Taiwan Berlatih Hadapi Serangan
Di tengah meningkatnya ancaman dari China, Taiwan menggelar latihan tempur tahunan dengan mengerahkan senjata dan alat-alat tempur yang mayoritas buatan Amerika Serikat.
CHANGHUA, SELASA— Latihan tempur itu digelar di jalan raya di Changhua, wilayah selatan Taiwan, Selasa (28/5/2019), dan dipimpin langsung Presiden Taiwan Tsai Ing-wen. Lokasi tersebut tidak jauh dari salah satu pangkalan udara utama di Taichung.
”Keamanan nasional kami menghadapi berbagai tantangan,” ujar Tsai. ”Baik itu latihan jarak jauh Tentara Pembebasan Rakyat China maupun pesawat tempur China yang mengelilingi Taiwan telah memberikan ancaman pada perdamaian dan stabilitas regional.”
”Kami harus menjaga kewaspadaan tingkat tinggi,” tambah Tsai.
Latihan perang itu melibatkan 1.600 tentara, sejumlah kendaraan, dan pesawat tempur dalam simulasi menghadapi serangan China pada pangkalan udara di Taiwan. Pada Senin (27/5/2019), jalan-jalan menjadi sepi, sirene terdengar meraung-raung, warga mendapat pesan singkat tentang ancaman serangan China. Sementara pihak berwenang menggelar uji coba rudal di bagian selatan Taiwan.
Keesokan harinya, pesawat tempur angkatan udara Taiwan berlatih mendarat di jalan raya yang ditutup untuk lalu lintas. Hal itu dilakukan sebagai simulasi menangkal penyerangan bandar udara oleh China. Skenario tersebut merupakan satu dari beberapa skenario tempur lainnya.
Tiga pesawat jet tempur dan pesawat pemberi sistem peringatan dini serangan berlatih mengisi bahan bakar dan memuat rudal serta amunisi lainnya sebelum terbang kembali.
Pesawat tempur yang dikerahkan dalam latihan tersebut termasuk jet tempur F-16 buatan Amerika Serikat, Mirage 2000 buatan Perancis, pesawat tempur IDF produksi Taiwan, serta pesawat E-2K untuk peringatan dini serangan udara produksi AS.
Latihan tempur itu merupakan kesempatan pertama F-16 terbaru versi ”V” yang dipakai dalam latihan. F-16 versi ”V” itu memiliki radar dan kemampuan tempur yang lebih baik dari versi sebelumnya.
Angkatan udara Taiwan menghabiskan 4,21 juta dollar AS untuk meningkatkan spesifikasi 144 unit F-16A/Bs menjadi F-16V yang dilakukan dalam proyek ”Phoenix Raising”.
Selama ini, Taiwan hidup di bawah ancaman serangan Beijing yang memandang Taiwan sebagai bagian dari wilayahnya. Beijing diyakini tidak akan ragu untuk merebut Taiwan dengan paksa jika diperlukan.
Taktik asimetris
Kekuatan tempur dan jumlah pasukan Taiwan jelas sangat jauh berbeda dengan angkatan bersenjata China yang digdaya. Akan tetapi, Taiwan mengembangkan taktik asimetris yang baik untuk bertahan selama mungkin yang menyebabkan setiap serangan akan sangat merugikan China.
”Hanya ada beberapa basis militer yang akan menjadi target utama dalam sebuah serangan. Latihan di jalan raya ini sangat penting karena jalur jalan raya akan menjadi pilihan prioritas kalau landasan pacu hancur selama perang,” kata Kolonel Shu Kuo-mato dari angkatan udara Taiwan.
Secara umum, Taiwan sangat bergantung pada peralatan tempur dan senjata dari AS dan telah meminta untuk membeli F-16V dan tank M1. Penjualan senjata dan peralatan militer dari AS ke Taiwan menjadi duri dalam hubungan China-AS. Berulang kali Beijing memprotes Washington yang dinilainya melanggar komitmen yang disepakati.
Di bawah pemerintahan Presiden Donald Trump, kerja sama pertahanan antara AS dan Taiwan meningkat. Baru-baru ini, Sekretaris Jenderal Dewan Keamanan Nasional Taiwan David Lee bertemu dengan Penasihat Keamanan Nasional AS John Bolton. Hal ini menuai protes dari China.
Pertemuan pimpinan penasihat keamanan itu merupakan yang pertama kali sejak putusnya hubungan diplomatik formal AS-Taiwan pada 1979.
Meski tidak ada informasi detail soal pertemuan itu, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Lu Kang mengatakan bahwa China mengekspresikan ”kekecewaan yang besar dan menentang keras pertemuan itu”. ”Kami jelas menentang kerja sama dalam bentuk apa pun antara pemerintah AS dan Taiwan,” kata Lu.
Meningkat signifikan
Tekanan militer dan diplomasi China terhadap Taiwan telah meningkat signifikan sejak terpilihnya Presiden Tsai tahun 2016. Tsai menolak anggapan bahwa Taiwan adalah bagian dari ”Satu China”.
Bagi 23 juta warga Taiwan, latihan perang tersebut menjadi pengingat adanya ancaman riil dari China yang sewaktu-waktu bisa terjadi. Ketika meninjau langsung latihan perang itu, Tsai menyampaikan bahwa kekuatan patroli angkatan laut dan udara China baru-baru ini benar-benar menggetarkan. Hal itu menjadi ancaman bagi perdamaian dan stabilitas regional.
Manuver China di Taiwan itu terjadi setelah AS, Jepang, Korea Selatan, dan Australia memulai operasi ”Pacific Vanguard” dekat Guam yang diikuti lebih dari 3.000 personel angkatan laut dari empat negara itu. Beijing juga marah terhadap menghangatnya hubungan Taipei dan Washington sejak Tsai terpilih menjadi presiden.
Minggu lalu, China mengajukan protes keras kepada Washington menyusul adanya dua kapal perang AS yang berlayar di Selat Taiwan.
(AP/AFP/ADH)