Standard & Poor’s menaikkan peringkat utang jangka panjang Indonesia dari BBB- jadi BBB dengan proyeksi stabil. Kondisi ini menjadi sinyal positif bagi investor.
Oleh
Ferry Santoso/Maria Clara Wresti/C Anto Saptowalyono
·4 menit baca
Standard & Poor’s menaikkan peringkat utang jangka panjang Indonesia dari BBB- jadi BBB dengan proyeksi stabil. Kondisi ini menjadi sinyal positif bagi investor.
JAKARTA, KOMPAS — Selain peringkat utang jangka panjang Indonesia, lembaga pemeringkat Standard & Poor’s (S&P) pada Jumat (31/5/2019) juga menaikkan peringkat utang jangka pendek Indonesia dari A-3 menjadi A2. Peringkat baru itu melengkapi status layak investasi yang sudah lebih dahulu diberikan oleh lembaga pemeringkat Fitch Ratings dan Moody’s Investor Service.
Dalam laporannya, S&P menilai prospek pertumbuhan Indonesia cukup kuat didukung oleh pengelolaan keuangan yang efektif. Perekonomian Indonesia juga secara konsisten lebih baik dibandingkan negara-negara berkembang dengan tingkat pendapatan yang sama.
S&P juga menyoroti pertumbuhan domestik bruto (PDB) per kapital riil Indonesia yang tumbuh 4,1 persen di atas rata-rata pertumbuhan PDB per kapita riil dunia, yakni 2,2 persen. Selain itu, tingkat beban utang pemerintah yang relatif rendah didukung kinerja fiskal yang moderat. S&P menilai rasio utang pemerintah relatif aman dan stabil.
”Bagi pelaku usaha, kenaikan peringkat ini meningkatkan rasa aman dan keyakinan untuk menanamkan investasi di Indonesia,” kata Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Bidang Properti dan Kawasan Ekonomi, Sanny Iskandar ketika dimintai tanggapan di Jakarta, Minggu (2/6/2019).
Sebelumnya, Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, kenaikan peringkat utang Indonesia memberi sinyal positif bagi investor. Daya tarik dan optimisme itu penting karena Indonesia saat ini tengah mengalami tekanan cukup besar dari faktor eksternal.
”Sebenarnya apa yang kita alami beberapa tahun ini sama. Di dalam negeri berusaha tumbuh stabil, tetapi di luar selalu direvisi ke bawah. Kenaikan peringkat ini setidaknya dapat memperkecil dampak tekanan global bagi perekonomian RI,” kata Darmin.
Peringkat perusahaan
Selain peringkat Indonesia, S&P juga menaikkan peringkat utang beberapa perusahaan di Indonesia, antara lain PT Perusahaan Listrik Negara atau PLN (Persero), PT Pertamina (Persero), serta PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II dan Pelindo III. S&P menilai PLN dan Pertamina memiliki peran sangat strategis bagi Indonesia dan senantiasa mendapatkan dukungan pemerintah.
Direktur Utama PT Pelabuhan Indonesia atau Pelindo II (IPC) Elvyn G Masassya mengatakan, kenaikan peringkat itu merupakan apresiasi terhadap kinerja IPC beberapa tahun terakhir. IPC memiliki kapasitas dalam pengelolaan pendapatan dan biaya serta bisa membiayai belanja modal dengan baik melalui keuangan internal.
”Buat IPC hal itu jadi motivasi untuk mengembangkan pelabuhan baru dan bisnis model pelabuhan yang baru menuju trade facilitator, baik secara mandiri maupun bekerja sama dengan investor lain,” kata Elvyn.
Sementara Direktur Utama Pelindo III Doso Agung mengatakan, naiknya peringkat mencerminkan potensi dukungan pemerintah terhadap Pelindo III karena kepentingan strategis pelabuhan. ”Kenaikan rating S&P merefleksikan prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia yang kuat sehingga diharapkan dapat mendukung ekspansi usaha dan industri pelabuhan,” ujarnya.
Kenaikan peringkat utang Indonesia memberi sinyal positif bagi investor.
Pelindo III makin percaya diri karena dinilai mampu memenuhi komitmen keuangan dalam jangka panjang. Direktur Keuangan Pelindo III Iman Rachman menambahkan, Pelindo III merupakan salah satu pengelola pelabuhan utama di Indonesia yang ikut menjaga stabilitas ekonomi bangsa. Apalagi 100 persen saham Pelindo III dimiliki oleh pemerintah.
Pelaksana Harian Executive Vice President Corporate Communication & CSR PLN Dwi Suryo Abdullah menyatakan, kenaikan peringkat itu menggambarkan tingkat risiko investasi di PLN turun. Hal itu meningkatkan kepercayaan PLN membangun infrastruktur kelistrikan.
Selain peran strategis, S&P meyakini PLN mendapatkan dukungan berkesinambungan dari Pemerintah Indonesia. S&P melihat adanya prospek pertumbuhan yang solid dan berpendapat bahwa kebijakan yang akan diambil pemerintah adalah kebijakan yang stabil, prudent, dan kondusif bagi pertumbuhan ekonomi.
PLN baru saja merilis laporan keuangan dengan performa yang solid pada periode tahun 2018. Perusahaan mencatatkan laba bersih Rp 11,6 triliun atau tumbuh 162 persen dibandingkan laba bersih tahun sebelumnya, yakni Rp 4,42 triliun. Peningkatan laba ditopang oleh beberapa faktor, salah satunya peningkatan konsumsi listrik yang membuat penjualan mengalami kenaikan. Selain itu, juga ditopang efisiensi serta dukungan dari kebijakan pemerintah.
Momentum perbaikan
Menurut Sanny, pemerintah harus merespon momentum ini dengan terus memperbaiki kinerja, khususnya di beberapa aspek yang masih kurang seperti soal produktivitas tenaga kerja dan perizinan.
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia Adhi S Lukman menyatakan, kenaikan peringkat utang menunjukkan peningkatan kepercayaan terhadap pemerintah dan pelaku usaha Indonesia. Momentum ini perlu dijaga. ”Pemerintah harus konsisten memberi kepastian usaha, terutama kepastian regulasi,” kata Adhi.
Anggota Dewan Pertimbangan Apindo, Teddy Rahmat, menambahkan, segenap kelemahan terkait investasi perlu terus dibenahi agar Indonesia menjadi tempat yang semakin nyaman bagi investor, tantangan perbaikan antara lain dalam hal perizinan dan regulasi ketenagakerjaan. (MKN/KRN)