Luther (23) tampak bersemangat saat mendatangi agenda buka bersama yang digelar kelompok musik beraliran reggae, Souljah, di bilangan Pondok Gede, Bekasi. Demi acara ini, ia rela datang jauh-jauh dari rumahnya di Pademangan, Jakarta Utara. Jarak sekitar 25 kilometer tak menjadi penghalang dirinya sampai tepat waktu ke kafe Aloha Summer Coffee.
Oleh
Aditya Diveranta / Sekar Gandhawangi
·5 menit baca
Perjumpaan demi perjumpaan mewujud di Ramadhan yang suci ini. Terikat oleh kecintaan yang sama terhadap musik, buka bersama menjadi ruang kegembiraan bersama, bahkan ketika mereka saling berbeda. Kebersamaan itu pun terwujud tanpa label yang muluk-muluk.
Luther (23) tampak bersemangat saat mendatangi agenda buka bersama yang digelar kelompok musik beraliran reggae, Souljah, di bilangan Pondok Gede, Bekasi. Demi acara ini, ia rela datang jauh-jauh dari rumahnya di Pademangan, Jakarta Utara. Jarak sekitar 25 kilometer tak menjadi penghalang dirinya sampai tepat waktu ke kafe Aloha Summer Coffee.
Luther mengatakan, hal itu semua dilakukan demi agenda bukber dengan Souljah, grup musik aliran reggae favoritnya. Luther sebagai Braddasouljah, sebutan penggemar setia Souljah, telah mengikuti agenda bukber ini sejak 2012.
Walaupun beragama Kristen, Luther memiliki alasan untuk selalu ada di sana setiap Ramadhan, yaitu kebersamaan. Sebagai penggemar Souljah sejak duduk di bangku SMA, ia selalu merasa diterima oleh teman-teman Braddasouljah lain yang beragama Islam.
Keakraban saat bukber itu terjalin begitu saja melalui musik. Seusai berbuka puasa, suasana akrab dapat terlihat saat mereka bernyanyi bersama-sama dengan Souljah.
Abidin, jangan pergi dulu… Abidin, ceritakan padaku… Semua kisah di hidupmu, yang mendewasakanmu….
Begitu bagian refrain lagu ”Abidin” dinyanyikan keras-keras di dalam kafe. Fandi (23), salah satu koordinator pengurus komunitas Braddasouljah, mengatakan bahwa momen bukber dengan Souljah baginya sudah melebihi hubungan antara musisi dan penggemar. Ia sebagai penggemar merasa sudah dianggap seperti saudara sendiri oleh para personel Souljah.
”Serunya bukber ini lebih ke momen berkumpulnya. Kalau sudah kumpul, enggak peduli dia penggemar atau personel band Souljah, semuanya, ya, bercanda bareng. Kalau ada wajah-wajah yang belum familiar, mereka justru diajak berkenalan,” ucap Fandi, yang rutin datang ke agenda bukber Souljah sejak SMA.
Vokalis Souljah, Said Fauzan dan Danar Pramesti, menjelaskan bahwa bukber ini terbentuk begitu saja saat dulu mengadakan kumpul bareng Braddasouljah. Awalnya sekadar kumpul-kumpul saat Ramadhan pada 2005, lalu kemudian menjadi agenda rutin sejak 2007.
Kebersamaan
Danar menganggap kebersamaan agenda bukber Souljah setiap tahun turut memaknai Ramadhan yang ia lalui. Sebab, kebersamaan yang terjalin saat bukber di Souljah tidak hanya diikuti teman-teman yang Muslim. Ini karena sebagian personel Souljah, termasuk Danar, beragama Kristen.
”Walaupun bukber ini hitungannya kecil-kecilan, saya harap Souljah dan teman-teman bisa tetap kumpul, bahkan hingga sudah berkeluarga sekalipun,” ungkap Danar.
Acara bukber serupa juga diadakan grup musik The Rain bersama dengan komunitas penggemar yang beken disebut The Rainkeepers di kawasan Tebet, Jakarta Selatan, Jumat (17/5/2019). Vokalis The Rain, Indraprasta, mengatakan bahwa acara ini telah menjadi agenda rutin setiap Ramadhan sejak 2013.
Diadakan di sebuah kafe di kawasan Tebet, buka puasa bersama ini juga berlangsung secara kecil-kecilan. Indraprasta menjelaskan, persiapan acara tersebut juga banyak dibantu oleh penggemar mereka.
