Cendekiawan NU KH M Tolchah Hasan Dimakamkan di Ponpes Bungkuk
Menteri Agama era Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Prof Dr KH Muchammad Tolchah Hasan (83), Rabu (29/5/2019) pukul 14.10 WIB, meninggal setelah dirawat di Rumah Sakit Saiful Anwar, Malang.
Oleh
DAHLIA IRAWATI
·2 menit baca
MALANG, KOMPAS — Menteri Agama era Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Prof Dr KH Muchammad Tolchah Hasan (83), Rabu (29/5/2019) pukul 14.10 WIB, meninggal setelah dirawat di Rumah Sakit Saiful Anwar, Malang. Sejak sebulan lalu, cendekiawan Nahdlatul Ulama tersebut menderita sakit metabolik dan kanker pencernaan. Menurut rencana, jenazah akan dimakamkan di makam keluarga Pondok Pesantren Bungkuk, Singosari, Malang.
Kiai Tolchah diketahui mulai sakit sekitar sebulan lalu. Dua minggu lalu, Mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) tersebut dirawat di ICU Rumah Sakit Saiful Anwar, Malang.
”Seminggu lalu sebenarnya sudah keluar dari ICU dan dirawat di Paviliun Wijaya Kusuma RSSA (Rumah Sakit Saiful Anwar). Namun, tadi siang kondisinya drop, lalu meninggal dunia,” ujar Dr Hardadi Airlangga, menantu Tolchah Hasan.
Hardadi, yang juga Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Islam Malang (Unisma), mengatakan, Tolchah Hasan menderita sakit metabolik dan kanker pencernaan.
Seminggu lalu sebenarnya sudah keluar dari ICU dan dirawat di Paviliun Wijaya Kusuma RSSA. Namun, tadi siang kondisinya drop, lalu meninggal dunia.
Sepulang dari RSSA, jenazah Kiai Tolchah terlebih dahulu dibawa ke Unisma dan dishalatkan di Masjid Sabilillah. Selanjutnya, selepas Tarawih, jenazah akan dimakamkan di makam keluarga Ponpes Bungkuk, Singosari.
Di rumah duka Jalan Ronggolawe 22, Kelurahan Pagentan, Kecamatan Singosari, sejumlah anggota Banser telah berjaga-jaga di lokasi. Sebuah bendera dukacita warna putih sudah dipasang di pagar masuk rumah. Menurut rencana, akan segera dipasang tenda yang saat ini masih dalam perjalanan.
Pemberdaya
Sosok Kiai Tolchah dikenal dengan karya-karyanya di bidang pendidikan. Ia pernah menjabat Rektor Unisma dan pengembang Masjid Sabilillah di Malang. Beliau adalah sosok yang mengajarkan bahwa masjid tidak hanya menjadi tempat ibadah, tetapi juga bisa menjadi tempat pemberdayaan masyarakat dan sumber daya manusia.
Mustasyar PBNU itu juga dikenal di dalam dan luar negeri melalui pemikiran-pemikirannya yang dituangkan dalam bentuk buku. Salah satu buku terkenalnya berjudul Ahlussunnah wal Jamaah Dalam Tradisi dan Persepsi NU. Buku tersebut tidak hanya mengupas tentang akidah Islam, tetapi juga tradisi, budaya, kebangsaan, dan kenegaraan.
”Sebelum beliau masuk ICU, saya sempat berbicara dengan beliau. Beliau mengatakan bahwa yang membuatnya bertahan adalah karena Sabilillah dan Unisma. Beliau sangat peduli dengan pendidikan,” kata Wakil Rektor 2 Unisma Nursodiq Askandar.
Rektor Unisma Prof Dr Masykuri melihat sosok Tolchah sebagai cendekiawan sekaligus pemimpin yang mampu memberikan solusi atas berbagai persoalan. ”Beliau itu sosok arif, bijak, dan peneduh. Bangsa ini lagi-lagi kehilangan salah satu tokoh besar pengusung toleransi,” katanya. (DEFRI WERDIONO)