JAKARTA, KOMPAS— Kepolisian Negara RI menelusuri hubungan di antara empat kelompok yang diduga berencana menimbulkan kerusuhan pada unjuk rasa terkait hasil Pemilu 2019 di Jakarta, 21-22 Mei. Penelusuran dilakukan guna mengungkap kasus tersebut secara tuntas hingga ke dalangnya.
Terkait hal itu, Kepala Polri Jenderal (Pol) Tito Karnavian menegaskan, penangkapan ratusan orang, termasuk enam tersangka perencana pembunuhan terhadap empat pejabat negara, telah melalui proses hukum. Karena itu, Polri siap membuktikannya melalui mekanisme hukum.
”Kami sedang bekerja untuk menelusuri apakah ada hubungan antara satu kelompok dan kelompok lain yang sudah kami tangkap,” kata Tito, Selasa (28/5/2019), di Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, Jakarta.
Sebelumnya, Polri menangkap empat kelompok yang diduga terkait kerusuhan 21-22 Mei. Kelompok pertama, enam tersangka yang diduga merencanakan pembunuhan terhadap empat pejabat negara dan satu pemimpin lembaga survei. Empat orang diduga bakal jadi eksekutor, sedangkan dua tersangka lain menjual senjata kepada empat eksekutor itu.
Tiga kelompok lainnya ialah 442 perusuh yang sudah dijadikan tersangka; sekitar 30 anggota kelompok teroris yang telah ditangkap sebulan terakhir ini; serta 3 orang yang diduga terlibat penyelundupan senjata api asal Aceh.
Selain itu, Polri menetapkan dua tersangka perkara dugaan makar, yakni Eggi Sudjana dan Mayor Jenderal (Purn) Kivlan Zen. Kivlan dijadwalkan menjalani pemeriksaan sebagai tersangka di Badan Reserse Kriminal Polri, Jakarta, Rabu ini.
Saat menyambangi kantor Kemenko Polhukam, Ketua Gerakan Suluh Kebangsaan Mahfud MD menyatakan dukungannya terhadap Polri untuk mengungkap semua pelaku yang merencanakan kerusuhan pada unjuk rasa pekan lalu. ”Kami dukung TNI-Polri menjaga keamanan dan ketertiban untuk keselamatan masyarakat. Keselamatan bangsa dan negara harus didahulukan dalam menyelesaikan masalah,” katanya.
Empat pejabat
Tito juga mengungkapkan, empat pejabat yang menjadi target pembunuhan adalah Menko Polhukam Wiranto, Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan, Kepala Badan Intelijen Negara Budi Gunawan, dan Staf Khusus Presiden Bidang Intelijen dan Keamanan Gories Mere.
Terkait terungkapnya rencana pembunuhan itu, pengamanan terhadap pejabat yang menjadi target pembunuhan diperketat. Jumlah pengawal mereka ditambah.
Penambahan pengawalan juga diterima Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko. ”Karena banyak yang mengingatkan, jadi pengamanan lebih. Tadinya saya abai soal seperti itu karena risiko tugas,” ujar Moeldoko.
Penyebar hoaks ditangkap
Dalam sepekan terakhir, Polri menangkap 10 tersangka penyebar hoaks dan ujaran kebencian di media sosial. Menurut Wiranto, seusai unjuk rasa, muncul upaya membangun opini publik untuk menyudutkan dan menuduh aparat keamanan bertindak sewenang-wenang ketika mengamankan aksi massa.
Padahal, menurut Wiranto, petugas bertindak defensif dalam menghadapi perusuh. Tim pencari fakta Polri juga telah bekerja untuk menelusuri dugaan adanya anggota Polri yang bertindak tidak sesuai dengan prosedur.
Sementara itu, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) membentuk tim investigasi kerusuhan 21-22 Mei 2019. Komnas HAM tak bergabung dengan tim investigasi Polri.
Komisioner Komnas, HAM Choirul Anam, mengatakan, tim yang dibentuk Komnas HAM akan melibatkan tokoh-tokoh masyarakat yang memiliki keahlian dan pengalaman terkait hal ini. Tim berupaya menyelidiki secara komprehensif peristiwa itu dengan menggunakan prinsip-prinsip HAM.
”Kalau banyak tim yang terbentuk dan masing-masing berdiri sendiri, hal itu malah bagus. Jadi, kita mempunyai banyak sudut pandang tentang peristiwa 21-22 Mei,” ujar Choirul.