Di tengah meruncingnya perselisihan Amerika Serikat dan Iran, Israel justru memilih berdiam diri. Sikap Israel menimbulkan pertanyaan karena selama ini dikenal vokal mengkritik Iran.
Oleh
ELSA EMIRIA LEBA
·4 menit baca
JERUSALEM, RABU — Di tengah meruncingnya perselisihan Amerika Serikat dan Iran, Israel justru memilih berdiam diri. Sikap Israel menimbulkan pertanyaan karena selama ini dikenal vokal mengkritik Iran.
Selama bertahun-tahun, hubungan antara Israel dan Iran renggang. Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu kerap menyoroti kebijakan Iran dan mendukung Amerika Serikat (AS) untuk memberikan sanksi ekonomi kepada Iran. Namun, ia kini bungkam.
”Dalam perkembangan terakhir, Israel memilih diam. Alasannya adalah Israel tidak berkepentingan untuk memimpin,” kata Peneliti Senior Institute for National Security Studies, Tel Aviv, Yoel Guzansky, yang juga mantan analis Perdana Menteri, Rabu (29/5/2019).
Pernyataan itu terkait dengan perseteruan AS-Iran yang memanas sejak AS menambah kekuatan militer di kawasan Teluk Persia. AS mengerahkan kapal induk USS Abraham Lincoln dan USS Arlington, pesawat pengebom B-52, serta sistem antirudal Patriot.
Presiden AS Donald Trump kembali melontarkan ancaman kepada Iran. Sikap keras ini bagian dari tekanan AS agar Iran menghentikan program pengembangan nuklirnya. Kendati demikian, Iran meyakini, perang AS-Iran tidak akan terjadi.
Melalui cuitan di Twitter, Trump menyatakan agar Iran tidak lagi menggertak AS. ”Jika Iran ingin bertarung, ini akan menjadi akhir resmi Iran. Jangan pernah mengancam AS lagi!” kata Trump, Minggu (19/5/2019).
Iran tidak tinggal diam. Setelah mengancam jalur perdagangan minyak dunia di Selat Hormuz, Iran menyatakan tidak gentar dengan tindakan AS dan mengancam melanjutkan pengembangan senjata nuklir. Presiden Iran Hassan Rouhani mengajak faksi-faksi politik bersatu menghadapi AS.
Terkait semakin memanasnya hubungan AS-Iran itu, keputusan Israel untuk diam sangat kontras dengan rekam jejak yang ada. Netanyahu masih mempertegas posisi Israel untuk menentang program nuklir Iran dalam pidato terakhir.
Israel juga pernah mempertimbangkan menyerang instalasi nuklir Iran meskipun sulit dilakukan. Israel mendukung AS ketika ”Negeri Paman Sam” itu menarik diri dari kesepakatan nuklir (JCPOA) pada 2018.
Israel bahkan mengakui melancarkan serangan ratusan serangan udara ke Iran dan kelompok Hezbollah di Suriah beberapa tahun terakhir. Untuk itu, sikap diam Israel terlihat sebagai upaya mengelak dari perseteruan AS-Iran.
Israel berada dalam posisi dilematis. Israel secara umum menyambut baik tekanan Washington terhadap Teheran. Akan tetapi, negara tersebut tidak ingin terlihat mendorong AS melakukan konfrontasi militer.
Guzansky menambahkan, Israel harus berhati-hati jika terlihat jelas mendorong AS menyerang Iran. Netanyahu pernah berbicara di depan Kongres AS bahwa invasi ke Irak akan membawa keuntungan di kawasan pada 2002.
”Israel tidak bisa mengambil risiko sebagai pendorong konfrontasi AS-Iran, yang dapat mengancam nyawa warga AS. Harga dari opini publik AS dan pemimpin dunia terlalu tinggi,” ujarnya.
Di sisi lain, Israel juga khawatir akan terjerumus dalam perseteruan AS-Iran. Ada potensi Israel bisa saja diserang loyalis Iran yang kuat, kelompok Hezbollah di Lebanon.
Israel juga khawatir akan terjerumus dalam perseteruan AS-Iran. Ada potensi Israel bisa saja diserang loyalis Iran yang kuat, kelompok Hezbollah di Lebanon.
Pejabat Israel untuk sementara yakin perang dengan Iran tidak akan terjadi dalam waktu dekat. Mereka justru percaya, ancaman langsung terbesar saat ini adalah Iran melancarkan serangan melalui Hezbollah di Jalur Gaza sebagai pembalasan atas serangan AS.
Mantan Penasihat Keamanan Nasional Perdana Menteri Israel Yaakov Amidror mengatakan, Hezbollah akan menjadi tantangan terbesar Israel. Hezbollah pernah melawan Israel pada 2006. Sejak saat itu, kelompok ini telah mendapatkan pengetahuan, pengalaman, dan aset bertarung yang bermanfaat.
”Israel harus berhadapan dengan 130.000 roket dan misil. Israel akan berada pada jalur tembakan langsung, ini akan menjadi perang yang menghancurkan,” kata Amidror.
Terus memantau
Meskipun skenario tersebut masih belum terjadi, pejabat Israel mengatakan, Israel dengan cermat terus memantau Hezbollah dan kelompok militer lainnya selama bertahun-tahun. Suasana di permukaan saat ini dinyatakan tidak ada yang berubah dengan signifikan.
”Kami awasi. Kami tidak berupaya untuk menambah kericuhan,” ujar seorang pejabat militer Israel yang menolak menyebutkan nama.
Menteri Kabinet Israel Tzachi Hanegbi memperkirakan, ada dua jalan keluar dari krisis AS-Iran. Kedua jalan keluar tersebut diyakini berdampak positif bagi Israel. Pertama, Iran akan menaati tuntutan AS untuk bernegosiasi dan membuat perjanjian baru. Kedua, konflik akan terjadi.
”Saya tidak yakin Iran atau Amerika akan mencari konflik. Walaupun ada, Iran tidak akan menang melawan negara superpower seperti AS,” ucap Hanegbi. (AP)