Ikhtiar Etiopia Lepas dari Kemiskinan
Etiopia mengambil langkah masif untuk lepas dari kemiskinan. Infrastruktur dibangun. Jalan lapang dibuat untuk investor. Etiopia kini setidaknya tak lagi seperti Etiopia yang dikumandangkan Michael Jackson, Lionel Richie, atau bahkan Iwan Fals tahun 1980 hingga 1984.
Etiopia mengambil langkah masif untuk lepas dari kemiskinan. Infrastruktur dibangun. Jalan lapang dibuat untuk investor. Etiopia kini setidaknya tak lagi seperti Etiopia yang dikumandangkan Michael Jackson, Lionel Richie, atau bahkan Iwan Fals tahun 1980 hingga 1984.
Seorang pengemis mendekati mobil yang akan meninggalkan Bandar Udara Internasional Bole, Addis Ababa, Etiopia, pertengahan April lalu. Dengan wajah memelas dan bahasa Inggris seadanya, dia mengharap derma. Upayanya baru berhenti setelah salah satu pemandu menolaknya dan mobil itu mulai bergerak menjauhi.
Sekitar 10 menit mobil berjalan dan mobil mulai masuk ke jantung kota Addis Ababa, kemiskinan kembali nyata terlihat. Di trotoar, di perempatan jalan, pengemis menggantungkan hidup dari sedekah orang. Hari masih pagi, beberapa pengemis di antaranya bahkan terlihat masih tertidur pulas di trotoar.
Pemandangan yang biasa pula, mereka yang hidup di bawah garis kemiskinan mencoba hidup dari jalanan. Anak-anak menjual tisu, menawarkan jasa menyemir sepatu. Tak sedikit pula yang terpaksa masuk ke dunia hitam dengan menjadi copet atau tukang peras. Target mereka biasanya wisatawan mancanegara.
”Kebanyakan dari mereka datang dari desa atau daerah pinggiran Addis Ababa, mencoba mencari hidup di ibu kota karena sulitnya mencari uang di tempat mereka tinggal,” kata salah satu pegawai di Kementerian Luar Negeri Etiopia. Kemiskinan memang belum bisa lepas dari Etiopia, meski berbagai upaya pemerintah untuk menggenjot pembangunan terus dilakukan.
Meski masih miskin dan banyak rakyat merasa kemajuan berjalan begitu lambat, setidaknya Etiopia tak lagi seperti dalam lagu yang dikumandangkan oleh Michael Jackson, Lionel Richie, atau bahkan Iwan Fals tahun 1980 hingga 1984. Kala itu, lagu soal Etiopia bermunculan sebagai bentuk keprihatinan atas bencana kelaparan yang mengakibatkan hampir 1 juta orang meninggal di negara tersebut.
Liberalisasi
Sebenarnya perubahan untuk melepaskan diri dari keterbelakangan sudah diupayakan sejak 1991, atau 28 tahun lalu, setelah rezim komunis. tumbang Pemerintahan baru waktu itu mengadopsi liberalisasi untuk menggantikan sosialisme. Etiopia pun menjadi terbuka dan kebijakan ekonominya berorientasi pasar.
Kemudian, pascapecah perang Etiopia dan Eritrea, tahun 1998-2000, perubahan lebih masif dilakukan. Kali ini mengandalkan pinjaman dan bantuan luar negeri. Sebagian besar dari China. Dengan sumber dana eksternal, pemerintah menggenjot pembangunan infrastruktur. Secara bertahap, pemerintah membangun jalan-jalan antarkota, termasuk jalan tol.
Selain itu, jaringan rel kereta api turut dibangun. Salah satu yang penting, jaringan rel yang menghubungkan Addis Ababa dengan Pelabuhan Djibouti di Djibouti, negara tetangga Etiopia yang berbatasan langsung dengan Teluk Aden dan Laut Merah. Jaringan ini penting karena Etiopia terkurung oleh daratan.
Tak hanya itu, di Addis Ababa dibangun jaringan kereta ringan untuk memudahkan mobilitas warga. Fokus juga diarahkan untuk membangun sektor energi. Ketersediaan listrik penting untuk menumbuhkan perekonomian.
Pemerintah kemudian membuka jalan lapang untuk investasi dari luar negeri. Banyak kemudahan diberikan sekaligus insentif untuk memikat investor. Sejalan dengan itu, kawasan-kawasan industri dibangun. Hingga kini sudah ada tujuh kawasan khusus industri dan tahun 2025 ditargetkan ada 25 kawasan.
