Harga di Bawah Batas, Ekspor CPO Belum Dikenai Bea Keluar
Harga referensi produk minyak kelapa sawit mentah (CPO) pada Juni 2019 masih di bawah batas pengenaan bea keluar. Imbasnya, ekspor CPO kembali tidak dikenai bea.
Oleh
M PASCHALIA JUDITH JUSTIARI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Harga referensi produk minyak kelapa sawit mentah (CPO) pada Juni 2019 masih di bawah batas pengenaan bea keluar. Imbasnya, ekspor CPO kembali tidak dikenai bea.
Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 33 Tahun 2019 menyebutkan, harga referensi produk CPO untuk penetapan bea keluar pada Juni 2019 sebesar 547,17 dollar AS per ton. Angka ini setara dengan Rp 7,86 juta per ton berdasarkan kurs referensi Bank Indonesia.
Harga referensi itu lebih rendah 4,56 persen dibandingkan dengan Mei 2019 yang sebesar 573,31 dollar AS per ton. ”Harga referensi tetap di bawah batas pengenaan bea keluar. Oleh sebab itu, pemerintah mengenakan bea keluar CPO sebesar nol dollar AS per ton untuk periode Juni 2019,” kata Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Oke Nurwan melalui siaran pers, Selasa (28/5/2019).
Para pelaku usaha CPO dan produk turunnya juga belum dikenai pungutan ekspor (PE) oleh pemerintah. Ekspor CPO dan turunannya baru akan dikenai PE jika harga referensi CPO di atas 570 dollar AS per ton.
Hal itu diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 23 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua PMK Nomor 81 Tahun 2018 tentang Tarif Layanan Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit pada Kementerian Keuangan. Dalam regulasi itu, tarif PE seluruh produk komoditas kelapa sawit, mulai dari minyak kelapa sawit mentah atau CPO hingga turunannya, tidak dikenai PE sama sekali sepanjang 1 Maret 2019 hingga 31 Mei 2019.
Untuk ekspor CPO mulai 1 Juni 2019, jika harga referensi di atas 570 dollar AS-619 dollar AS per ton, PE ditetapkan sebesar 25 dollar AS per ton. Apabila harga referensi di atas 619 dollar AS per ton, nilai PE menjadi 50 dollar AS per ton.
Untuk produk minyak kelapa sawit olahan (refined, bleached and deodorized palm oil/RBD PO) dan turunannya, apabila harga referensi CPO di atas 570 dollar AS-619 dollar AS per ton, nilai PE sebesar 10 dollar AS per ton. Kalau di atas 619 dollar AS per ton, nilai PE sebesar 15 dollar AS per ton. Aturan ini juga berlaku mulai 1 Juni 2019.
Badan Pusat Statistik mencatat, ekspor kelompok lemak dan minyak hewan/nabati yang tergabung dalam golongan barang utama nonmigas pada Januari-April 2019 turun 19,88 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya. CPO memiliki andil terbesar dalam kelompok ini.
Permendag Nomor 33 Tahun 2019 juga menyebutkan, harga referensi biji kakao pada Juni 2019 sebesar 2.327,27 dollar AS per ton atau turun 0,03 persen dibandingkan dengan Mei 2019. Dampaknya, harga patokan ekspor biji kakao menjadi 2.044 dollar AS per ton atau turun 1 dollar AS per ton dibandingkan dengan periode sebelumnya.
Penurunan harga tersebut disebabkan oleh melemahnya harga kakao di tingkat internasional. Bea keluar yang dikenakan pada ekspor biji kakao sebesar 5 persen.
Pakistan berprospek
Di tengah rendahnya harga CPO dan hambatan pemasaran di India dan Uni Eropa (UE), meningkatkan ekspor dengan diversifikasi pasar menjadi langkah penting. Salah satu negara tujuan ekspor CPO yang berprospek ialah Pakistan.
Direktur Utama PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara atau Inacom Edward S Ginting menilai, Pakistan merupakan negara yang potensial sebagai konsumen CPO. Inacom adalah korporasi badan usaha milik negara (BUMN) yang bergerak di bidang jasa perdagangan (trade) dan pelelangan (tender) komoditas perkebunan ke pasar internasional.
Kebutuhan CPO Pakistan kira-kira mencapai 100.000 ton per bulan. Pada tahun ini, Inacom menargetkan ekspor CPO ke Pakistan dapat naik 2,5 kali lipat.
Berdasarkan riset bisnis yang dihimpun korporasi, Edward menyebutkan, kebutuhan CPO Pakistan kira-kira mencapai 100.000 ton per bulan. Pada tahun ini, Inacom menargetkan ekspor CPO ke Pakistan dapat naik 2,5 kali lipat.
Pakistan menjadi salah satu harapan bagi Indonesia untuk meningkatkan ekspor CPO. CPO dan produk turunannya makin terimpit kebijakan India dan UE. India menaikkan bea masuk CPO dan produk turunan Indonesia dua kali lipat dari tarif awal. Secara tahunan, angka ekspornya menurun 23,49 persen dan bulanan 13,22 persen.
Sementara UE makin tegas mengukuhkan kebijakan energi terbarukan. Melalui Arahan Energi Terbarukan (RED) II, UE mengeluarkan sawit dari daftar sumber energi terbarukan. Secara umum, nilai ekspor Indonesia ke negara-negara UE pada Januari-Februari 2019 turun 9,63 persen. Pada periode yang sama, khusus ekspor CPO yang masuk golongan lemak dan minyak hewani/nabati turun 15,06 persen.