Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK menahan Direktur Utama PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) nonaktif Sofyan Basir, Senin (27/5/2019) malam.
Oleh
I GUSTI AGUNG BAGUS ANGGA PUTRA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK menahan Direktur Utama nonaktif PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) Sofyan Basir, Senin (27/5/2019) malam. Sofyan yang sudah ditetapkan tersangka oleh KPK dalam perkara dugaan korupsi pembangunan PLTU Riau-1, 23 April 2019, akan ditahan selama 20 hari pertama di Rumah Tahanan KPK, Jakarta.
Hal tersebut disampaikan Juru Bicara KPK Febri Diansyah, Senin malam. Sofyan ditahan setelah memenuhi panggilan pemeriksaan KPK. Ia tiba di KPK pukul 18.57 seusai menjalani pemeriksaan sebagai saksi oleh Kejaksaan Agung dalam kasus dugaan korupsi kapal pembangkit listrik.
Sofyan tak banyak bicara usai menjalani pemeriksaan selama 4,5 jam. "Mohon doanya, sudah cukup ya," ujar Sofyan sembari masuk ke mobil tahanan KPK.
Kuasa Hukum Sofyan, Soesilo Aribowo, menyayangkan terjadinya penahanan terhadap Sofyan. Menurut Soesilo, selama pemeriksaan penyidik KPK mengajukan 3-4 pertanyaan kepada Sofyan. Salah satu poin pertanyaannya adalah mengenai sembilan pertemuan Sofyan, termasuk dengan mantan Sekretaris Jenderal Partai Golkar Idrus Marham.
"Alat bukti yang diberikan tadi hanya mengenai kontrak saja. Penyidik menyodorkan barang bukti berupa kontrak itu, apakah benar itu tanda tangan Pak Sofyan," ujar Soesilo.
Soesilo belum dapat memastikan apakah Sofyan berniat mengajukan diri menjadi justice collaborator. Menurutnya, pilihan itu baru bisa diambil setelah berdiskusi dengan Sofyan.
Dalam kasus suap Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau-1, KPK telah memproses hukum lima orang. Mereka adalah mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR dari Fraksi Golkar Eni Maulani Saragih, mantan Menteri Sosial dan mantan Sekretaris Jenderal Partai Golkar Idrus Marham, pengusaha Johannes Budisutrisno Kotjo, dan pemilik PT Borneo Lumbung Energi & Metal, Samin Tan.
Sebelumnya, pada 23 April 2019 Sofyan Basir ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK atas kasus dugaan korupsi terkait kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau-1.
Ia diduga membantu Eni dan Kotjo mendapatkan kontrak kerja sama dalam proyek senilai Rp 12,8 triliun itu.
Dalam kasus ini, KPK sebenarnya mengagendakan pemeriksaan terhadap Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan, Senin. Namun, Jonan berhalangan hadir lantaran masih dinas ke luar negeri. KPK mengagendakan penjadwalan ulang pemeriksaan terhadap Jonan pada 31 Mei 2019.
Sebelum Sofyan diperiksa, KPK telah lebih dulu menggali keterangan dari Direktur Pengadaan Strategis 2 PT PLN Supangkat Iwan Santoso dan Direktur Human Capital Management (HCM) PT PLN Muhammad Ali. Keduanya memenuhi panggilan KPK, Senin siang.
Seusai pemeriksaan, Supangkat mengatakan, penyidik KPK mengajukan pertanyaan yang sama terhadap dirinya kala diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Eni Maulani Saragih.
“(Pertanyaannya) sama. Termasuk soal perencanaan PLTU Riau-1 dan pertemuan,” katanya.
Pertemuan yang dimaksud Supangkat adalah pertemuan yang dihadiri Sofyan terkait kontrak kerja sama pembangunan proyek PLTU Riau-1. Supangkat tak bersedia menceritakan secara detail pertanyaan penyidik soal pertemuan itu. Namun, ia menyebut pertemuan itu tak membahas soal fee.
“Kalau saya tidak ditanya (pertanyaan soal fee),” ujarnya.
Supangkat menambahkan, tidak ada arahan dari Sofyan untuk memenangkan perusahaan milik pengusaha Johannes Budisutrisno Kotjo guna menggarap proyek PLTU Riau-1. PLN, kata Supangkat, menerapkan mekanisme seleksi bagi perusahaan yang berminat. Oleh karena ada mekanisme itu, penunjukkan pemenang pun ada aturan mainnya. Diantaranya, harus kompetitif, memenuhi syarat-syarat, dan kecukupan, termasuk kualitas.
Beberapa menit setelah pemeriksaan Supangkat, Muhammad Ali keluar dari Gedung KPK. Ali mengatakan, dirinya diperiksa penyidik KPK terkait perannya terhadap status tersangka Sofyan Basir.
Dalam kasus ini, Direktur HCM PT PLN bertugas menyiapkan organisasi dan sumber daya manusia dari segi jumlah maupun kompetensinya apabila Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik telah selesai.