Koalisi Bersihkan Indonesia Dukung Penuntasan Korupsi Ketenagalistrikan
Koalisi Masyarakat Sipil Bersihkan Indonesia mengapresiasi langkah Komisi Pemberantasan Korupsi menahan Direktur Utama PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) nonaktif Sofyan Basir. Komisi Pemberantasan Korupsi didorong untuk menelusuri lebih jauh keterlibatan korporasi dalam kasus korupsi tersebut.
Oleh
FRANSISKUS WISNU WARDHANA DHANY
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Koalisi Masyarakat Sipil Bersihkan Indonesia mengapresiasi langkah Komisi Pemberantasan Korupsi menahan Direktur Utama PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) nonaktif Sofyan Basir. Komisi Pemberantasan Korupsi didorong untuk menelusuri lebih jauh keterlibatan korporasi dalam kasus korupsi tersebut.
Bersihkan Indonesia merupakan koalisi 36 organisasi masyarakat sipil yang bergerak di isu energi bersih dan terbarukan, tata kelola energi bersih, transisi energi, dan antikorupsi. Koalisi ini secara konsisten telah menyerukan bahwa bersihnya sektor energi merupakan kunci untuk membersihkan sistem politik.
”Penahanan ini harus menjadi langkah pertama dalam membersihkan tubuh PLN dan sektor ketenagalistrikan dari segala jenis praktik korupsi,” ucap Hendrik Siregar, perwakilan dari Auriga Nusantara di Jakarta, Rabu (29/5/2019) di Jakarta.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan Sofyan Basir terkait kasus korupsi proyek PLTU Riau-1, Senin (27/5/2019). Sofyan telah menjadi tersangka ditahan selama 20 hari ke depan di rumah tahanan KPK. Kasus ini juga menjerat mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih, pengusaha Johannes Kotjo dari Blackgold Natural Resources Limited, dan mantan Sekretaris Jenderal Partai Golkar Idrus Marham.
Sofyan diduga bersama-sama Eni dan Idrus menerima suap dari Johannes terkait kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1.
Koalisi masyarakat sipil mendukung KPK untuk membersihkan sektor ketenagalistrikan dari korupsi. Mereka berharap KPK dapat memperluas penyelidikan ke proyek-proyek PLTU lainnya dalam program listrik 35.000 megawatt.
Peneliti Indonesia Corruption Watch, Firdaus Ilyas, mengatakan, KPK harus berani membongkar modus-modus perubahan regulasi yang mengarah pada korupsi. Hal ini rentan terjadi karena tindak adanya ketidakpastian hukum dalam regulasi investasi jangka panjang dan hanya mengakomodasi kepentingan orang-orang tertentu.
”Proyek lain dalam program 35.000 megawatt patut disoroti oleh KPK. Terdapat berbagai kejanggalan dalam perencanaan dan pengadaan di program ini, khususnya terkait PLTU batubara mulut tambang seperti Riau-1. Penunjukan langsung menjadikan proyek-proyek ini rawan korupsi,” ujar Firdaus Ilyas mewakili Bersihkan Indonesia.
Perwakilan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Arip Yogiawan, menambahkan, KPK juga harus menyoroti keterlibatan korporasi dalam korupsi di sektor ketenagalistrikan.
”Perlu dilihat juga entitas yang terlibat dalam berbagai proyek PLTU di Indonesia. Ada pola yang berulang atau tidak.” ujar Arip mewakili Bersihkan Indonesia.
Berkaitan dengan itu, Arip menyarankan KPK bekerja sama dengan otoritas antikorupsi dan penegak hukum di Singapura dan China untuk mengungkap lebih jauh keterlibatan korporasi dalam proyek ketenagalistrikan.