Polri menelusuri jejaring teroris yang diperkirakan masih ada di sekitar Jakarta. Pada saat yang sama, Polri dan TNI mengantisipasi potensi serangan teroris saat penetapan hasil Pemilu 2019.
Oleh
M Ikhsan Mahar
·3 menit baca
Polri menelusuri jejaring teroris yang diperkirakan masih ada di sekitar Jakarta. Pada saat yang sama, Polri dan TNI mengantisipasi potensi serangan teroris saat penetapan hasil Pemilu 2019.
JAKARTA, KOMPAS — Tim Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri terus menelusuri dan menindak secara hukum jaringan kelompok teroris Jamaah Ansharut Daulah di seluruh Indonesia. Polri dan TNI menyiapkan berbagai langkah guna mengantisipasi ancaman serangan teror saat penetapan hasil Pemilu 2019 pada 22 Mei mendatang,
Pada Sabtu (18/5/2019), tim Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri meledakkan enam bom rakitan yang dibuat tersangka teroris Endang alias Abu Rafi alias Pak Jenggot di wilayah Pakansari, Cibinong, Jawa Barat. Keenam bom itu diduga akan dipakai untuk menyerang aparat dan peserta aksi massa di depan Kantor Komisi Pemilihan Umum di Jakarta. Endang ditangkap di sekitar rumahnya di Cibinong, Bogor, Jumat (17/5/2019).
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal (Pol) Dedi Prasetyo, Minggu, di Jakarta, mengatakan, penangkapan Endang didasari keterangan dari tersangka teroris TH yang ditangkap pada 13 April di Pemalang, Jawa Tengah. Dari keterangan TH, masih ada anggota kelompok Abu Hamzah di Bogor. Adapun Abu Hamzah merupakan tersangka teroris yang ditangkap di Sibolga, Sumatera Utara, Maret lalu. Endang dan TH, lanjut Dedi, merupakan warga negara Indonesia yang dideportasi otoritas Turki ketika hendak menuju Suriah. Endang mampu merakit bom.
”Kemampuan Endang merakit bom jauh lebih tinggi dibandingkan amir (pemimpin) kelompok JAD (Jamaah Ansharut Daulah) Bekasi, yaitu EY. Ia punya laboratorium bom yang dapat membuat bom berdaya ledak tinggi,” ujar Dedi.
Menurut Dedi, aksi teror yang telah disiapkan pada 22 Mei ialah bom bunuh diri, bom yang diletakkan di suatu tempat, serta serangan menggunakan senjata tajam. Secara khusus, untuk melakukan aksi teror 22 Mei, Endang sudah mengikuti latihan paramiliter di Gunung Ciremai, Jawa Barat.
Pengamat terorisme Al Chaidar mengingatkan, anggota Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS) yang dideportasi ataupun yang kembali ke Indonesia harus diamati dengan baik karena mereka punya militansi tinggi. Di sisi lain, para simpatisan NIIS di Indonesia juga merencanakan aksi teror untuk merespons perkembangan terkini kelompok itu di dunia internasional. Aksi teror di Indonesia, lanjutnya, bisa jadi bukti NIIS belum habis.
Strategi pengamanan
Dedi juga menuturkan, pasukan Tentara Nasional Indonesia dan Polri yang berjaga di KPU pada 22 Mei nanti tidak dibekali senjata api dan peluru tajam. Aparat keamanan hanya dilengkapi tameng, gas air mata, dan meriam air.
”Apabila pada 22 Mei ada yang menggunakan peluru tajam, patut diduga itu adalah serangan teror,” kata Dedi.
Menurut Dedi, konsep pengamanan itu merupakan instruksi pimpinan TNI-Polri. Selain yang berjaga di KPU, TNI-Polri juga menyiapkan tim yang akan bersiaga ketika situasi tidak kondusif. Instruksi untuk tim itu hanya dimiliki oleh Kepala Kepolisian Daerah Metro Jaya dan Panglima Kodam Jaya.