Penawaran Saham Perdana Tertahan Ketidakpastian Pasar
Oleh
Karina Isna Irawan
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Minat perusahaan melakukan penawaran saham perdana kepada publik pada semester I-2019 tertahan faktor ketidakpastian global dan dinamika politik dalam negeri. Perusahaan sangat berhati-hati karena besaran saham yang akan dilepas kepada publik harus menjamin ketersediaan likuiditas.
Direktur Utama Mandiri Sekuritas Silvano Rumantir mengatakan, perusahaan yang akan melakukan penawaran saham perdana kepada publik (IPO) menunggu kepastian pasar. Data Mandiri Sekuritas per April 2019 belum ada perusahaan IPO. Namun, ada 5-6 perusahaan swasta yang siap IPO pada semester II-2019.
”Mereka memilih masuk setelah ada kepastian pasar. Setelah penyelenggaraan pemilihan umum, kami mendapatkan kabar terbaru kepastian dari beberapa emiten ini masuk ke pasar di semester II-2019,” kata Silvano dalam bincang media di Jakarta, Selasa (28/5/2019) malam.
Mereka memilih masuk setelah ada kepastian pasar. Setelah penyelenggaraan pemilihan umum, kami mendapatkan kabar terbaru kepastian dari beberapa emiten ini masuk ke pasar di semester II-2019.
Perusahaan yang siap IPO pada semester II-2019 itu bergerak di sektor konstruksi, pertambangan, makanan dan minuman, serta anak perusahaan badan usaha milik negara. Mayoritas perusahaan swasta yang akan melepas saham kepada publik cukup besar ada di atas Rp 1 triliun.
Menurut Silvano, keputusan perusahaan melakukan IPO pada semester II-2019 karena pertimbangan besaran saham yang akan dilepas kepada publik. Mereka akan membidik pasar dalam negeri, tetapi juga tidak menutup kemungkinan mendapatkan investor dari luar negeri.
Untuk mendapatkan investasi itu, mereka harus memastikan likuiditas akan masuk ketika IPO dilakukan. Mereka juga mempertimbangkan kondisi domestik yang kondusif untuk menarik investor.
”Untuk sektor swasta, mayoritas perusahaan keluarga cukup sensitif terhadap volatilitas pasar,” kata Silvano.
Selain itu, lanjut Silvano, perusahaan lebih memilih IPO pada semester II-2019 karena mereka mempunyai pilihan sumber pendanaan lain, seperti fasilitas perbankan dan arus kas internal yang sehat. Perusahaan swasta berorientasi jangka panjang sehingga tidak mudah terpengaruh riak-riak politik sesaat.
Mengutip data Otoritas Data Keuangan, pertumbuhan minat perusahaan yang sudah IPO di Indonesia pada periode 1992-2018 cukup dinamis. Sejauh ini tercatat ada 629 perusahaan melantai di bursa. Kendati terus meningkat, jumlah itu relatif lebih rendah dibandingkan Amerika, Eropa, dan Singapura.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, dalam berbagai kesempatan, menekankan pentingnya IPO untuk pendalaman pasar keuangan. Pasar modal berfungsi menyediakan pendanaan bagi pertumbuhan ekonomi sehingga kontribusinya mesti ditingkatkan.
Untuk mendorong minat perusahaan melantai di bursa, pemerintah memberikan insentif pengurangan tarif Pajak Penghasilan (PPh) dari 25 persen menjadi 20 persen untuk perusahaan yang sudah IPO.
Potongan PPh sebesar 5 persen diberikan untuk wajib pajak perusahaan terbuka yang jumlah sahamnya diperdagangkan di BEI paling sedikit 40 persen dan dimiliki 300 pemegang saham. Perusahaan yang sudah IPO juga masuk kelas elite dan berpotensi menjadi wajib pajak besar.
Selain itu, pemegang saham juga akan mendapatkan fasilitas PPh final berupa pajak transaksi saham sebesar 0,1 persen dari nilai transaksi ditambah 0,5 persen dari nilai IPO bagi pemegang saham pendiri atau 0,1 persen dari nilai transaksi bagi pemegang saham lainnya.