Uni Eropa Yakin Ada Jalan Tengah Soal Sawit Indonesia
Uni Eropa meyakini, perseteruan dengan Indonesia soal rencana pembatasan ekspor minyak kelapa sawit mentah (CPO) akan menemukan jalan tengah. Karena itu, Indonesia diharapkan terus fokus mengembangkan produk CPO dengan konsep berkelanjutan.
Oleh
ELSA EMIRIA LEBA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Uni Eropa meyakini, perseteruan dengan Indonesia mengenai rencana pembatasan ekspor minyak kelapa sawit mentah (CPO) akan menemukan jalan tengah. Oleh karena itu, Indonesia diharapkan terus fokus mengembangkan produk CPO dengan konsep berkelanjutan.
Kuasa Usaha Delegasi Uni Eropa (UE) untuk Indonesia Charles-Michel Geurts mengatakan, pembatasan ekspor CPO untuk bahan bakar nabati tidak serta-merta berarti UE melarang ekspor seluruh produk CPO Indonesia. Hal ini karena lebih dari setengah CPO yang dikonsumsi Eropa bukan untuk bahan bakar nabati.
”Preferensi pasar Eropa adalah menggunakan CPO yang berkelanjutan dan Indonesia ingin memproduksi produk yang serupa. Untuk itu, saya yakin bahwa jalan UE dan Indonesia akan bertemu,” kata Geurts seusai peluncuran Blue Book 2019 di Jakarta, Selasa (28/5/2019).
Ia melanjutkan, Eropa mengapresiasi komitmen Indonesia untuk menciptakan CPO yang berkelanjutan. Beberapa strategi yang telah dilakukan adalah menggunakan sertifikat ISPO, menerbitkan kebijakan moratorium perizinan kelapa sawit, dan menanam kembali pohon di lahan yang sama.
Pada 13 Maret 2019, Komisi Eropa mengumumkan penerbitan Delegated Act dari Pedoman Energi Terbarukan (RED II). RED II menyebutkan, CPO tidak lagi diakui sebagai bahan bakar nabati di Eropa. Hasil analisis menyebutkan, CPO merupakan produk nabati yang paling merusak lingkungan melalui deforestasi.
Oleh karena itu, UE akan menurunkan penyerapan CPO sebagai bahan bakar nabati pada 2024. Tinjauan kembali terhadap kelayakan produk CPO Indonesia akan kembali dilakukan pada 2021 dan 2023.
Indonesia juga dinyatakan perlu menyediakan data terbaru mengenai perkebunan kelapa sawit karena data analisis terhadap lingkungan yang digunakan UE dibuat pada 2015.
Geurts mengucapkan, UE tetap akan menggunakan minyak nabati lain sebagai bahan bakar nabati. Namun, ia tidak merinci dengan jelas mengenai minyak nabati dari tanaman apa saja yang akan digunakan untuk menggantikan CPO.
Protes keras
Indonesia memprotes keras kebijakan yang diambil UE. Indonesia dan Malaysia telah mengirim surat bersama kepada Komisi Eropa pada 8 April 2019 terkait keputusan UE. Selain itu, Indonesia juga bersiap membawa persoalan tersebut ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
”Langkah tersebut (membawa ke WTO) sudah tepat. Saya kira, kerja sama antara UE dan Indonesia tidak akan terpengaruh karena hal ini,” ucap Geurts.
Ia melanjutkan, Eropa menyadari keresahan Indonesia karena produk CPO berperan besar terhadap pertumbuhan ekonomi. Selain itu, UE merupakan satu-satunya pasar ekspor Indonesia yang menggunakan CPO untuk bahan bakar nabati.
Namun, ujarnya, UE memperkirakan tidak akan ada dampak langsung terhadap perdagangan antara UE dan Indonesia. UE dinyatakan tidak menutup pasar bagi produk-produk Indonesia.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro menambahkan, Indonesia terus akan menjalin kerja sama dalam berbagai sektor dengan UE. Beberapa sektor kerja sama yang telah dilakukan adalah lingkungan, pendidikan, dan kesehatan.