Gereja di NTT Diajak Terlibat Menyejahterakan Masyarakat
Lembaga gereja di Nusa Tenggara Timur diajak terlibat aktif menyejahterakan masyarakat setempat. Gereja tidak hanya mengurus persoalan rohani, tetapi masalah jasmani pun menjadi bagian dari tanggung jawab gereja, selain pemerintah. NTT memiliki sumber daya alam yang tidak kalah dari daerah lain, tetapi perlu motivator yang menggerakkan masyarakat untuk mengelola.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·3 menit baca
KUPANG, KOMPAS — Lembaga gereja di Nusa Tenggara Timur diajak terlibat aktif menyejahterakan masyarakat setempat. Gereja tidak hanya mengurus persoalan rohani, tetapi masalah jasmani pun menjadi bagian dari tanggung jawab gereja, selain pemerintah. NTT memiliki sumber daya alam yang tidak kalah dari daerah lain, tetapi perlu motivator yang menggerakkan masyarakat untuk mengelola.
Gubernur Nusa Tenggara Timur Viktor Laiskodat ketika menerima pengurus Majelis Pekerja Harian Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) pusat dan pengurus wilayah NTT masa bakti 2019-2024 di Kupang, Rabu (29/5/2019), mengatakan, gereja Kristen sudah ratusan tahun silam hadir di NTT. Sejak gereja hadir, masalah kemiskinan sudah mendera masyarakat daerah ini. Masalah ini tidak pernah selesai diatasi sampai hari ini. Status miskin bukan sebuah kebenaran, melainkan kegagalan membangun dunia.
”Orang miskin itu juga masalah kemanusiaan. Gereja perlu mengambil bagian dalam mengatasi masalah ini. Kesejahteraan masyarakat juga menyangkut keselamatan hidup di dunia dan di akhirat. Gereja tidak hanya bicara masalah rohani, tetapi juga bagaimana gereja mengajak masyarakat bekerja, meningkatkan taraf hidup sehari-hari,” kata Laiskodat.
Sekitar 1,8 juta penduduk dari total 5,2 juta penduduk di NTT hidup di bawah garis kemiskinan. Provinsi ini menempati urutan ketiga nasional sebagai daerah termiskin setelah Papua, Papua Barat, NTT, dan Maluku.
Orang miskin itu juga masalah kemanusiaan. Gereja perlu mengambil bagian dalam mengatasi masalah ini. Kesejahteraan masyarakat juga menyangkut keselamatan hidup di dunia dan di akhirat. Gereja tidak hanya bicara masalah rohani, tetapi juga bagaimana gereja mengajak masyarakat bekerja, meningkatkan taraf hidup sehari-hari.
Daerah ini sebenarnya tidak menyandang status miskin jika semua potensi dan kekuatan yang ada terlibat sesuai tugas dan fungsi masing-masing.
Para petani, nelayan, peternak, dan perajin (petenun) sudah memproduksi hasil kerja. Hasil produksi ini sulit dipasarkan. Banyak yang menjual dengan murah kepada tengkulak dan pengumpul. Bahkan ada pula hasil pertanian mereka yang tidak sempat dipasarkan sama sekali.
Sumber daya alam NTT cukup tersedia, tetapi banyak pengambil kebijakan, termasuk lembaga gereja, lebih banyak duduk di kantor, tidak turun langsung ke lapangan. Melihat kondisi hidup masyarakat secara langsung, di situ pikiran dan perasaan mulai tergugah untuk segera bertindak membantu mereka.
Tokoh sebagai motivator
NTT butuh tokoh yang tampil sebagai motivator, apalagi tokoh gereja. Jika gereja terlibat langsung mendorong masyarakat bekerja dan berjuang memperbaiki taraf hidup, itu jauh lebih berhasil.
Apabila perlu, para tokoh gereja terjun langsung di lapangan, mengajak masyarakat bekerja, entah sebagai petani, nelayan, pedagang, peternak, atau perajin. Keterlibatan gereja harus lebih konkret, tidak hanya teologis di mimbar atau podium.
Ketua PGI Wilayah NTT Pdt Mery Kolimon mengingatkan Pemerintah Provinsi NTT agar menjaga keseimbangan ekosistem di setiap destinasi wisata unggulan di NTT.
Banyak pengunjung cenderung merusak tatanan ekosistem di setiap obyek wisata itu. Obyek wisata Kalaba Maja di Sabu Raijua, misalnya, memiliki batu-batu berlumut yang sangat sensitif. Jika digosok atau digaruk, warna-warni dari lumut yang menghiasi batu-batu itu menjadi luntur atau hancur.
Semua obyek wisata di NTT tidak untuk kelompok masyarakat atau generasi tertentu, tetapi harus berkesinambungan untuk semua generasi di NTT. Generasi sekarang perlu merawat dan menjaga semua aset alam di daerah ini.