Di tengah ketegangan Iran-AS, Arab Saudi—mitra dekat AS—menggelar tiga konferensi dengan agenda utama membahas ancaman Iran.
KAIRO, KOMPAS— Arab Saudi pekan ini menggelar tiga perhelatan besar, yakni konferensi Rabithah Dunia Islam, Konferensi Tingkat Tinggi Liga Arab, dan KTT Dewan Kerja Sama Teluk (GCC) di kota Mekkah. Tiga acara itu berlangsung di tengah ketegangan AS-Iran di Teluk Persia saat ini.
Konferensi Rabithah Dunia Islam berlangsung dua hari, dibuka Senin (27/5/2019) dan berakhir Selasa. Setelah itu, KTT Liga Arab dan KTT GCC digelar Kamis besok.
Menjelang KTT Liga Arab dan KTT GCC, pesawat keemiran Qatar diberitakan mendarat di Bandar Udara Internasional Jeddah, Selasa. Pesawat keemiran Qatar itu membawa para diplomat Qatar dan merupakan pesawat Qatar yang pertama kali mendarat di wilayah Arab Saudi sejak blokade atas Qatar, Juni 2017. Namun, hingga berita ini ditulis, belum ada konfirmasi apakah Emir Qatar Sheikh Tamim bin Hamad al-Thani akan menghadiri dua KTT itu untuk memenuhi undangan Raja Salman bin Abdulaziz al-Saud.
Arab Saudi melalui tiga konferensi tersebut ingin membangun solidaritas dunia Islam melawan segala bentuk radikalisme dan aksi terorisme, dari mana pun datangnya. Seperti dimaklumi, Arab Saudi telah menetapkan Hezbollah di Lebanon dan kelompok Houthi di Yaman—keduanya loyalis Iran—sebagai organisasi teroris. AS pada awal April lalu juga telah menetapkan Garda Revolusi Iran sebagai organisasi teroris.
Media massa loyalis Arab Saudi dan sekutunya, seperti Bahrain dan Uni Emirat Arab (UEA), selama ini selalu menggambarkan kelompok Hezbollah, Houthi, dan Garda Revolusi Iran sebagai kelompok radikal yang mengancam keamanan dan stabilitas kawasan.
Tiga konferensi itu digelar di tengah posisi Arab Saudi yang kerap mendapat serangan pesawat tanpa awak milik Houthi. Pesawat nirawak itu semakin gencar menyerang berbagai sasaran di Arab Saudi. Pekan lalu, pesawat nirawak Houthi sedikitnya dua kali menyerang pangkalan udara militer Arab Saudi di Provinsi Najran, dekat dengan perbatasan Yaman.
Sebelumnya pada 14 Mei, Houthi juga melancarkan serangan dengan pesawat nirawak atas dua stasiun pompa minyak pada pipa bagian timur-barat milik perusahaan minyak Arab Saudi, Aramco.
Pengamat Arab Saudi, Sultan al-Bazaie, dalam artikelnya di harian Al Hayat, Selasa, menyebut bahwa ancaman Iran dan loyalisnya akan menjadi agenda utama tiga konferensi itu.Ia menulis, Arab Saudi dengan tiga konferensi itu ingin menunjukkan bisa dengan mudah membangun solidaritas dan koalisi menghadapi musuh-musuhnya.
Lampaui garis merah
Bazaie memberi contoh, Arab Saudi dengan mudah dan cepat membangun solidaritas dan koalisi menjelang perang Kuwait tahun 1990 melalui KTT Liga Arab di Kairo dan menjelang perang Yaman tahun 2015 lewat KTT Liga Arab di Sharm el-Sheikh, Mesir. Dikatakan, Iran telah melampaui garis merah dengan melakukan provokasi melalui loyalisnya, seperti yang dilakukan Houthi.
Pengamat Arab Saudi lainnya, Khaled bin Naif al-Habbas, juga membangun narasi tentang pentingnya tiga konferensi itu untuk membangun solidaritas dalam menghadapi loyalis Iran yang semakin mengancam keamanan negara dan penduduk Arab Saudi. Ia menyebut, Iran dan loyalisnya telah berandil besar menciptakan situasi tegang dan tidak stabil di kawasan ini.
Habbas menambahkan, dunia Arab bukan penyeru perang dan tidak ingin perang karena kawasan ini sudah menderita akibat perang terus-menerus, tetapi Iran dan loyalisnya berjalan sebaliknya dengan menggiring kawasan ini ke arah meletusnya perang besar.