KTT Mekkah dan Mengentalnya Pertarungan Geopolitik Kawasan
Oleh
Musthafa Abd Rahman dari Kairo, Mesir
·5 menit baca
Dari empat konferensi besar di Mekkah dalam satu pekan, bukan persatuan sikap yang dirajut, tetapi justru memperlihatkan semakin terang-benderangnya pertarungan geopolitik di kawasan Timur Tengah saat ini. Keempat konferensi tingkat tinggi itu adalah konferensi Rabithah Dunia Islam pada Senin dan Selasa (27-28/5/2019), KTT Liga Arab dan KTT Dewan Kerja Sama Teluk (GCC) pada Kamis, serta KTT Organisasi Kerja Sama Islam (OKI), Jumat dan Sabtu.
Emir Qatar Sheikh Tamim bin Hamd al-Thani memilih absen dalam KTT Liga Arab, GCC, dan OKI. Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan dan Presiden Iran Hassan Rouhani juga absen di KTT OKI.
Absennya emir Qatar serta presiden Turki dan Iran itu menunjukkan bahwa mereka sudah membaca dan sekaligus menolak hasil KTT di Mekkah yang dipastikan dirancang sesuai dengan agenda besar poros Arab Saudi sebagai tuan rumah. Poros Arab Saudi meliputi Uni Emirat Arab (UEA), Bahrain, dan Mesir.
Kini terdapat tiga poros dalam geopolitik Timur Tengah. Pertama, poros Arab Saudi, UEA, Bahrain, dan Mesir yang menolak gerakan demokratisasi karena gerakan itu dinilai akan mengantarkan Ikhwanul Muslimin (IM) dan gerakan Islam politik ke tampuk kekuasaan.
Kedua, poros Turki-Qatar yang mendukung gerakan demokratisasi dan tampilnya IM di pentas politik sebagai bagian dari proses demokratisasi itu.
Ketiga, poros Iran dan loyalisnya dari kelompok-kelompok Syiah dengan agenda membangun kekuatan politik Syiah di kawasan Timur Tengah dan belahan bumi lainnya. Agenda utama poros Iran adalah membangun wilayah bulan sabit Syiah yang membentang dari Teheran hingga Beirut. Visi bulan sabit Syiah itu sudah terwujud dengan tampilnya penguasa Syiah, mulai dari Teheran, Baghdad, Damaskus, hingga Beirut melalui pengaruh Hezbollah di Lebanon.
Titik temu besar
Meski poros Turki-Qatar dan poros Iran berbeda dalam agenda politik dan mazhab agama, dua poros itu menemukan titik temu besar, yakni menghadapi musuh bersama, poros Arab Saudi. Poros Turki-Qatar dan poros Iran semakin dekat pascablokade poros Arab Saudi terhadap Qatar, Juni 2017. Setelah aksi blokade itu, Iran banyak membantu Qatar dengan membuka akses udara dan laut seluas-luasnya kepada alat transportasi udara dan laut Qatar.
Ankara pun lebih memihak Qatar dalam kasus blokade itu dengan menempatkan pasukan Turki di Doha untuk menjaga keamanan keluarga besar Al-Thani yang berkuasa di Qatar. Hubungan Turki-Arab Saudi semakin buruk setelah kasus pembunuhan wartawan senior Jamal Khashoggi di Istanbul, Oktober 2018, yang diduga kuat melibatkan elite Arab Saudi.
Adapun hubungan Turki-Iran makin dekat setelah terbentuknya forum Astana yang beranggotakan Rusia, Turki, dan Iran, Januari 2017. Forum Astana dibentuk untuk mencari solusi politik di Suriah.
Karena itu, sangat wajar jika pertarungan geopolitik tersebut tecermin dalam KTT Liga Arab, GCC, dan OKI di Mekkah dengan absennya poros Turki-Qatar dan poros Iran. KTT Mekkah bisa disebut KTT poros Arab Saudi. Hasil KTT Mekkah sangat sesuai dengan agenda besar poros Arab Saudi.
KTT Liga Arab, misalnya, mengeluarkan 10 keputusan yang semuanya mengecam keras Iran dan loyalisnya. Di antara 10 keputusan itu berisi kecaman keras terhadap aksi milisi Houthi pro-Iran melancarkan sabotase terhadap empat tanker—dua kapal milik Arab Saudi, satu kapal UEA, dan satu kapal Norwegia—di perairan UEA pada 12 Mei lalu dan serangan dengan pesawat nirawak atas dua stasiun pompa minyak milik perusahaan Arab Saudi, Aramco, 14 Mei lalu.
Keputusan lain berupa solidaritas Arab dalam mengecam keras intervensi Iran dan loyalisnya, langsung ataupun tak langsung, pada urusan dalam negeri negara lain untuk tujuan mengganggu stabilitas dan keamanan negara itu. KTT Liga Arab juga mengecam keras aksi Houthi terus menembakkan rudal balistik ke berbagai sasaran di Arab Saudi. KTT Liga Arab mengecam keras pula dukungan Iran pada Houthi di Yaman.
Adapun KTT GCC menyatakan dukungan terhadap aksi AS terhadap Iran dan pentingnya hubungan strategis AS-GCC melawan Iran. KTT OKI, selain didominasi isu Palestina, juga mengecam keras sabotase loyalis Iran di perairan UEA dan serangan pesawat nirawak Houthi atas dua stasiun pompa minyak milik Aramco.
Keberatan Irak
Presiden Irak Barham Saleh, yang ikut hadir di KTT Liga Arab dan OKI, menyampaikan keberatan atas keputusan KTT Liga Arab dan OKI tersebut karena dinilai terlalu menyudutkan Iran dan loyalisnya.
Irak adalah negara yang dikenal berada di bawah pengaruh kuat Iran, tetapi memiliki hubungan baik dengan Arab Saudi. Protes Irak atas keputusan KTT Liga Arab itu menunjukkan nilai hubungan strategis Irak-Iran masih jauh di atas hubungan Irak-Saudi. Protes Irak makin menunjukkan, betapa terbelahnya dunia Arab saat ini antara pro dan kontra Iran atau antara poros Arab Saudi dan poros Iran.
Maka dari itu, KTT Mekkah tidak banyak mengubah konfigurasi geopolitik kawasan dalam menghadapi Iran. KTT Mekkah tidak menawarkan solusi politik kompromi dan sebaliknya sangat menyudutkan Iran. Tentu hal itu sangat ditolak poros Turki-Qatar dan poros Iran karena hanya makin memperuncing perbedaan.
AS dan Israel tentu sangat gembira dengan hasil KTT Mekkah karena sesuai dengan agenda mereka untuk terus menggebuk Iran sampai lunglai. Pasca-KTT Mekkah yang tidak kompromis itu, kini yang ditunggu hanyalah misi diplomasi Irak, Kuwait, Qatar, dan Oman yang ingin tampil sebagai mediator antara Iran di satu pihak serta AS dan Arab Saudi di pihak lain guna menurunkan ketegangan di Teluk Persia. Diberitakan, Jepang juga mengupayakan misi mediasi itu dengan mengirim delegasi ke Timur Tengah setelah Idul Fitri.