Le Pen Ungguli Macron
Partai-partai ekstrem kanan merebut suara signifikan dalam pemilu parlemen Eropa. Kekalahan partai Macron dari partai Le Pen menjadi simbol kuat arah perubahan Eropa.
PARIS, SENIN —Di tengah pertarungan ketat antara kubu populis dan kubu pro integrasi Eropa dalam pemilu parlemen Eropa, pimpinan ekstrem kanan Perancis, Marine Le Pen, memenangi duel simbolik dengan Presiden Perancis Emmanuel Macron.
Hasil hitung cepat yang dilakukan dua lembaga survei Perancis menunjukkan, partai ekstrem kanan Perhimpunan Nasional (RN) meraih suara 24 persen di Perancis, sedangkan Partai Macron, REM, meraih sekitar 23 persen.
Meskipun partai-partai arus utama di sejumlah negara tetap menguasai panggung politik, pemilu Eropa ini menyisakan dua fenomena baru, yaitu meningkatnya kursi kubu ultra kanan sampai dua-tiga kali lipat dan juga terjadi ”gelombang hijau” di banyak negara, di mana suara Partai Hijau mengalami peningkatan pesat.
Jumlah pemilih yang memberikan suaranya di pemilu kali ini juga yang terbesar dalam tiga dekade terakhir, yaitu 52-54 persen, atau sekitar 200 juta orang. Pada 2014 jumlah pemilih hanya 35 persen.
Tantangan Le Pen
Marine Le Pen yang kalah dari Macron dalam pemilu presiden 2017, kemarin, meminta agar presiden Perancis membubarkan parlemen dan mempercepat pemilu. Namun, imbauan ini ditolak pemerintah.
”Terserah pemerintah untuk menarik kesimpulan. Namun, ini adalah referendum terhadap kebijakan Macron dan juga untuk kepribadiannya,” kata Le Pen.
Kubu Macron melihat hasil hitung cepat itu sebagai cukup ”terhormat” sehingga tidak akan ada perubahan kebijakan. Sebelumnya, Macron mengatakan bahwa pemilu Eropa adalah yang terpenting dalam empat dekade terakhir karena UE menghadapi ancaman eksistensial. Macron bahkan terjun langsung untuk berkampanye.
PM Edouard Philippe menilai hasil pemilu Eropa menunjukkan politik Perancis telah ”ditulis ulang” di mana partai-partai arus utama dibayangi oleh gerakan baru, baik dari gerakan tengah (Macron) maupun dari ekstrem kanan (Le Pen). ”Ini saatnya bertindak karena rakyat Perancis hanya akan menilai dari satu faktor, yaitu hasil,” katanya.
Partai arus utama Perancis, Partai Republik, meraih sekitar 8,5 persen, sedangkan Partai Sosialis 6,2 persen.
Di negara-negara lain partai ekstrem kanan menunjukkan perolehan suara cukup signifikan. Di Jerman, partai ekstrem kanan AfD meraih 15,30 persen, di Austria 17,5 persen. Di Italia, partai sayap kanan pimpinan Wakil PM Matteo Salvini, Partai Liga, merebut suara terbesar. Mengomentari kemenangannya, Salvini menyebutkan ”Eropa sedang berubah”.
Kini, partai-partai arus utama di parlemen Eropa (konservatif, sosialis, dan tengah) akan menghadapi pilihan, apakah mereka akan terus ”mengisolasi” kubu ekstrem kanan seperti tahun-tahun sebelumnya atau akan mengakomodasinya.
Fenomena lainnya yang juga muncul dalam pemilu Eropa adalah melejitnya perolehan suara Partai Hijau secara merata di banyak negara. Di Perancis, partai ini mengalahkan partai arus utama dengan perolehan sekitar 8 persen.
Tidak lagi marjinal
Di Jerman Partai Hijau menempati urutan kedua dengan perolehan berkisar 20-21 persen, di Spanyol sekitar 10 persen, Austria 13,5 persen, Swedia sekitar 15,1 persen, dan Irlandia 15 persen.
”Saya rasa partai-partai marjinal kini tidak lagi marjinal,” kata Presiden Komisi Eropa Jean-Claude Juncker.
Namun, menyusutnya suara partai-partai arus utama di Jerman menimbulkan pertanyaan apakah koalisi pemerintahan Uni Demokratik Kristen (CDU/CSU) dengan Sosialis Demokrat (SPD) bisa bertahan. Dalam pemilu ini posisi SPD digeser oleh Partai Hijau, bahkan di kota-kota yang selama ini menjadi kantong suara SPD. Kubu SPD menilai, anjloknya suara mereka disebabkan koalisi saat ini dengan partai Angela Merkel. Oleh karena itu, muncul seruan agar koalisi dihentikan.
(AFP/AP/MYR)