malaka, Nakhoda dan Kru Divonis 8 Tahun
Hamid (31) dan Jamal (38), nakhoda serta kru kapal kayu yang tenggelam di Selat Malaka, akhir November 2018, masing-masing divonis 8 tahun oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Bengkalis, Senin (27/5/2019) petang. Keduanya dinyatakan bertanggung jawab atas tenggelamnya kapal hingga menyebabkan kematian 11 tenaga kerja Indonesia asal Malaysia yang ingin kembali ke Tanah Air melalui jalur transportasi ilegal.
Oleh
SYAHNAN RANGKUTI
·3 menit baca
PEKANBARU, KOMPAS — Hamid (31) dan Jamal (38), nakhoda serta kru kapal kayu yang tenggelam di Selat Malaka, akhir November 2018, divonis penjara masing-masing delapan tahun oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Bengkalis, Senin (27/5/2019) petang. Keduanya dinyatakan bertanggung jawab atas tenggelamnya kapal hingga menyebabkan kematian 11 tenaga kerja Indonesia asal Malaysia yang ingin kembali ke Tanah Air melalui jalur transportasi ilegal.
”Di persidangan, kami menuntut terdakwa dengan hukuman penjara masing-masing 12 tahun, tetapi hakim hanya memvonis 8 tahun penjara. Kami masih pikir-pikir. Kami harus mempertimbangkan apakah putusan itu sudah mencukupi rasa keadilan atau belum. Kalau kami anggap sudah mencukupi, kami terima. Kalau belum, kami akan banding,” kata Kepala Seksi Pidana Umum Kejaksaan Negeri Bengkalis Iwan Roy Charles, yang dihubungi pada Selasa (28/5/2019).
Dalam persidangan yang dipimpin Hakim Ketua Made P dan anggota M Rizky dan Annisa Sitawati, hukuman terhadap Hamid dan Jamal juga ditambah denda Rp 500 juta. Apabila denda tidak dibayar, diganti subsider hukuman penjara tambahan selama satu bulan. Kedua terdakwa langsung menyatakan menerima putusan itu.
Menurut Iwan, kejahatan yang dilakukan Hamid dan Jamal terbilang serius. Keduanya membawa perahu sarat penumpang mengarungi laut lepas tanpa fasilitas peranti keamanan memadai. Selain itu, tindakan menyelundupkan manusia dari Malaysia merupakan kegiatan ilegal yang menyalahi Undang-Undang Keimigrasian.
Seperti diberitakan, akhir November hingga awal Desember 2018, terjadi peristiwa penemuan mayat mengambang di sekitar perairan Bengkalis dan Meranti, Riau. Awalnya, nelayan Desa Pambang Pesisir, Kecamatan Bantan, Bengkalis, menemukan tiga mayat tak jauh dari pantai pada 29 November 2018.
Semula, polisi menganggap penemuan tiga mayat itu korban kapal tenggelam biasa. Namun, beberapa hari kemudian, secara berturut-turut kembali ditemukan sejumlah jasad lain sehingga jumlahnya mencapai 11 orang. Mayat-mayat itu memiliki persamaan, masih mengenakan pakaian utuh, kecuali korban yang ditemukan terakhir. Selain itu, di kantong atau dompet korban terdapat uang ringgit Malaysia dalam jumlah relatif banyak.
Selain itu, di kantong atau dompet korban terdapat uang ringgit Malaysia dalam jumlah relatif besar.
Polisi menduga, semua korban merupakan TKI dari Malaysia. Namun, dugaan itu belum dapat dibuktikan karena masih ada potongan cerita yang hilang. Polisi pun memburu nakhoda kapal yang membawa para TKI itu.
Polisi kemudian mencoba mengaitkan peristiwa penemuan mayat itu dengan berita penyelamatan dua orang yang mengaku nelayan oleh kapal cepat Indomal IV yang melayani rute Dumai-Malaka, 25 November 2018. Dua nelayan itu sempat dibawa ke Malaka sesuai rute kapal dan kemudian ikut kembali ke Dumai.
Polisi akhirnya menemukan alamat dua orang yang mengaku nelayan itu, yaitu Hamid dan Jamal. Namun, keduanya tidak berada di rumah. Menurut anggota keluarganya, mereka berangkat ke Malaysia dan belum kembali. Setelah dicari-cari polisi secara intensif, keduanya akhirnya menyerahkan diri kepada polisi.
Dalam persidangan terungkap, Hamid dan Jamal mendapat pesanan dari RB, warga Dumai yang dinyatakan buron, untuk membawa 16 penumpang dari pelabuhan kecil Tanjung Keling di Malaka, Malaysia, pada 24 November malam.
Di Malaka, orang yang menjadi penghubung adalah RS, eks warga Indonesia yang kini sudah menjadi warga Malaysia. Menurut rencana, penumpang akan diturunkan di pelabuhan rakyat di Desa Sungai Cingam, Pulau Rupat, Bengkalis.
Hamid dan Jamal mendapat pesanan dari RB, warga Dumai yang dinyatakan buron, untuk membawa 16 penumpang dari pelabuhan kecil Tanjung Keling di Malaka, Malaysia, pada 24 November malam.
Seluruh penumpang merupakan TKI yang ingin pulang ke Indonesia. Ongkos setiap penumpang 400 ringgit Malaysia atau sekitar Rp 1,37 juta per orang.
Ketika kapal melintasi Selat Malaka, cuaca sangat buruk. Ombak besar menggulung kapal kecil itu hingga tenggelam. Jamal dan Hamid dapat selamat karena mengenakan baju pelampung. Adapun 16 penumpang semuanya tenggelam. Sebanyak 11 orang ditemukan dalam keadaan meninggal. Adapun lima lainnya hingga kini belum ditemukan.