PLN Didorong Kembangkan Energi Baru dan Terbarukan
Oleh
Ferry Santoso
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS
PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) didorong untuk mengembangkan pembangkit listrik yang bersumber dari energi baru dan terbarukan. Sebab, pembangkit listrik ini dinilai tidak sensitif terhadap gejolak harga minyak dunia maupun harga komoditas seperti batubara.
“Program penting PLN adalah melanjutkan program 35.000 MW, transmisi dan distribusi, serta pengembangan energi baru dan terbarukan,” kata Deputi Bidang Usaha Energi, Logistik, Kawasan, dan Pariwisata Kementerian BUMN, Edwin Hidayat Abdullah, seusai rapat umum pemegang saham (RUPS), di Jakarta, Rabu (30/5/2019).
RUPS memutuskan untuk mengangkat Djoko Raharjo Abumanan menjadi pelaksana tugas Direktur Utama dan Direktur Pengadaan Strategis II PLN. Sebelumnya, Djoko menjabat Direktur Bisnis Regional Jawa Bali dan Nusa Tenggara. RUPS juga menerima permohonan pengunduran diri Sofyan Basyir -yang ditetapkan Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai tersangka perkara dugaan korupsi pembangunan PLTU Riau-1- dari jabatan Direktur Utama PLN.
Perihal jabatan definitif Direktur Utama PLN, menurut Edwin, masih diproses di Kementerian BUMN. Selanjutnya, mesti melalui proses tim penilaian akhir, kemudian disampaikan kepada Presiden Joko Widodo.
Pelaksana Harian Executive Vice President Corporate Communication dan CSR PLN, Dwi Suryo Abdullah, menambahkan, pengembangan pembangkit listrik yang bersumber dari EBT dilakukan sejalan dengan rencana umum penyediaan tenaga listrik (RUPTL) yang disusun pemerintah. Komposisi EBT pada 2025 sebesar 23 persen dari total bauran energi nasional. Saat ini, pencapaian pembangkit listrik menggunakan EBT baru 11,4 persen dari total penyediaan listrik.
Menurut Dwi Suryo, saat ini, kontribusi batubara dalam penyediaan listrik masih besar, yaitu 62,7 persen dari keseluruhan pembangkit listrik di Indonesia. Adapun pembangkit listrik menggunakan bahan bakar minyak 4 persen, gas 12,9 persen, LNG 8,3 persen, panas bumi 5 persen, air 6,1 persen, dan EBT lain 0,3 persen. Pada 2025, kontribusi batu bara ditargetkan untuk dikurangi menjadi 54,6 persen.
Dwi Suryo menambahkan, program atau studi kelayakan pengembangan pembangkit listrik yang bersumber dari EBT, seperti dari panas bumi, minyak kelapa sawit, bahkan sampah terus dilakukan. “Di Jawa Timur, sudah dikembangkan listrik dari sampah di tempat pembuangan akhir,” katanya.
Mengenai kinerja, PLN membukukan laba bersih Rp 11,6 triliun atau meningkat daripada laba bersih 2017 yang sebesar Rp 4,4 triliun. Peningkatan kinerja korporasi ditopang pertumbuhan penjualan, efisiensi operasi, dukungan pemerintah melalui kewajiban menjual ke pasar domestik (domestic market obligation/DMO) batubara, dan penguatan nilai tukar rupiah pada akhir tahun.
Penjualan tenaga listrik pada 2018 sebesar Rp 263,5 triliun. Peningkatan penjualan itu sejalan upaya PLN menambah kapasitas pembangkit listrik, jaringan transmisi, dan gardu induk pada 2018. Peningkatan penjualan juga didukung kenaikan jumlah pelanggan yang pada akhir 2018 mencapai 71,9 juta pelanggan. (FER)