Dunia pendidikan Banyuwangi tercoreng akibat beredaranya video mesum yang diperankan oleh seorang mahasiswa dan siswi kelas III SMP. Tindakan pemeran maupun penyebar video yang tidak didasari pada pemikiran yang matang dan panjang menjadi penyebab kasus ini terjadi.
Oleh
ANDREAS BENOE ANGGER PUTRANTO
·5 menit baca
BANYUWANGI, KOMPAS – Dunia pendidikan Banyuwangi tercoreng akibat beredaranya video mesum yang diperankan oleh seorang mahasiswa dan siswi kelas III SMP. Tindakan pemeran maupun penyebar video yang tidak didasari pada pemikiran yang matang dan panjang menjadi penyebab kasus ini terjadi.
Video yang viral tersebut diperankan R mahasiswa semester II Di Perguruan Tinggi di Banyuwangi dan S Siswa kelas IX SMP Negeri di Banyuwangi. Video tersebut direkam oleh keduanya setahun yang lalu saat keduanya masih berpacaran.
Video itu, keduanya viral sekitar dua minggu terakhir akibat meme yang ramai diperbincangkan warganet. Padahal sejak sebulan lalu, video tersebut sudah tersebar di sejumlah grup pesan singkat WhatsApp karena ulah B yang merupakan pacar baru pemeran pria R.
Psikolog Rumah Sakit Umum Daerah Blambangan Banyuwangi Betty Kumala Febrianty menilai tindakan pemeran dan pelaku tidak didasari pemikiran yang panjang dan matang. “Mereka mungkin tidak tahu dampaknya akan seviral ini. Mungkin mereka tahu perbuatannya salah, tapi tidak tahu perbuatannya akan berdampak bagi masa depan mereka,” ujarnya.
Mereka mungkin tidak tahu dampaknya akan seviral ini. Mungkin mereka tahu perbuatannya salah, tapi tidak tahu perbuatannya akan berdampak bagi masa depan mereka
Bagaimana anak-anak remaja berani membuat video sevulgar itu? Menurut Betty pengaruh perkembangan teknologi juga turut mempengaruhi kepribadian mereka sehingga harus mengekspose perbuatan tersebut.
Betty menduga, video tersebut direkam sebagai bentuk pengakuan terhadap hubungan mereka. Kebutuhan akan pengakuan, memang biasa dialami oleh anak usia remaja.
Pelaku B, lanjut Betty, juga tidak berpikir panjang bahwa perbuatannya berdampak besar. Betty menilai, pelaku penyebaran video mungkin marah atau cemburu sehingga menyebar video tersebut.
“Sebagai pacar baru, mungkin dia marah dan cemburu, sehingga menyebarkan video tersebut. Emosi yang bergejolak mendasari perbuatannya. Remaja, memang biasa bergejolak emosinya. Sementara pemikiran orang yang sudah dewasa mentalnya, cenderung akan memaafkan masa lalu dan justru membantu memperbaiki diri,” kata Betty.
Sanksi
Kini, akibat perbuatannya, kedua pelaku harus menanggung sanksi dari sejumlah instansi dan juga sanksi sosial. Keduanya pemeran dalam video tersebut harus menerima keputusan pencabutan gelar sebagai duta daerah yang mereka dapatkan dari ajang pencarian bakat Jebeng Thulik.
“R memang sudah menjadi perhatian kami karena tidak aktif berkegiatan baik di organisasi maupun tanggung jawabnya sebagai Duta. Adanya Video ini juga menjadi catatan bagi kami, hingga akhirnya kami memutuskan untuk mengeluarkan R dari keanggotaan Jebeng Thulik,” ujar Ketua Paguyuban Jebeng Thulik Panca Diah Puspita.
Tak hanya dikeluarkan, Paguyuban Jebeng Thulik juga telah mencabut gelar Duta yang disandang oleh R. Demikian halnya dengan pemeran wanita S, gelar juara kesekian yang ia raih tahun lalu juga dicabut.
