Kawasan Wisata Lereng Gunung Merapi Aman Dikunjungi
Kawasan Wisata Lereng Merapi di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, aman untuk dikunjungi selama libur Lebaran. Wisatawan diharapkan tidak khawatir dengan aktivitas terkini dari gunung tersebut. Destinasi wisata di luar radius bahaya yang direkomendasikan.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·3 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Kawasan wisata Lereng Merapi di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, aman untuk dikunjungi selama libur Lebaran. Wisatawan diharapkan tidak khawatir dengan aktivitas terkini dari gunung tersebut. Destinasi wisata Merapi di luar radius bahaya yang direkomendasikan.
Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Hanik Humaida menyampaikan hal tersebut sewaktu mengunjungi komunitas jip wisata lereng Merapi di Cangkringan, Kabupaten Sleman, DIY, Sabtu (1/6/2019).
Saat ini status dari Gunung Merapi adalah Waspada. Volume kubah lava yang terbentuk mencapai 458.000 meter kubik. Kubah lava mulai tumbuh pada 11 Agustus 2018 dengan laju yang sangat rendah, yaitu 3.000 meter kubik per hari. Namun, pada Januari 2019, pertumbuhan kubah lava tidak lagi teramati. BPPTKG memberi rekomendasi agar manusia tidak aktivitas dalam radius 3 kilometer dari puncak Merapi.
Menurut data BPPTKG, pada 29 Januari 2019 Gunung Merapi memasuki pembentukan awan panas dan guguran lava. Hingga 1 Juni 2019 telah terjadi 72 kali awan panas yang rata-rata jarak luncur maksimalnya hanya 2 km ke arah hulu Sungai Gendol di kawasan lereng Merapi, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman.
”Artinya, semua daerah wisata adalah aman karena semua daerah wisata di luar radius 3 km,” kata Hanik. Destinasi wisata yang berada di kawasan lereng Merapi antara lain Taman Wisata Kaliurang, Bungker Kaliadem, dan Bukit Klangon.
Taman Wisata Kaliurang berada dalam radius sekitar 7 km dari puncak Merapi, sementara Bungker Kaliadem dan Bukit Klangon berada dalam radius sekitar 4,5 km dari puncak Merapi. Jika langit cerah, wisatawan bisa melihat Gunung Merapi dari Bungker Kaliadem dan Bukit Klangon. Wisatawan biasa mengakses tempat itu menggunakan jip wisata yang tersedia.
Terkait dengan hal itu, Sekretaris Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral A Ratdomopurbo mengatakan, jika kubah lava dengan volume total saat ini runtuh, jarak luncurnya masih di bawah radius 3 km dari Puncak Merapi. Kondisi itu bisa memastikan bahwa destinasi wisata itu aman dikunjungi.
Ratdomopurbo menyampaikan, pihaknya juga akan meningkatkan komunikasi dengan komunitas pengelola wisata. Tujuannya, agar informasi yang tidak jelas kebenarannya bisa diredam secepat mungkin.
”Karena, wisatawan yang datang ini bukan warga lokal. Ini yang harus menjadi perhatian. Bagaimana caranya supaya wisatawan tidak takut. Mereka juga harus dibuat paham tentang tempat ini (Merapi),” kata Ratdomopurbo.
Triyanto, Ketua Operator Jip Wisata 86 Merapi, mengatakan, komunitas jip wisata selalu mengawasi gerak-gerik wisatawan. Mereka juga menginformasikan tentang status terkini Gunung Merapi kepada wisatawan demi membuat mereka merasa tenang dan nyaman saat berwisata.
Kepala Pelaksana BPBD DIY Biwara Yuswantana mengatakan, mulai 1-10 Juni 2019 pihaknya menggelar Operasi Ronda Merapi. Anggota Tim Reaksi Cepat (TRC) BPBD DIY disiagakan setiap saat di sekitar kawasan lereng Merapi. Tim terus memantau situasi dan siaga terhadap segala kondisi yang terjadi.
”Ini untuk antisipasi juga apabila selama liburan ada peningkatan jumlah wisatawan di kawasan obyek wisata sekitar Merapi,” kata Biwara.
Kubah lava mendingin
Selain itu, Ratdomopurbo menyampaikan, saat ini kubah lava memang sudah tidak teramati lagi pertumbuhannya. Kubah tersebut telah mengalami pendinginan. Hal itu ditandai dengan perubahan warna dan ditemukannya belerang pada kubah lava tersebut.
”Ketika kubah lava tumbuh itu, suhunya sangat tinggi. Bisa ratusan derajat. Jadi, ketika aktif tumbuh, kubah lava berwarna hitam. Kalau sudah berhenti (tumbuh), suhunya mendingin. Gas-gas yang membawa belerang tidak menguap lagi sehingga sekarang kubah berwarna kuning,” kata Ratdomopurbo.
Sementara itu, destinasi yang masih ditutup berupa jalur pendakian ke puncak. Ratdomopurbo menjelaskan, hal itu terkait dengan hilangnya pelataran Puncak Garuda pada erupsi Merapi tahun 2010. Kondisi itu menyebabkan puncak menjadi curam sehingga risiko terjatuh semakin tinggi.
”Dulu, waktu ada pelataran, orang bisa berkemah dan berjalan-jalan. Sekarang pelataran itu sudah tidak ada. Risiko jatuhnya besar. Itu kenapa disarankan untuk tidak ke puncak,” kata Ratdomopurbo.