Organisasi Mahasiswa Penyebar Nasionalisme dan Moderasi Beragama
Organisasi mahasiswa diharapkan menjadi penyebar nasionalisme. Hendaknya mereka juga mengadvokasi mahasiswa agar berpikir kritis.
JAKARTA, KOMPAS — Organisasi mahasiswa diharapkan bisa mengembalikan semangat persatuan seusai masa pemilu. Perbedaan pilihan politik beserta latar belakang sosial, ekonomi, dan keagamaan tidak boleh menjadi alasan perpecahan.
"Kelompok Cipayung Plus merupakan teladan karena terdiri dari berbagai organisasi mahasiswa yang komitmen untuk menjaga persatuan bangsa," kata Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Mohamad Nasir dalam dialog kebangsaan bertopik "Merajut Persatuan Indonesia Pascapemilu 2019" di Jakarta, Senin (27/5/2019). Tutur hadir dalam acara itu Ketua DPR Bambang Susatyo.
Kelompok Cipayung Plus adalah istilah untuk menyebut forum komunikasi dan kerja sama organisasi-organisasi mahasiswa yang berdiri pada 22 Januari 1972 di Jakarta. Kini anggotanya terdiri dari Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia, Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia, Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI), Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah, Himpunan Mahasiswa Buddhis Indonesia, dan Kesatuan Mahasiswa Hindu Dharma Indonesia (KMHDI).
Nasir mengatakan, pemerintah memfasilitasi Kelompok Cipayung Plus dan organisasi mahasiswa lainnya melalui Peraturan Menristek dan Dikti Nomor 55 Tahun 2018 tentang Pembinaan Ideologi Bangsa dalam Kegiatan Kemahasiswaan di Lingkungan Kampus. Aturan ini menggugurkan aturan sebelumnya yang melarang organisasi luar masuk kampus.
Menurut Nasir, hendaknya dengan aturan baru ini membuat Kelompok Cipayung Plus giat melakukan advokasi kepada mahasiswa agar bisa berpikir kritis dan mempraktikkan hal kewarganegaraan mereka secara bijak sehingga menghilangkan pandangan-pandangan yang ekstrem maupun eksklusif. Organisasi yang masuk kampus juga dipastikan taat kepada Pancasila dan ideologi nasional.
Hendaknya dengan aturan baru ini membuat Kelompok Cipayung Plus giat melakukan advokasi kepada mahasiswa agar bisa berpikir kritis dan mempraktikkan hal kewarganegaraan mereka secara bijak.
Mantan Ketua Umum Pengurus Besar HMI Akbar Tanjung yang merupakan salah satu penandatangan Deklarasi Kelompok Cipayung mengatakan bahwa kemerdekaan berpendapat di Indonesia diperoleh dengan susah payah melalui reformasi. Pemilu merupakan perwujudan dari kebebasan tersebut, tetapi hendaknya tidak membuat perpecahan di masyarakat.
Ia menjabarkan, semenjak reformasi, jumlah partai politik memiliki perubahan yang dinamis. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat bisa berekspresi sesuai dengan aspirasi politik masing-masing. Namun, jangan sampai terhanyut arus eksklusivisme berbasis paham politik.
"Keberadaan partai politik adalah sebagai wahana pendidikan politik masyarakat serta tempat untuk mengasah kemampuan berorganisasi dan jiwa kepemimpinan yang baik," tuturnya.
Tujuan semua partai politik dan organisasi masyarakat hendaknya sesuai dengan cita-cita nasional yang tertera pada UUD 1945, yaitu memerdekakan bangsa, persatuan, kedaulatan, keadilan, dan kemakmuran. Ia mengingatkan 200 mahasiswa dari organisasi anggota Kelompok Cipayung Plus agar selalu taat pada komitmen tersebut dan bisa menyebarluaskannya di masyarakat.
"Gagasan-gagasan politik dan berbagai aspek lain sangat diperlukan asal sejalan dengan cita-cita nasional itu dengan catatan bukan gagasan yang mengelompokkan masyarakat ke dalam kotak-kotak tertentu," kata Akbar.
Alumnus PMKRI Paulus Januar mengingatkan bahwa fokus dari Kelompok Cipayung Plus adalah membangun sumber daya manusia. Oleh sebab itu, target Kelompok Cipayung Plus dalam melakukan kaderisasi harus bersifat mencerdaskan, bukan indoktrinasi.
"People power"
Dalam diskusi itu juga ada dialog antara alumni Kelompok Cipayung Plus dengan para mahasiswa yang masih menjadi anggota aktif. Ketua Departemen Kaderisasi KMHDI Gede Hendra Juliana mengingatkan kepada para peserta diskusi bahwa people power (kekuatan rakyat) sejatinya telah terjadi pada tanggal 17 April 2019 dalam wujud pemilu. Pada hari itu rakyat menunjukkan kekuatan dengan memberi suara untuk calon pemimpin pilihan mereka.
People power (kekuatan rakyat) sejatinya telah terjadi pada tanggal 17 April 2019 dalam wujud pemilu. Pada hari itu rakyat menunjukkan kekuatan dengan memberi suara untuk calon pemimpin pilihan mereka
"Kita harus cerdas melihat bahwa aksi massa yang berujung pada kerusuhan bukan people power, melainkan unjuk rasa. Jadi sebagai mahasiswa jangan sampai ikut terpolarisasi sentimen politik karena membangun Indonesia tidak sekadar untuk lima tahun mendatang, melainkan selamanya," ujar Paulus.
Meskipun begitu, ia tetap mengkritisi pemerintah terkaitnya pelaksanaan pemilu serentak yang seolah kurang memerhatikan ambang batas beban kerja para petugas sehingga mengakibatkan ribuan orang jatuh sakit dan 300 orang meninggal dunia akibat kelelahan yang memicu penyakit.
Sementara itu Sekretaris Jenderal PB HMI periode 2018-2020 Naila Fitria mengingatkan mahasiswa agar tidak mendelegitimasi lembaga kedemokrasian yang lahir pasca reformasi. Apalagi yang mendelegitimasi adalah para aktivis yang terlibat dalam reformasi.
Selain itu, ia mengungkapkan menyambut baik Permenristekdikti 55/2018 karena Kelompok Cipayung Plus bisa melakukan advokasi dan pendidikan keorganisasian kepada mahasiswa. "Pemahaman yang diberikan kepada mahasiswa adalah nasionalisme dan moderasi keagamaan yang dilakukan secara transparan," ucapnya.