Mengolah Wastra Palembang Menjadi Busana "Kekinian"
Wastra Indonesia sangat indah. Sayangnya, masih banyak orang beranggapan berbusana daerah repot dan hanya dapat diterapkan pada acara resmi saja. Perancang muda Brilianto (35) memiliki visi besar, yaitu mengangkat wastra Sumatera Selatan berupa songket dan jumputan melalui busana yang nyaman dan dapat dikenakan kapan saja, juga dikenakan oleh berbagai usia.
Brilianto memberi label untuk berbagai jenis produknya, yakni Pesona Palembang untuk busana berbahan songket yang terkesan mewah dan elegan. Serta merek Brilianto untuk busana yang lebih kasual dan dapat digunakan pada berbagai kesempatan.
“Tahun ini, lebih laris atasan, di samping model klasik seperti kaftan. Selain itu, banyak juga pesanan seragam Lebaran untuk keluarga. Biasanya mereka sudah menjadi pelanggan tetap, jadi setiap tahun pesan. Untuk momen Lebaran, biasanya dipakai untuk foto bersama sekeluarga, mumpung semua anggota keluarga berkumpul,” ujar Brilianto, Rabu (29/5/2019).
Dia mengungkapkan, konsumennya kini berpikir lebih ekonomis, termasuk soal busana. Mereka ingin baju Lebaran juga bisa dipakai di kesempatan lain. "Mereka ingin bajunya bisa dipakai setelah Lebaran untuk kegiatan lain,” jelas perancang busana kelahiran Jakarta ini.
Di galeri Pesona Palembang milik Brilianto yang terletak di Kompleks Villa Tanjung Harapan, JL MP Mangkunegara, Palembang, berjajar pakaian hasil rancangannya. Beragam jenis pakaian ia buat mulai dari outer, jeans, celana panjang, rok, gaun, dan kemeja yang memikat pandangan mata. Busana itu memiliki motif otentik, yakni jumputan dan songket, motif khas Palembang yang sudah mendunia.
Latar belakang pendidikan Brilianto sebenarnya tidak berkaitan sama sekali dengan fashion. Dia menuntut ilmu di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sriwijaya. Bahkan setelah lulus, pada tahun 2008, Brilianto sempat bekerja di sebuah bank BUMN dan bekecimpung di bidang Corporate Social Responsibility (CSR) yang mengharuskan Brilianto berhubungan dengan para pengusaha kecil, termasuk perajin songket dan jumputan.
“Karena pekerjaan itu, saya sering bertemu dengan sejumlah perajin. Sejak saat itu, saya mulai tertarik dengan fashion,” ujar pria kelahiran Jakarta 1 Desember 1983 ini.
Ketertarikannya terhadap fashion, dia tuangkan dengan merancang beragam pakaian mulai tahun 2010. Mulanya, Brilianto hanya membeli kain biasa lalu membawa ke tukang jahit untuk dijahit dengan rancangan yang sudah dibuatnya. Ternyata, hasil rancangan Brilianto disukai teman-temannya di kantor.
Setelah itu, Brilianto mulai memasarkan produknya ke kalangan yang lebih luas dengan memanfaatkan media sosial. “Sejak saat itu, pesanan mulai berdatangan,” katanya.
Melihat potensi yang besar dalam dirinya, Brilianto memutuskan untuk melepas pekerjaanya sebagai karyawan bank pada tahun 2015 dan mulai fokus di dunia fashion. “Lebih baik saya fokus pada satu bidang daripada memegang dua pekerjaan tapi tidak maksimal,” ucapnya.
Walau sudah melepas pekerjaannya tersebut, hubungan dengan para perajin tetap berlanjut. Di saat itulah, Brilianto mulai tertarik untuk menjadikan jumputan sebagai kain dasar busana ciptaannya. “Hingga saat ini, saya bekerja sama dengan satu keluarga perajin yang rutin memasok bahan,” katanya.
Jumputan merupakan karya seni dengan menyematkan motif di atas kain menggunakan metode mengisi, melipat, dan mengikat kain dengan teknik tertentu kemudian mencelupkannya dengan perwarna kain. Metode ini akan menghasilkan motif yang indah.
