JAKARTA, KOMPASEfisiensi di sektor pemerintahan, pembangunan infrastruktur, dan kondisi bisnis yang meningkat menjadi kunci perbaikan daya saing Indonesia. Atas perbaikan itu, daya saing Indonesia meloncat 11 peringkat, dari posisi 43 pada tahun lalu menjadi 32 pada tahun ini.
Adapun posisi 1 dari 63 negara ditempati Singapura, yang naik 2 tingkat dari tahun lalu, menggantikan posisi Amerika Serikat (AS). Hong Kong ada di peringkat ke-2, sedangkan AS bertukar tempat dengan Singapura di posisi 3 tahun ini.
Dalam siaran pers yang dikutip Kamis (30/5/2019), International Institute for Management Development (IMD) -yang menerbitkan peringkat daya saing dunia ini- menyebutkan, kenaikan peringkat Indonesia merupakan yang tertinggi di kawasan Asia.
IMD adalah sekolah bisnis yang berpusat di Swiss. IMD menerbitkan riset peringkat daya saing dunia sejak 1989. Pemeringkatan menghitung data statistik, antara lain pengangguran, produk domestik bruto, dan pengeluaran pemerintah untuk kesehatan dan pendidikan. IMD juga mengolah data dari survei opini para eksekutif, antara lain soal kohesi sosial, globalisasi, dan korupsi.
Direktur IMD World Competitiveness Center, Arturo Bris, mengatakan, selama setahun terakhir terjadi ketidakpastian tinggi di pasar global karena politik internasional dan hubungan perdagangan. Dalam menghadapi situasi ini, dibutuhkan lembaga negara yang mampu bekerja secara berkualitas agar tetap memberi stabilitas bagi pebisnis. Dengan cara ini, investasi tetap masuk.
"Institusional yang kuat bisa memastikan kualitas hidup warga negaranya lebih baik," ujar dia.
Dimanfaatkan
Peringkat yang diterbitkan IMD ini berbeda dengan Indeks Daya Saing Global yang diterbitkan Forum Ekonomi Dunia (WEF). Indonesia, dalam Indeks Daya Saing Global WEF 2018, ada di peringkat ke-45 dari 140 negara. Adapun pada 2017, Indonesia di peringkat ke-47 dari 135 negara.
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Mohammad Faisal, yang dihubungi Kamis, di Jakarta, berpendapat, penyebab utama kenaikan peringkat daya saing Indonesia adalah pembangunan infrastruktur dan pelaksanaan deregulasi sebagian paket kebijakan ekonomi.
Meski demikian, Faisal menilai, tetap ada yang perlu diperbaiki, misalnya memaksimalkan pemanfaatan infrastruktur yang telah dibangun. Infrastruktur bisa didorong untuk menciptakan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru dan menekan ongkos logistik.
"Implementasi sistem perizinan terintegrasi berbasis daring juga perlu dimaksimalkan agar benar-benar mendorong investasi, bukan malah sebaliknya," katanya.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi B Sukamdani, yang dimintai tanggapan, berpendapat, perbaikan kinerja pemerintahan dan hasil pembangunan infrastruktur sudah mulai terasa. Ia mencontohkan pusat logistik berikat sebagai tempat mengumpulkan stok impor bahan baku produksi, memudahkan pelaku industri.
Namun, Hariyadi menyebutkan, masih ada tantangan yang patut dicermati pemerintah. Tantangan yang mesti dituntaskan itu di antaranya sistem perizinan terintegrasi berbasis daring (OSS) yang sempat dikeluhkan efisiensinya oleh pengusaha. (MED)