Gelombang pemudik yang mulai berdatangan dan warga dari sejumlah kabupaten yang datang berbelanja kebutuhan Lebaran tumpah ruah di Kota Makassar, ibu kota Sulawesi Selatan tersebut.
Oleh
RENY SRI AYU
·3 menit baca
Seperti lazimnya setiap menjelang Hari Raya Idul Fitri, Kota Makassar berubah menjadi sangat padat dan macet di mana-mana. Gelombang pemudik yang mulai berdatangan dan warga dari sejumlah kabupaten yang datang berbelanja kebutuhan Lebaran tumpah ruah di ibu kota Sulawesi Selatan tersebut.
Kamis (30/5/2019), sepanjang siang hingga sore, Jalan Toddopuli Raya di kedua arah sangat padat. Kendaraan berjajar mengular sepanjang hampir 1 kilometer. Pengendara sepeda motor berusaha menyalip di antara mobil yang padat. Semua berusaha keluar dari kemacetan panjang ini.
Di Jalan Pengayoman, Boulevard, hingga AP Pettarani kondisinya sama. Ketiga ruas jalan itu merupakan kawasan perniagaan yang berdenyut kencang setiap jelang Lebaran. Rumah makan, distro, dan Mal Panakkukang, salah satu mal terbesar di Makassar, dipadati pengunjung.
Di ruas jalan raya lain, nyaris tak ada jalan yang lengang. Bahkan, kemacetan juga terjadi di jalan-jalan kecil yang menjadi jalur alternatif. ”Mau bagaimana lagi? Sudah begini setiap tahun. Tidak bisa dihindari. Sebenarnya, di satu sisi bagus karena banyak penumpang, tetapi di sisi lain, saya hanya bisa dapat beberapa penumpang karena waktu habis di jalan,” kata Muhammad Hamsar (35), sopir taksi daring.
Tak jarang pula pemudik dari beberapa daerah, misalnya Papua, Maluku, dan Kendari, berbelanja di Makassar sebelum melanjutkan perjalanan mudik ke sejumlah kabupaten.
Tempat belanja
Keberadaan pusat perbelanjaan yang cukup lengkap di Makassar menjadi alasan warga, termasuk dari sejumlah kabupaten lain di Sulsel, datang berbelanja. Pusat belanja pakaian, toko elektronik dan peralatan rumah tangga, bahkan toko-toko yang menjual telepon genggam dan pernak-perniknya nyaris tak pernah sepi.
Jarak kabupaten lain ke Makassar memang relatif dekat. Apalagi, jalan-jalan menuju Makassar lebar dan mulus. ”Dari Pangkep ke sini tidak sampai dua jam. Paling lama tiga jam kalau dapat macet. Biasanya janjian dengan keluarga lain dan berangkat rombongan. Habis shalat Subuh kami jalan dan sampai Makassar tidak perlu lama menunggu sampai mal buka,” kata Syamsiah (43), warga Minasa Te’ne, Kabupaten Pangkep.
Syamsiah berbelanja di Mal Panakkukang serta di toko elektronik dan keperluan rumah tangga yang lokasinya berdekatan. Hari itu mereka berbelanja pakaian dan memborong perlengkapan rumah tangga, lalu kembali ke Pangkep sebelum waktu buka puasa tiba. Hari itu, ia dan keluarga menghabiskan jutaan rupiah.
Hal serupa dilakukan Nusyamsi (50), warga Kabupaten Bulukumba. ”Sekalian silaturahmi ke keluarga. Biasanya, pas balik sama rombongan keluarga di Makassar yang mudik ke Bulukumba,” katanya.
Tak jarang pula pemudik dari beberapa daerah, misalnya Papua, Maluku, dan Kendari, berbelanja di Makassar sebelum melanjutkan perjalanan mudik ke sejumlah kabupaten. Geliat pemudik dan warga yang berbelanja ini tidak hanya berdampak macet, tetapi secara positif juga berperan dalam geliat ekonomi.
Fenomena mudik dan berbelanja di Makassar itu pula yang mendorong Jusuf Kalla bersama Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) menggagas Pertemuan Saudagar Bugis Makassar, lebih dari 10 tahun lalu. Tujuannya tidak hanya silaturahmi, tetapi juga ikut menggerakkan ekonomi.
”Tanpa memberi masukan dalam pembangunan pun, kedatangan mereka ke Makassar sudah berdampak besar. Mereka tidur di hotel, membelanjakan uangnya di sini, itu sudah turut berdampak pada ekonomi warga di sini,” kata Jusuf Kalla dalam acara Pertemuan Saudagar Bugis Makassar tahun lalu.
Makassar yang tumbuh pesat terus menjadi magnet bagi warga dari sejumlah daerah. Hal ini pula yang menjadi salah satu pendorong pertumbuhan ekonomi Makassar sehingga mencapai 8 persen per tahun.