Brilianto pun menggunakan beragam motif pada rancangannya, mulai dari motif tujuh titik, motif sembilan titik, tameng, dan terong. Alasan Brilianto menggunakan jumputan sebagai bahan dasar busananya karena memiliki nilai yang tinggi, yakni ketekunan, kerja keras, ketelitian, dan kesabaran. “Untuk membuat satu kain jumputan berukuran tiga meter membutuhkan waktu hingga satu minggu,” ucapnya.
Lambat laun usahanya semakin berkembang. Untuk memamerkan hasil karyanya, sang ayah yang mendukungnya, merelakan taman di samping rumah dibangun sebagai galeri. Sebelumnya, baju hasil rancangannya hanya ditaruh begitu saja di ruang tamu. “Namun setelah dibuatkan galeri, saya bisa berkreasi dan memamerkan karya busananya,” ucap Brilianto.
Peminat dari luar
Sayangnya, ungkap Brilianto, minat anak muda Palembang untuk menggunakan jumputan maupun songket masih belum tinggi. “Kebanyakan pelanggan saya malah dari luar Palembang,” ucapnya.
Dalam merancang busananya, Brilianto berkiblat pada mode Korea Selatan, karena dirinya pernah belajar di negeri ginseng tersebut. Kesempatan belajar ke Korea Selatan selama dua bulan, ia peroleh setelah berhasil menyabet prestasi sebagai murid terbaik kala mengasah kemampuannya di Fakultas Seni Rupa Institut Teknologi Bandung pada tahun 2017.
“Kebetulan ada program Young Creator Indonesia Fashion Institute yang bekerjasama dengan Korea Selatan,” ucapnya.
Atas prestasinya tersebut, Brilianto juga berkesempatan untuk memamerkan busananya di Jakarta Fashion Week 2018. Itu adalah kesempatan besar karena ia bisa bersanding dengan para perancang kawakan.
“Bayangkan, untuk mendapatkan slot di Jakarta Fashion Week, setidaknya membutuhkan uang Rp 300 juta dan saya mendapatkan kesempatan itu gratis,” ucapnya penuh syukur.
Berbekal kemampuan yang dimilikinya, Brilianto menciptakan sejumlah busana yang digandrungi anak muda saat ini, yakni memadukan kain khas Palembang dengan gaya Korea Selatan namun tetap mengedepankan kekhasan etnik Palembang. “Saya ingin jumputan dikenal tidak hanya di kalangan orang tua tetapi juga di generasi muda ,” ucapnya.
Di sisi lain, jumputan juga lebih “merakyat” dibanding songket karena tergolong lebih simpel dan harganya terjangkau. “Biasanya songket digunakan untuk acara besar dan resmi, kalau jumputan dapat digunakan untuk aktivitas sehari-hari,” ucapnya.
Konsumennya berasal dari semua kalangan, terutama remaja dan ibu muda. Dari segi harga, busananya yang menggunakan kain jumputan dibandrol dengan harga Rp 500.000 sampai Rp 4 juta potong. Sedangkan, untuk yang berbahan songket harga jualnya berkisar Rp 6 juta-15 juta per potong. Itulah sebabnya, songket biasanya hanya dipesan oleh kalangan tertentu dan dibuat sesuai keinginan pemesan.
Untuk bajunya yang berbahan kain jumputan, Brilianto dapat menjual hingga 400 potong per bulan. Adapun untuk yang berbahan songket, ia bisa menjual 1-2 potong per bulan. Kini selain membuka galeri di Palembang, Brilianto juga membuka galeri di Surabaya.
Dari semua produk yang dibuatnya, outer jumputan yang paling laris. Kini, ucap Brilianto, dirinya tengah merancang busana dengan tema blue lagoon. Tema ini merupakan kombinasi antara denim dengan jumputan dan sejumlah motif lain. “Saya sedang menjajaki pasar, mudah-mudahan busana ini diminati,” ucapnya.
Brilianto bermimpi dapat memperluas pasarnya hingga ke Jakarta dan Bali dan membuka toko di dua daerah itu. “Di kedua kota itu, peluang untuk mendunia sangat besar,” ujarnya.