Gajah Betina Soliter Ditemukan Mati di Taman Nasional Tesso Nilo
Seekor gajah betina dewasa soliter tewas di Taman Nasional Teso Nilo, Kabupaten Pelalawan, Riau, pada Rabu (29/5/2019). Kematian gajah yang diperkirakan berumur 15 tahun itu, merupakan yang pertama sejak tahun 2018. Penyebab kematian masih diselidiki.
Oleh
SYAHNAN RANGKUTI
·3 menit baca
PEKANBARU, KOMPAS – Seekor gajah betina dewasa soliter ditemukan mati di Taman Nasional Teso Nilo, Kabupaten Pelalawan, Riau, pada Rabu (29/5/2019). Kematian gajah yang diperkirakan berumur 15 tahun itu, merupakan yang pertama sejak tahun 2018. Penyebab kematian masih diselidiki.
“Kalau dilihat dari lokasi di sekeliling penemuan gajah, tidak ada tanda-tanda keracunan. Di bagian paha atas kaki belakangnya, ada luka yang kondisi sangat buruk. Kemungkinan besar gajah ini infeksi parah yang menyebabkan kematian. Namun, kami belum dapat menyimpulkannya, karena masih menunggu hasil nekropsi (otopsi) tim dokter hewan,” kata Kepala Balai Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) Halasan Tulus Hutahuruk, yang dihubungi Rabu malam.
Menurut Hutahuruk, lokasi penemuan bangkai gajah itu di Desa Setugal, Kecamatan Langgam, Pelalawan. Perjalanan ke lokasi memakan waktu tempuh sekitar dua jam dari Kantor Balai TNTN di Pangkalan Kerinci, atau tiga jam lebih dari Kota Pekanbaru.
Hutahuruk juga belum dapat memastikan penyebab luka pada tubuh gajah itu. Dari pengamatan sekilas, luka itu kemungkinan disebabkan perkelahian atau serangan gajah lain.
“Kami menerima laporan dari warga ada gajah yang berkeliaran di dekat kebun. Katanya, gajah itu tidak mau bergerak jauh meski sudah diusir. Ketika tim datang, kami menemukannya sudah mati,” kata Hutahuruk.
Secara terpisah, Ketua Yayasan TNTN Yuliantoni menambahkan, terdapat kejanggalan lain dari gajah tersebut. Gajah itu hidup sendirian atau soliter yang terpisah dari kelompoknya. Tim Yayasan TNTN dan Balai TNTN sudah mendeteksi keberadaan gajah itu sejak enam bulan lalu tapi kesulitan untuk mendekatinya.
“Kami sudah melacaknya selama setengah tahun tapi tidak pernah bertemu. Kami hanya dapat melihat kotorannya dan jejak kakinya saja,” kata Yuliantoni.
Yuliantoni menambahkan, di alam liar, sangat jarang ditemukan gajah betina soliter. Gajah soliter umumnya jantan remaja yang diusir jantan dominan dari kelompoknya. Gajah soliter biasanya mengembara sendirian sampai memiliki kekuatan sendiri untuk melawan gajah dominan dan membentuk kelompok sendiri.
“Kami hanya dapat menduga kenapa gajah betina itu soliter. Kemungkinan ada perkelahian atau serangan gajah jantan menggunakan gading. Namun, luka itu bisa saja karena tusukan benda tajam. Dia kemudian terusir atau terpisah dari kelompok,” kata Yuliantoni.
Yuliantoni menambahkan, lokasi penemuan gajah itu berupa hutan semak belukar yang tidak memiliki pepohonan besar. Di lingkungan itu terdapat cukup banyak tumbuhan pakan gajah untuk menopang kehidupan beberapa ekor gajah.
“Kalau gajah sehat, dia pasti masih bisa memakan tanaman di lokasi hutan itu. Namun, karena sakit, dia tidak bisa makan dan kemudian mati,” kata Yuliantoni.
TNTN merupakan kantong gajah terbesar di Riau. Diperkirakan satwa raksasa darat itu berjumlah lebih dari 150 ekor. Terdapat tiga sampai empat kelompok gajah yang menempati beberapa koridor ekosistem TNTN. Gajah-gajah itu terus bergerak di sepanjang jalur jelajahnya.
Di koridor utara, terdapat kelompok paling besar yang jumlahnya mencapai 58 ekor. Di bagian selatan, diperkirakan mencapai 40 ekor. Sisanya berada dalam satu atau dua kelompok lain. Bahkan, menurut Yuliantoni, timnya pernah melihat satu kelompok besar gajah yang mencapai 90 ekor dalam satu lokasi.
“Yang menggembirakan, kami melihat ada penambahan populasi gajah di TNTN. Kami merekam setidaknya ada 11 anak gajah yang mengikuti rombongan. Kalau ada satu gajah yang mati dalam 1,5 tahun ini tapi yang lahir 11, berarti ada penambahan 10 ekor,” tambah Hutahuruk.
Kabar penambahan populasi gajah menjadi kabar baik TNTN ditengah kisah suramnya selama 10 tahun terakhir. TNTN merupakan salah satu hutan konservasi gajah Riau yang dirambah secara besar-besaran. Dari total areal TNTN seluas 83 ribu hektar, sekarang diperkirakan yang tersisi tinggal 15.000 hektar lagi.
Hampir seluruh kawasan perambahan di TNTN telah menjadi kebun kelapa sawit. Jalur jalan di TNTN sudah terbuka dan terangkai seperti jejaring laba-laba. Setiap hari ratusan ton kelapa sawit keluar dari areal TNTN menuju beberapa pabrik di Pelalawan.