Atalanta membuktikan kesuksesan di sepak bola tidak semata soal uang. Dengan anggaran minim, ”Sang Dewi” merebut tiket ke Liga Champions musim depan.
BERGAMO, SENIN – Atalanta BC mewujudkan kisah bak dongeng di Liga Italia musim ini. Empat musim lalu, mereka dilihat sebelah mata dan nyaris terdegradasi. Kini mereka sejajar klub-klub elite di Eropa seperti Barcelona dan Manchester City seusai menyabet tiket ke Liga Champions untuk kali pertama dalam sejarah.
Suasana haru terlihat di kubu Atalanta saat merayakan kemenangan atas Sassuolo 3-1 pada pekan terakhir Liga Italia, Senin (27/5/2019). Para pendukung Atalanta berteriak histeris di tengah guyuran hujan, adapun pelatih Gian Piero Gasperini diangkat beramai-ramai laiknya perayaan tim juara. Kemenangan itu memastikan klub berjuluk ”Sang Dewi” itu finis ketiga di Serie A, sekaligus lolos ke Liga Champions musim depan.
Hasil itu menjadi capaian terbaik sepanjang sejarah klub yang berdiri pada 1907 itu. ”Lolos ke Liga Champions adalah hal yang tidak pernah kami impikan sebelumnya. Anak-anak telah mencapai hal yang menakjubkan, luar biasa,” ujar Gasperini seusai laga itu seperti dikutip Football-Italia.
Lolosnya Sang Dewi ke kompetisi elite antarklub Eropa itu merupakan pencapaian yang nyaris menyamai ”dongeng” Leicester City menjuarai Liga Inggris 2015-2016. Dengan anggaran yang sangat terbatas dan tidak memiliki tradisi kuat di level elite, Si Dewi sukses menyisihkan klub-klub langganan papan atas Italia yang termasuk ”Magnificent Seven” yaitu AC Milan, AS Roma, dan Lazio.
Kemenangan Atalanta di Stadion Mapei itu juga mengubur harapan AC Milan kembali ke Liga Champion setelah absen lima tahun. Meskipun menang 3-2 atas SPAL, Milan tidak bisa mengejar Atalanta yang unggul satu poin. Milan finis kelima, posisi terbaiknya dalam enam musim terakhir. Adapun Roma di peringkat keenam.
Ironisnya, pengeluaran Atalanta dengan Milan maupun Roma bak bumi dan langit. Musim ini, Atalanta menempati peringkat ke-14 dari 20 klub di Liga Italia dalam hal gaji pemain dan pelatih, yaitu 27 juta euro atau setara Rp 435 miliar. Adapun ”Rossoneri” di peringkat kedua dengan biaya gaji Rp 2,2 triliun, dan Roma urutan keempat senilai Rp 1,6 triliun.
Jurang perbedaan uang juga sangat terlihat dalam hal belanja pemain. Atalanta hanya menghabiskan total Rp 2,3 triliun untuk belanja pemain dalam lima musim terakhir. Adapun Milan menghabiskan Rp 8,3 triliun, sedangkan Roma Rp 7,8 triliun pada periode sama. ”Atalanta menciptakan keajaiban kecil di Liga Italia. Mereka menunjukkan, uang bukan hal utama,” tulis Football-Italia.
Kesuksesan Atalanta, yang juga menembus final Piala Italia dengan menyisihkan Juventus, pemuncak Serie A, tidak terlepas dari kebijakan manajemen dan pelatih. Seperti Ajax Amsterdam, mereka mengoptimalkan akademinya dan memaksimalkan tugas pemantau bakat membentuk tim. Gasperini mengasah mereka dengan pendekatan tak lazim di Italia, yaitu kebugaran tinggi.
Hal itu membuat Atalanta mampu konsisten menekan, menyerang, dan mendominasi lawan, seperti tim hebat di Eropa. ”Menurut pandangan saya, kami akan tampil bagus di Liga Champions musim depan,” tutur Gasperini optimistis.
Hidup-mati di Milan
Pemandangan haru terlihat di Milan ketika Inter menang dramatis atas Empoli, 2-1. Duel ini menjadi laga hidup-mati kedua tim. Inter berjuang ke empat besar, sedangkan Empoli untuk bertahan di Serie-A. Para pemain, staf pelatih, dan fans Inter berteriak histeris, saat pasukan Empoli tertunduk dan menangis di medan laga. Empoli turun kasta, adapun Inter lolos ke Liga Champions untuk dua musim beruntun.
Namun, kemenangan itu terasa getir bagi Pelatih Inter Luciano Spaletti. Perayaan di Stadion Giuseppe Meazza menjadi pesta perpisahan untuknya. Sky Sports Italia mengabarkan, Antonio Conte—mantan pelatih Juventus—akan diumumkan sebagai pelatih baru Inter pekan ini. Inter pun telah menyiapkan dana 25 juta euro atau setara 402 miliar untuk “pesangon” Spaletti dan stafnya.
Pekan pamungkas Liga Italia juga memberi akhir dramatis bagi Fiorentina. Anggota Magnificent Seven di Italia itu lolos dari ancaman degradasi seusai menahan Genoa 0-0. Hasil imbang itu cukup menyelamatkan mereka menyusul kekalahan Empoli dari Inter. Empoli menjadi tim terakhir, setelah Chievo dan Frosinone, yang dipastikan terdegradasi ke Serie-B.
“Saya tidak senang Empoli terdegradasi. Saya punya banyak teman di sana. Namun, di sisi lain, kami pantas lolos ke Liga Champions. Kami menolak menyerah hingga akhir,” ujar Spaletti seusai drama di Giuseppe Meazza itu. (REUTERS)