”Ini sudah jadi ritual sejak enam tahun lalu. Inginnya, sih, semua yang datang bisa saling cerita, saling berbaur jadi satu di acara bukber. Kami ingin ngobrol dengan teman-teman penggemar seperti seorang teman yang lama tidak ketemu saja. Setelah diadakan beberapa tahun terakhir, uniknya sekarang banyak dari mereka yang sudah menikah, punya anak, dua, dan lain-lain,” tutur Indraprasta.
Nilai keramahan dan kebersamaan membuat para penggemar datang ke acara bukber The Rain ini. Ical (21), warga Surabaya, rela menyempatkan diri datang ke acara bukber walau baru berada di Jakarta selama dua hari.
Penggemar lainnya, Iwan (33), rela mengambil cuti jauh-jauh hari untuk mengikuti acara yang digelar di akhir hari kerja itu. ”Saya rutin datang bukber dalam lima tahun terakhir, semata-mata karena di sini personel The Rain menganggap penggemarnya seperti teman yang lama tak jumpa. Momen ngobrol santai dengan mereka selalu saya nantikan setiap tahun,” kata Iwan yang kebetulan beragama Katolik.
Merayakan kebaikan
Kebersamaan Ramadhan juga terasa betul di festival musik Ramadhan Jazz Festival yang digelar pada 17-18 Mei lalu. Pelataran Masjid Cut Meutia, Menteng, Jakarta Pusat, menjadi panggung konser Jazz sekaligus ajang donasi yang terasa akrab dan hangat.
Dalam acara itu, pengunjung difasilitasi untuk menonton konser sekaligus beramal. Acara ini terbuka bagi siapa pun tanpa memandang latar belakang agama mereka. Malam itu, total donasi yang terkumpul pada 2018 adalah Rp 165 juta. Dari angka itu, sebanyak 70 persen disumbangkan ke yayasan kanker CISC (Cancer Information and Support Center), sementara 30 persen lainnya untuk korban bencana alam di Banten, Palu, dan Donggala. Donasi yang terkumpul tahun ini ditargetkan mencapai Rp 500 juta.
Project Officer Ramadhan Jazz Festival 2019 Fahmi Dirgantara Ishadi, di Jakarta, mengatakan bahwa gerakan donasi ini sesuai dengan tema acara tahun ini, yaitu ”Love Unites All” atau cinta menyatukan semuanya. ”Kami mengajak teman-teman untuk menyatukan cinta bagi teman-teman yang membutuhkan. Semoga niat baik ini dibalas Allah,” Ucap Fahmi di sela-sela acara.
Penyanyi Glenn Fredly yang saat itu mengisi acara mengatakan, festival itu memberi kesempatan untuk merayakan begitu banyak hal yang patut dirayakan. Salah satunya, tentunya, kebaikan.
”Ini adalah festival ketika kita merayakan begitu banyak hal yang patut dirayakan, salah satunya kebaikan,” kata penyanyi yang sudah berulang kali manggung di Ramadhan Jazz Festival kendati ia sendiri tak merayakan Ramadhan.
Penampilan Glenn malam itu tidak hanya membayar seluruh kepenatan pengunjung, tetapi juga memberi inspirasi. Sebagian pengunjung yang merupakan musisi muda tergerak untuk menjadi sahabat Glenn. Setelah mengikuti festival, mereka juga seakan diingatkan untuk terus guyub satu sama lain.
Ghafa (14), salah satu pengunjung, mengatakan, festival itu seperti ajang pemersatu melalui seni dan musik. ”Tidak ada permusuhan, semua terasa damai di sini,” katanya.
Menurut dia, festival ini jadi ajang berkumpul tanpa harus melihat identitas. Ia pun menikmati konser ini bersama dua temannya, Emmanuel (15) dan Jason (15). Keduanya pun turut merasakan kesucian dan kehangatan Ramadhan kendati mereka tak merayakannya.
Ketiganya menambahkan, konser jazz tadi sekaligus menjadi referensi mereka untuk belajar musik. Mereka tergabung dalam grup musik beraliran Jazz, The Einz. Nama ’eins’ berarti ’satu’ dalam bahasa Jerman. ”Selain karena kami semua satu sekolah, kami juga dari suku dan agama yang berbeda-beda. Jadi, biarpun berbeda, tetapi tetap satu,” kata Emmanuel dan Jason.
Perjumpaan untuk mengenal mereka yang berbeda mewujud dalam Ramadhan. Adanya perbedaan justru membuat nilai kebersamaan itu begitu bermakna.