Minat investor masuk terdorong pula oleh upah buruh yang murah. Di negara ini belum diberlakukan upah buruh minimum. Rata-rata upah buruh di bawah Rp 1 juta per bulan. Selain itu, pemerintah memprivatisasi sejumlah perusahaan milik negara. Yang paling anyar, pemerintah akan memprivatisasi perusahaan telekomunikasi dan 13 proyek gula.
”Pemerintah punya komitmen untuk menciptakan transformasi dan disiplin merealisasikannya. Efeknya berimbas signifikan ke perekonomian negara, penurunan angka kemiskinan, dan masyarakat sekarang lebih bahagia,” tutur Menteri Negara Kementerian Keuangan Etiopia Eyob Tekalign.
Berdasarkan data Bank Dunia, sejak tahun 2006/2007 hingga 2016/2017, rata-rata pertumbuhan ekonomi Etiopia 10,3 persen per tahun. Capaian ini dua kali lipat lebih tinggi daripada rata-rata pertumbuhan ekonomi negara-negara di sekitarnya atau kawasan Afrika sub-Sahara, dan tercatat sebagai salah satu negara dengan pertumbuhan ekonomi yang pesat di dunia.
Baca juga: Kopi, Jagung Berondong, dan Dupa
Total investasi langsung luar negeri yang masuk pun kedua tertinggi di Afrika setelah Mesir. Tahun 2017 sebagai gambaran, ada 3,6 miliar dollar Amerika Serikat atau setara Rp 50,4 triliun investasi asing yang masuk ke Etiopia.
Gedung tertinggi
Transformasi ekonomi ini yang terlihat pula saat Kompas memenuhi undangan Kedutaan Besar Etiopia untuk Indonesia berkunjung ke Etiopia, 21-26 April 2019. Gedung-gedung tinggi dalam proses pembangunan, salah satunya akan menjadi gedung tertinggi di Etiopia. Di luar Addis Ababa, kawasan-kawasan industri terlihat dibangun. Jalan-jalan lebar telah menjadi penghubung antarkota, termasuk di antaranya jalan tol.
Transformasi ekonomi itu salah satunya telah menurunkan angka kemiskinan. Jika pada 1995 jumlahnya masih 46 persen dari populasi, pada 2016 turun menjadi 23,5 persen.
Baca juga: Berkunjung ke Rumah Lucy, Nenek Moyang Manusia
Deputi Komisioner Komisi Investasi Etiopia Anteneh A Senbeta optimistis capaian-capaian positif di sektor ekonomi akan terus berlanjut. Apalagi, Perdana Menteri Etiopia Abiy Ahmed, perdana menteri termuda di Afrika, banyak melakukan reformasi di sektor politik ataupun ekonomi sejak mulai memimpin pemerintahan satu tahun lalu.
Di bawah kepemimpinannya, situasi politik pun lebih stabil. Begitu pula keamanan bisa dijaga tetap kondusif. Etiopia dinilainya berada di jalur yang tepat untuk mencapai target tahun 2025, yaitu mengangkat status negara itu dari negara berpendapatan rendah menjadi negara berpendapatan menengah ke bawah atau negara yang pendapatan per kapitanya pada kisaran 996 hingga 3.895 dollar AS per tahun.
Untuk memastikan target tercapai, reformasi ekonomi menjadi syarat mutlak selain stabilitas politik dan keamanan. Ini menjadi pekerjaan rumah yang tak mudah karena sejarah Etiopia sarat dengan instabilitas politik dan keamanan.
Sebelum Abiy Ahmed menjadi perdana menteri, misalnya, unjuk rasa rakyat dan kekacauan pecah di Etiopia menyusul kebijakan PM Etiopia Hailemariam Desalegn yang diskriminatif. Akibatnya, Desalegn mundur dari jabatannya.
Baca juga: Ethiopia Airlines, Maskapai Pelat Merah Berprofit
Kekeringan yang memicu kelaparan dan instabilitas juga masih kerap terjadi sekaligus menjadi tantangan berat lain bagi negara ini. Yang terakhir terjadi tahun 2016 dan menyebabkan sekitar 10 juta orang Etiopia terdampak.
Ditambah lagi menurunkan angka kemiskinan yang jumlahnya masih 23,5 persen dari populasi Etiopia dan pertumbuhan ekonomi yang belum merata dirasakan semua rakyatnya.
Selain itu, utang luar negeri yang terus menumpuk menjadi persoalan lain. Berulang kali, misalnya, Etiopia meminta keringanan kepada China, negara pemberi utang terbesar bagi Etiopia. Jika utang ini tak dikelola dengan baik, gagal bayar bisa membuyarkan mimpi Etiopia merengkuh kesejahteraan.