Ancaman Kecelakaaan di Jalur Pantura
Nyali Andri (25) yang memacu motornya hingga kecepatan 90 kilometer per jam di Jalur Pantai Utara Jawa mendadak ciut, saat kecelakaan sepeda motor terjadi tepat di depan matanya. Ia pun memutuskan memutuskan berhenti dari perjalanan mudiknya.
Kamis (30/5) dini hari, Jalur Pantai Utara (Pantura) Jawa masih begitu hidup. Ribuan pemudik sepeda motor melintas jalur itu. Kerinduan dan bayangan kampung halaman sudah tergambar di benak mereka.
Saat itu, lalu lintas padat tapi lancar. Kondisi ini membuat pemudik dapat memacu kecepatan kendaraannya di atas 80 kilometer per jam. Begitu mudah untuk membuat pengemudi sepeda motor lena dan abai akan ancaman kecelakaan.
Kecelakaan yang disaksikan Andri itu ternyata merenggut nyawa Fajar Ramadhan (27), sang pengemudi sepeda motor, yang juga tengah dalam perjalanan mudik. Sepeda motor Fajar menabrak bagian belakang truk di Jalan Raya Pantura di Desa Tegalkarang, Palimanan, Kabupaten Cirebon.
Andri, yang berangkat mudik dari Cikarang, Kabupaten Bekasi itu pun langsung memarkirkan sepeda motornya. “Korban menyalip dari kiri. Ternyata di depan ada truk yang akan parkir sehingga tabrakan tak terhindarkan,” ujarnya.
Satu jam setelah kecelakaan, sepeda motor korban dengan nomor polisi K 6444 YH masih tergeletak di aspal. Bagian depannya rusak parah sehingga tak lagi berbentuk.
Kecelakaan itu membuat Andri ragu melanjutkan perjalanannya ke Probolinggo, Jawa Timur. Lebih dari satu jam dia tak beranjak dari warung di dekat lokasi kecelakaan. “Saya jadi takut. Lebih baik istirahat beberapa jam lagi sambil menenangkan diri,” ujarnya.
Faktor kelelahan
Berbeda dengan Andri , Fajar (24), pemudik dari Depok, Jabar, mengalami langsung kecelakaan di Jalan Raya Pantura di Widasari, Kabupaten Indramayu. Dia memboncengkan temannya, Ali (26). Keduanya mengalami lecet di bagian tangan dan pinggang. Lampu depan sepeda motornya rusak karena menghantam aspal.
Saat itu, Fajar bermaksud menepikan motornya untuk beristirahat. Namun, dia kehilangan keseimbangan. Sebab, kondisi bahu jalan lebih rendah sekitar 15 sentimeter dari permukaan jalan.
“Karena sudah lelah, saya kurang konsentrasi. Akibatnya, terjatuh saat mau masuk ke bahu jalan,” ujar pemudik tujuan Purbalingga, Jawa Tengah itu.
Sejak tiga tahun terakhir, Fajar dan Ali selalu mudik menggunakan sepeda motor. Namun, baru kali ini mengalami kecelakaan.
“Ini jadi pelajaran penting untuk tidak memaksakan diri. Sebagai yang dibonceng, saya juga harus mengingatkan untuk beristirahat,” ujar Ali.
Sepanjang jalur pantura dari Karawang hingga Cirebon, sebenarnya banyak tempat peristirahatan (rest area). Sejumlah warung dadakan, tempat ibadah, dan stasiun pengisian bahan bakar umum juga dijadikan tempat istirahat pemudik. Fajar dan Ali sempat beristirahat di Karawang. Namun, mereka hanya istirahat sekitar 30 menit untuk memangkas waktu sampai ke tujuan.
Selain mengabaikan faktor kelelahan, banyak pemudik membawa beban berlebih. Mereka memasang penyangga di belakang motor sebagai tempat barang bawaan. Tak sedikit juga pemudik berbonceng tiga dan empat.
Ari (30), misalnya, mudik bersama istri dan anaknya. Pemudik tujuan Brebes, Jawa Tengah, itu, beristirahat di Masjid Jami An-Nur, Karawang, Rabu malam.
Rafa (4), anaknya, terlelap di pangkuannya. Sementara istrinya, Mila (29), mengisi perut dengan melahap mie instan. Ari mengatakan, sudah empat tahun terakhir mudik menggunakan sepeda motor membawa istri dan anaknya. “Sudah terbiasa naik motor. Jadi, belum kepikiran ikut mudik gratis. Kalau naik motor, juga bisa lebih cepat sampai tujuan,” ujarnya.
Ari mengaku beristirahat setiap dua jam perjalanan. Jika Rafa rewel, dia harus menidurkan anaknya itu selama 30 menit di tempat peristirahatan.
Di tempat yang sama, Yanto (30), mengoleskan minyak telon ke perut anaknya, Rudi (5). Sementara istrinya, Aminah (30), sibuk menyusun bantal di jok motor agar anaknya nyaman saat melanjutkan perjalanan.
