Tatang Mulyana Sinaga / Dhanang David Aritonang / Aditya Putra Perdana
·4 menit baca
Andi Wibowo (28) tak mampu menahan letihnya, Jumat (31/5/2019) malam. Posko dengan spanduk "Tak Harus Sedarah untuk Jadi Saudara” pun begitu mengundang untuk singgah sejenak.
Sudah lebih dari tiga jam Andi mengendarai sepeda motor, memboncengkan istri dan anaknya. Ia menyalami orang-orang di posko yang terletak di jalur pantai utara, Jawa, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah, itu. Tak satu pun yang dia kenal. Namun, dia dan keluarganya diterima hangat bak saudara. Secangkir kopi panas menyambut kedatangan mereka.
Pemudik tujuan Pemalang, Jateng, itu tak langsung menyeruput kopinya. Dia duduk di tikar sambil berselonjor untuk meregangkan otot-otot kaki. Istrinya, Jarotin (30) dan anaknya, Zikri (5), sudah lebih dahulu melakukannya.
Andi pun merebahkan tubuhnya. Badannya pegal. Sebelumnya, dia sempat beristirahat di Larangan, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, sekitar 125 kilometer (Km) dari posko itu.
Jarak ke Pemalang sebenarnya tinggal sekitar 40 Km. Namun, Andi yang berangkat dari Penjaringan, Jakarta, Jumat pagi itu, tak mau memaksakan diri. “Badan sangat capai. Sekalipun sudah dekat, harus istirahat agar tetap konsentrasi dalam perjalanan,” ujar Andi yang di Jakarta bekerja sebagai ojek daring itu.
Posko yang disinggahi Andi didirikan oleh komunitas pengemudi ojek daring Brebes Online Solidarity (BOS). Posko dengan ukuran 2x5 meter itu berbentuk tenda, beratap terpal dan beralas tikar.
Di sana, pemudik disuguhi kopi dan makanan ringan, seperti kue kering dan martabak. Tersedia juga steker untuk mengisi daya listrik gawai. “Kami benar-benar disambut seperti keluarga walaupun tak kenal sebelumnya. Kebaikan seperti ini harus terus dipelihara,” ujarnya.
Ketua BOS Yuli Sugianto (37) mengatakan, posko itu didirikan untuk membantu pemudik melepas lelah di pantura. Sebab, banyak pemudik menempuh perjalanan jauh yang menguras tenaga dan konsentrasi.
Yuli mengatakan, pihaknya belajar dari tragedi mudik 2016 yang menewaskan belasan pemudik di Brebes. Beberapa korban tewas dipicu kelelahan dalam perjalanan. “Kejadian itu tak boleh terulang lagi. Siapapun silakan beristirahat di posko ini. Kebanyakan yang singgah justru tidak kami kenal. Jadi, sekalian menjalin persaudaraan,” ujarnya.
NU dan GKI
Suasana persaudaraan itu juga terasa di Posko Mudik Peduli Kasih di pinggir Jalan Sultan Agung, Kota Semarang, Jawa Tengah. Posko itu didirikan Gereja Kristen Indonesia (GKI) Gereformeerd dan GKI Karangsaru Semarang.
Tahun ini merupakan tahun ke-11 posko itu digelar. Mulai tahun ini pula, posko itu melibatkan Banser Nahdlatul Ulama (NU).
Para relawan Banser turut menjaga posko pada malam hari karena posko dibuka 24 jam. Terdapat sekitar 75 relawan gabungandi sana. Fasilitas makan, minum, pijat kaki refleksi elektrik, hingga bengkel tersedia gratis.
Miftakhul Khoiri (30) merasakan persaudaraan di posko itu, Sabtu sore. Ia terlihat rebahan dengan wajah yang tampak lelah. Sesekali pemudik asal Jakarta itu bercanda dengan istri serta putrinya yang berusia dua tahun.
“Saya setiap tahun mudik menggunakan motor. Namun, baru kali ini ajak serta anak. Karena membawa anak kecil, kami berhenti 30 menit sekali,” ujar pemudik tujuan Salatiga, Jateng, tersebut.
Djoko Supono (69) dari kepanitian Posko Mudik Peduli Kasih, mengatakan, posko itu didirikan sebagai bentuk kepedulian sesama manusia.
“Kami ingin berbagi kepada saudara-saudara yang mudik. Kami dengar, di beberapa tempat istirahat, minum gratis, tetapi untuk membeli yang lainnya, harganya sangat mahal. Kami tak tega dengan kejadian seperti itu. Di sini, semua gratis,” ujarnya.
Selain itu, ada pesan moral yang ingin disampaikan kepada masyarakat. Di tengah situasi politik yang begitu panas, persaudaraan tanpa memandang perbedaan itu masih ada. "Kami berharap kita semua rukun. Sebab, kita bersaudara, tanpa mengedepankan perbedaan,” ujarnya.
Tangkal hoaks
Tak hanya tempat istirahat, ketersediaan informasi lalu-lintas juga vital untuk perjalanan. Hal ini dilakukan Posko Bantuan Komunikasi, Kabupaten Brebes. Posko itu terletak di dekat Gerbang Tol Brebes Timur. Dihimpun orang-orang yang sukarela bekerja, informasi lalu lintas di sekitar jalur diteruskan ke posko terpadu di Semarang.
Di sana, info diolah petugas dari Kementerian Perhubungan dan kepolisian. "Petugas di posko terpadu bisa mengambil tindakan ke lapangan atau menyebarkan kembali info yang telah mereka terima dari kami,” ujar Sukadi, Sekretaris Radio Antar Penduduk Indonesia (RAPI) Wilayah Brebes, Jumat malam (31/5).
Sukadi menuturkan, posko itu juga bertujuan mencegah kabar bohong atau hoaks terkait kondisi lalu lintas. Petugas berkeliling menggunakan mobil yang dilengkapi perangkat radio komunikasi.
Di Tanjakan Gombel, Semarang, posko mudik yang didirikan lintas komunitas, terutama pecinta alam menyediakan tempat rehat dan bantuan untuk kendaraan yang rusak. “Kami merasa tergerak membantu karena sebelumnya banyak kecelakaan di Tanjakan Gombel,” ujar Dias Pasya, salah satu relawan posko itu.
Di tengah polarisasi sekarang, kebaikan di jalur mudik menunjukkan wajah bangsa sesungguhnya. Di sana, persaudaraan yang tak memandang perbedaan itu masih ada.