Panca mengatakan, hal itu dibuktikan dengan mengambil kembali selempang dan piala yang diraih keduanya. Saat ini selempang dan piala milik R dan S sudah berada di tangan pengurus Paguyuban Jebeng Thulik.
Pendidikan
Politeknik Negeri Banyuwangi (Poliwangi) juga akan segera memberi sanksi kepada R atas tindakkannya tersebut. Kendati video tersebut dibuat sebelum menjadi mahasiswa, namun perbuatan tersebut kini mencoreng tempatnya menimba Ilmu.
Humas Poliwangi, Wahyu Naris Wari membenarkan bahwa R pemeran dalam video viral tersebut merupakan mahasiswa di Poliwangi. Sebagai bentuk pembinaan, kampus juga telah memanggil R beserta orangtuanya.
“Pihak kampus telah memanggi mahasiswa dan telah melakukan mediasi dengan orangtua. Saat ini senat sedang proses untuk membuat keputusan terkait nasib mahasiswa tersebut,” ujarnya.
Sementara S baru saja merampungkan pendidikan jenjang SMP dan akan melanjutkan ke jenjang SMA. Dinas Pendidikan Kabupaten Banyuwangi dan Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur memastikan S masih bisa melanjutkan pendidikannya.
“S telah dinyatakan lulus dari SMP tempatnya bersekolah. Saya membantah kabar bahwa S dibatalkan kelulusannya karena tersangkut kasus tersebut. Dia berhak meneruskan pendidikan ke tingkat selanjutnya,” ujar Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Banyuwangi Sulihtiyono.
Namun, Sulihtiyono tidak bisa memastikan apakah SMA tempatnya mendaftar akan menerima S. Pasalnya, itu menjadi kewenangan Dinas Pendidikan Provinsi yang menjadi penanggung jawab pendidikan SMA sederajat.
Kepala Cabang Dinas Pendidikan Jawa Timur Wilayah Banyuwangi Istu Handono memastikan, bahwa S masih bisa bersekolah dijenjang SMA. Menurutnya tidak pernah ada dan tidak akan ada instruksi menolak pendaftaran S ke SMA/SMK manapun.
“Bila S bisa memenuhi syarat-syarat pendaftaran ke SMA/SMK, kenapa harus ditolak. Sekarang apakah S mau dan siap bersekolah di Banyuwangi. Intinya kami siap menerima dan mendampingi S untuk terus mendapat pendidikan yang layak, hal ini dilakukan karena S merupakan korban,” ujar Istu.
Psikolog Betty Kumala Febrianty menambahkan, pendampingan tidak hanya diberikan untuk para pemeran dalam video tetapi juga untuk teman-teman di lingkungan sekitarnya. Menurutnya sekolah punya peran penting agar S tidak menjadi korban perundungan lingkungan sekitarnya.
“Teman-teman di sekolah barunya perlu mendapat terapi memaafkan agar tidak terjadi perundungan terhadap S. Lingkungan sekitarnya perlu memahami bahwa semua orang pernah berbuat salah dan khilaf,” imbuh Betty.
Proses Hukum
Polres Banyuwangi telah menangani kasus ini bahkan telah menetapkan tersangka atas kasus Undang Undang Informasi dan Transaksi Ekonomi dan persetubuhan anak di bawah umur. Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Banyuwangi AKP Panji Prathista Wijaya mengatakan, pihaknya menetapkan tiga orang sebagai tersangka kasus UU ITE dan seorang tersangka kasus persetubuhan anak di bawah umur.
"Dalam kasus UU ITE, tersangkanya ialah dua orang pemeran dan satu orang yang menyebarkan video itu. Sementara tersangka kasus persetubuhan anak di bawah umur adalah R, salah satu pemeran," ujar Panji.
Panji mengatakan, pihaknya melakukan diversi atau pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana. Hal itu dilakukan karena kasus ini melibatkan tersangka yang masih di bawah umur.
Sementara untuk kasus persetubuhan anak di bawah umur, kata Panji, polisi juga sudah menetapkan R sebagai tersangka. Sementara, kasus ini terus bergulir, namun tidak dilakukan penahanan terhadap tersangka karena dinilai kooperatif.