Sepeda motor Yanto juga kelebihan muatan karena mengangkut kardus yang ia bawa dari tempat tinggalnya di Bekasi. Dia menempuh perjalanan lebih dari 300 kilometer menuju Palimanan, Cirebon.
Yanto memilih mudik malam hari karena pantura lebih lowong dan cuacanya tidak panas seperti siang. “Anginnya memang kencang. Jadi, anak saya harus diolesi minyak telon dan menggunakan jaket agar tidak masuk angin,” katanya.
Biaya murah
Biaya yang lebih murah juga menjadi alasan pemudik untuk tetap nekat menggunakan sepeda motor. Apalagi, harga tiket bus cenderung naik saat mudik.
Bambang (36), misalnya, mudik bersama istri dan dua anaknya menuju Tegal, Jawa Tengah. Dia mengatakan, biaya bahan bakar motornya tak sampai Rp 100.000. “Kalau naik bus, ongkosnya Rp 80.000 per orang. Empat orang sudah Rp 320.000. Selain itu, sampai di kampung, motor bisa dipakai untuk jalan-jalan,” ujarnya.
Pengamat transportasi, Darmaningtyas, mengatakan masih banyak pemudik pengguna sepeda motor abai terhadap keselamatan. Dia menyarankan, pemudik motor beristirahat setelah dua jam berkendara.
Menurut dia, kecepatan motor yang tinggi di atas 80 km per jam membuat pemudik tidak awas terhadap kondisi jalan, terutama di malam hari. “Pengendara juga merasa fisiknya masih kuat. Padahal, dari sisi psikologis dan konsentrasinya mulai melemah,” ujarnya.
Darmaningtyas menambahkan, kepolisian dapat menindak pemudik sepeda motor yang kelebihan muatan dan penumpang. Sebab, hal ini bisa menjadi faktor kecelakaan tunggal pengendara motor.
Menurut Darmaningtyas, tidak semua pemudik sepeda motor meminati program mudik gratis. Tak memadainya transportasi umum di daerah tujuan pemudik menjadi salah satu alasannya. Jadi, mereka membutuhkan sepeda motor sebagai moda transportasi di kampung halaman.
Sudah disiapkan
Menanggapi banyaknya jumlah pemudik yang kelebihan kapasitas penumpang maupun muatan, Kakorlantas Irjen Refdi Andri mengatakan, petugas kepolisian yang ada di jalur Pantura sudah mengimbau dan mengingatkan pemudik sepeda motor yang kelebihan muatan maupun penumpang. Namun, belum ada penindakan khusus untuk menurunkan penumpang maupun barang-barang berlebih yang dibawa pemudik.
“Ketika ada pemudik sepeda motor yang memasuki rest area resmi, petugas kepolisian pasti mengingatkan agar maksimal penumpang sepeda motor hanya boleh dinaiki dua orang. Kemudian, lebar barang bawaan jangan sampai melebihi lebar stang motor, karena akan menghalangi pandangan pemudik di belakangnya,” ujarnya.
Sebelumnya, Direktur Jendral Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan, Budi Setiyadi memprediksi 942.621 pemudik sepeda motor dari Jabodetabek akan melintasi Pantura. Jalur itu diperkirakan lebih lowong dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Hal ini dikarenakan sebagian besar pengendara mobil akan mudik melalui Jalan Tol Trans-Jawa.
“Ada sekitar 30 rest area non tol di Jawa. Selain itu, seluruh jembatan timbang di Pulau Jawa kami fungsikan menjadi rest area. Kami berharap pengendara memanfaatkan fasilitas ini,” ujarnya.
Pada mudik Lebaran 2019, pemerintah menyediakan kuota mudik gratis dengan menggunakan kereta api untuk mengangkut 18.096 unit sepeda motor. Sedangkan, untuk kapal laut, kuotanya 3.750 unit sepeda motor dengan rute Jakarta-Semarang dan Jakarta-Lampung.
Akan tetapi, menurut Budi, dari tahun ke tahun, peminatnya tidak mencapai kuota. Alasannya, pengendara sepeda motor tidak bisa menunjukan SIM dan STNK yang masih berlaku sebagai syarat megikuti program tersebut. “Setiap tahun, kami mengampanyekan agar tidak mudik dengan sepeda motor karena sudah ada program mudik gratis,” ujarnya.
Jumlah pemudik sepeda motor dari Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) diprediksi 942.621 orang dan 32 persen di antaranya memilih menggunakan jalur Pantura.
Prediksi jumlah pemudik sepeda motor dari Jabodetabek tersebut meningkat lebih dari 50 persen dibandingkan dengan realisasi tahun 2018 yang tercatat 607.855 pemudik.
Secara nasional, Kemenhub memprediksi, pemudik sepeda motor pada Lebaran 2019 mencapai 6,85 juta unit atau naik 10,8 persen dibandingkan dengan tahun 2018 sebesar 6,19 juta unit.
Secara statistik, jumlah ini hanyalah angka. Namun setiap unitnya merepresentasikan nyawa yang tengah ditunggu kepulangannya.