Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy mengungkapkan, prinsip pemberlakuan sistem zonasi dibuat untuk memeratakan kualitas pendidikan di Indonesia. Semangat sistem tersebut ingin menghapuskan pandangan masyarakat tentang “sekolah favorit” dan “sekolah buangan”.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·3 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy mengungkapkan, prinsip pemberlakuan sistem zonasi dibuat untuk memeratakan kualitas pendidikan di Indonesia. Semangat sistem tersebut ingin menghapuskan pandangan masyarakat tentang “sekolah favorit” dan “sekolah buangan”.
“Apa pun kebijakan itu pasti ada yang tidak puas. Tetapi, kebijakan PPDB (penerimaan peserta didik baru) berbasis zonasi ini hal yang sangat strategis. Ada persoalan-persoalan yang harus diselesaikan,” kata Muhadjir, seusai menghadiri acara dialog bersama wartawan, di Kantor Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Yogyakarta, Kamis (30/5/2019).
Sebelumnya, sejumlah orang tua calon peserta didik baru untuk tingkat SMA/SMK di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) memprotes kebijakan zonasi itu. Mereka khawatir sistem tersebut tidak berjalan optimal karena belum menilai semua kualitas sekolah.
Banowo (49), anggota Komite Tetap SMPN 5 Yogyakarta, misalnya, mengkhawatirkan, sistem zonasi membuat anak tidak berjiwa kompetitif karena pilihan sekolahnya dibatasi zona tertentu. Anak-anak dinilainya tidak bersaing lagi untuk mencoba mendapatkan nilai tertinggi demi sekolah-sekolah favorit.
Namun, asumsi itu dibantah Muhadjir. Menurut dia, sistem zonasi masih akan membuat anak berjiwa kompetitif. Ada jalur lain untuk berkompetisi tanpa harus berada di sekolah favorit. Anak-anak yang berkemampuan akademis tinggi ini justru akan saling bersaing di sebuah perlombaan.
Ada jalur lain untuk berkompetisi tanpa harus berada di sekolah favorit. Anak-anak berkemampuan akademis tinggi ini justru akan saling bersaing di sebuah perlombaan.
“Bukan sekolah (favorit) yang menjadi ukuran. Tetapi, nanti di setiap sekolah ada anak-anak favorit yang memang mampu berkompetisi. Mereka bersaing sebagai individu. Jadi, percayalah, jika anak itu memang cerdas, sekolah di manapun dia akan tetap cerdas,” kata Muhadjir.
Bagi Muhadjir, kehadiran anak-anak berprestasi akademis di sekolah-sekolah yang sebelumnya tidak berstatus “favorit” justru dapat mendorong anak-anak lain meningkatkan kemampuan. Tidak ada lagi kasta antara “sekolah favorit” dan “sekolah buangan”. Kondisi itu dianggapnya bertentangan dengan tujuan negara memberikan keadilan dalam berbagai hal.
“Yang favorit itu harus anak. Nanti semua sekolah harus menjadi bagus dan favorit. Standar pelayanan minimumnya harus terpenuhi,” kata Muhadjir.
Selain itu, Muhadjir menjamin, semua peserta didik dapat terserap dalam penerimaan peserta didik baru. Mekanisme teknisnya sudah diatur sedemikian rupa oleh Dinas Pendidikan di setiap provinsi. Bahkan, penambahan jumlah kelas bisa dimungkinkan terjadi.
Secara terpisah, Kepala Bidang Perencanaan dan Pengembangan Pendidikan, Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga DIY, Didik Wardaya menyampaikan, penghitungan zonasi sudah dilakukan dengan mempertimbangkan sebaran populasi calon peserta didik baru. Dengan kondisi itu, semua calon peserta didik dapat tertampung.
Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga DIY Baskara Aji menyatakan, pihaknya sudah berusaha memeratakan kualitas sekolah di DIY. Secara umum, jika melihat akreditasi, semua sekolah sudah mendapatkan nilai A.
Selain itu, poin yang diperoleh sebagian besar juga mencapai 90 poin. Begitu pula dari sisi pengajar, pemerataan sudah berusaha dilakukan. Ia berharap orang tua tidak perlu terlalu khawatir dengan kualitas sekolah-sekolah yang akan dituju para calon peserta didik.