Polda Jatim mengungkap jaringan penyelundupan benih lobster yang beroperasi di sejumlah provinsi di Indonesia. Polisi menyita 40.000 ekor benih senilai Rp 5,4 miliar dan menangkap tujuh orang pelaku.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·3 menit baca
SIDOARJO,KOMPAS - Kepolisian Daerah Jawa Timur mengungkap jaringan penyelundup benih lobster yang beroperasi di sejumlah provinsi di Indonesia, Jumat (31/5/2019). Polisi menyita 40.000 ekor benih senilai Rp 5,4 miliar dan menangkap tujuh orang yang diduga kuat sebagai komplotan penyelundup.
Kepala Subdirektorat IV Tindak Pidana Tertentu Polda Jatim Ajun Komisaris Besar Rofik mengatakan, ketujuh pelaku adalah HB (35), warga Jakarta; TS (28), warga Subang, Jawa Barat; ART (20), warga Ciputat, Tangerang Selatan; dan DAL (24), warga Tasikmalaya, Jabar. Selain itu, polisi juga menangkap WP (24), warga Subang; MAA (30), warga Lubuklingau, Sumatera Selatan; dan ES (31), warga Subang.
“Semua pelaku ditangkap saat penggerebekan di sebuah ruko di jalan raya Desa Randegan, Kecamatan Tanggulangin, Sidoarjo. Masing-masing pelaku memiliki peran berbeda, ada yang menjadi koordinator pengatur dan ada yang menjadi kurir,” ujar Rofik di lokasi penggerebekan.
Di dalam ruko itu pula polisi menemukan 40.000 ekor benih lobster jenis mutiara dan pasir. Penyidik juga menemukan puluhan ribu ekor benih bandeng atau nener. Dari hasil pengumpulan data sementara, pelaku mengontrak ruko di Desa Randegan dengan izin usaha penjualan benih bandeng.
Namun, faktanya, di dalam ruko juga ditemukan benih lobster. Dari pengakuan pelaku, benih lobster diperoleh dari lokasi penangkapan di habitat alami di wilayah perairan Nusa Tenggara Timur (NTT), Nusa Tenggara Barat (NTB), Jabar, dan Jatim. Di setiap provinsi penghasil benih lobster, mereka memiliki koordinator wilayah.
Benih lobster itu ditangkap oleh nelayan dan dibeli dengan harga Rp 50.000 per ekor. Selanjutnya, benih dikirim melalui perjalanan darat ke Tanggulangin. Di Tanggulangin, pengemasan ulang dilakukan agar bisa diselundupkan ke luar negeri, seperti Singapura, melalui Bandara Juanda.
“Untuk mengelabui petugas bea cukai dan pengamanan di Bandara Juanda, benih lobster disisipkan di antara tumpukan plastik berisi benih-benih bandeng. Benih itu dimasukkan ke dalam koper pakaian berukuran besar dan dibawa oleh kurir yang menyaru sebagai penumpang pesawat,” kata Rofik.
Para pelaku bekerja dalam jaringan yang cukup terstruktur dan rapi. Mereka memiliki mekanisme pengiriman ke luar negeri dengan kurir khusus yang dilengkapi dokumen keimigrasian, termasuk paspor. Jaringan ini juga diduga memiliki modal yang cukup besar. Hal itu terungkap dari hasil pemeriksaan buku tabungan yang berisi uang Rp 60 juta dan temuan uang tunai Rp 12 juta.
Kepala Bidang Humas Polda Jatim Komisaris Besar Frans Barung Mangera menambahkan, pelaku memiliki motif ekonomi sebab harga benih lobster di luar negeri cukup tinggi, yakni pada kisaran Rp 150.000 per ekor atau tiga kali lipat dari harga benih di pasar lokal. Selain itu, lobster dewasa di luar negeri harganya mencapai jutaan rupiah per ekor.
“Para pelaku penyelundupan benih lobster ini dikenai Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan. Mereka terancam hukuman maksimal sepuluh tahun penjara dan denda paling banyak Rp 2 miliar,” ujar Barung.
Kepala Balai Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) Surabaya I Muhlin mengatakan, undang-undang tentang perikanan itu melarang perdagangan benih lobster. Larangan itu untuk menjaga kelestarian sumber daya perikanan karena Indonesia belum mampu mengembangbiakkan lobster melalui teknik budidaya.
“Larangan penangkapan benih lobster juga bertujuan memberikan nilai tambah pada lobster sebab harga lobster dewasa mencapai jutaan rupiah per ekor. Selama ini, benih lobster Indonesia banyak diselundupkan ke Vietnam untuk dibudidayakan sehingga negara itu dikenal sebagai pemasok lobster dunia,” kata Muhlin.