Tiket Pesawat Mahal, Okupansi Hotel Berharap pada Trans-Jawa
Pengelola hotel di DI Yogyakarta mengharapkan adanya limpahan wisatawan yang mudik menggunakan kendaraan pribadi dengan beroperasinya Tol Trans-Jawa di tengah mahalnya harga tiket pesawat.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·3 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Tingginya harga tiket pesawat diharapkan tidak memengaruhi tingkat okupansi hotel di Daerah Istimewa Yogyakarta selama masa mudik Lebaran ini. Pengelola hotel masih mengharapkan adanya limpahan wisatawan yang mudik menggunakan kendaraan pribadi dengan beroperasinya Tol Trans-Jawa.
”Tiket pesawat yang mahal tidak berpengaruh pada tingkat hunian hotel karena orang punya pilihan naik kendaraan pribadi. Secara personal, orang datang berlibur selama Lebaran ini punya pilihan tersebut,” kata Ketua Dewan Pimpinan Daerah Indonesian Hotel General Manager Association Daerah Istimewa Yogyakarta (DPD IHGMA DIY) Herriyadi Baiin saat dihubungi, Kamis (30/5/2019).
Herriyadi menyampaikan, puncak penuhnya kamar hotel itu diperkirakan bakal terjadi pada 5-7 Mei 2019. Tingkat pemesanan kamar hotel menuju hari raya Lebaran ini memang sempat bergerak lambat. Namun, semakin mendekati Lebaran, ada optimisme kamar-kamar hotel bisa segera penuh dengan meningkatnya pergerakan pemesanan hotel.
”Pada pertengahan Mei, dalam satu hari, pemesanan kamar hotel sempat hanya 2-3 kamar per hari untuk tanggal 5-7 Mei 2019. Tetapi, setelah memasuki akhir Mei, pemesanan per harinya untuk tanggal tersebut bisa mencapai 20-30 kamar. Ini masih ada beberapa hari sebelum Lebaran, semoga okupansi bisa 100 persen,” kata Herriyadi.
Secara terpisah, Ketua DPD Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DI Yogyakarta Istijab Danunagoro mengemukakan pandangan berbeda. Menurut dia, peningkatan harga tiket pesawat berpotensi menyebabkan penurunan okupansi hotel. Hal itu mengingat wisatawan bisa memilih untuk berlibur ke tempat-tempat lain yang ongkos perjalanannya lebih murah. Namun, ia menilai, ada harapan mengenai okupansi hotel dengan beroperasinya Tol Trans-Jawa.
”Saat ini okupansi hotel baru mencapai 60-65 persen. Konsumen masih wait and see. Kami menunggu konsumen yang mudik menggunakan kendaraan-kendaraan pribadi. Harapannya, okupansi hotel nanti paling tidak bisa mencapai 80 persen,” kata Istijab.
Berdasarkan catatan Dinas Pariwisata DIY, terdapat 96 hotel berbintang dengan total 16.575 kamar. Sementara itu, hotel nonbintang jumlahnya 589 dengan jumlah kamar sebanyak 10.376.
Selain itu, Istijab mengungkapkan, pemudik atau wisatawan dari perkotaan juga punya pilihan untuk berlibur dengan menginap di homestay atau desa wisata. Mereka bisa memperoleh pengalaman yang berbeda karena disuguhkan nuansa perdesaan yang menenangkan.
”Ada juga program ’satu hotel, satu desa wisata’. Terdapat 20 hotel yang membina 20 desa wisata. Kami bina kebersihannya, pengelolaannya, pemasarannya, dan pelayanannya. Jadi, kalaupun tamu menginap di homestay binaan kami, pelayanannya sudah sesuai dengan standar hotel,” kata Istijab.
Buka bersama
Sementara itu, Istijab menjelaskan, selama awal masa puasa, terjadi penurunan hunian hotel. Rata-rata tingkat hunian kamar hotel hanya sekitar 20-30 persen. ”Ini memang masa low season. Tetapi, hotel-hotel punya cara lain mencari tambahan income (pendapatan) dengan membuat buka bersama,” katanya.
Istijab menyampaikan, ada sekitar 400-500 pengunjung yang hadir dalam setiap paket buka bersama yang dibuat. Cara tersebut dilakukan oleh hotel berbintang tiga hingga lima.
Hal serupa diungkapkan Herriyadi. Menurut dia, paket buka bersama yang dibuat tahun ini lebih semarak daripada tahun-tahun sebelumnya. Ada minat cukup besar dari masyarakat untuk menggelar buka bersama di hotel.
”Trennya memang ada pada buka bersama. Hampir semua hotel ramai dengan paket buka puasa bersama dengan kualitas makanan yang baik dan harga cukup terjangkau. Adanya buka bersama ini sedikit banyak membantu income hotel,” kata Herriyadi.