Pada saat ketegangan AS-China meningkat akibat perang dagang, Indonesia menerima Penjabat Menteri Pertahanan AS Patrick Michael Shanahan, Kamis (30/5/2019). Salah satu isu yang dibahas saat ia bertemu mitranya, Menhan Ryamizard Ryacudu, adalah soal keamanan Laut China Selatan.
AS belum lama ini menempatkan China sebagai ancaman terbesar di Laut China Selatan karena China mengklaim sebagian besar wilayah itu, termasuk menunjukkan kekuatan militernya di sana. Sebaliknya, AS dan sekutunya menggelar kekuatan di sana atas nama operasi kebebasan navigasi dan mengundang kecaman China.
Indonesia tidak terlibat langsung dalam sengketa itu. Namun, sikap Beijing menolak keputusan Pengadilan Tetap Arbitrase karena menerima gugatan Filipina pada 2016 bisa memengaruhi Indonesia. Pulau Natuna berada di perairan sengketa itu.
Washington mendukung langkah Jakarta memperkuat keamanan di Natuna yang dinilai memiliki peran penting dan unik. Itu sebabnya, sebelum Shanahan datang menegaskan dukungan, Duta Besar AS untuk Indonesia Joseph R Donovan berkunjung ke Natuna, November 2018.
AS ingin meningkatkan kerja sama dengan Indonesia untuk membangun kesadaran keamanan maritim dan kebebasan navigasi di Laut China Selatan. Latihan militer bersama Indonesia-AS di Natuna pada 2020 akan dilakukan dengan dasar hukum internasional dan keamanan maritim.
Indonesia sebenarnya masih bermasalah dengan China di perairan Natuna. Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia di lepas pantai Natuna masih diklaim China berdasarkan sembilan garis putus-putus imajiner. Buktinya, ketika Juli 2017 Indonesia menamai wilayah ZEE itu sebagai Laut Natuna Utara, Beijing memprotesnya. Beijing mengirim surat resmi ke Jakarta, mengingatkan ada tumpang tindih klaim maritim di ZEE Indonesia. Penggantian nama itu dinilai mempersulit serta mengancam perdamaian dan keamanan di kawasan itu.
Mengacu pada aturan Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS), negara yang bertepi di Laut China Selatan bisa mengklaim perairan di sekitarnya. Ketentuan itu mengakui ZEE sejauh 200 mil laut dari garis dasar pantai sehingga negara pantai memiliki hak atas kekayaan alam di dalamnya.
China bersikeras memiliki klaim ”wilayah penangkapan ikan tradisional” di dalam ZEE Indonesia. Daerah penangkapan ikan tradisional itu tidak diakui UNCLOS, tetapi hak menangkap ikan secara tradisional diakui.
Selama ini sejumlah pihak mencemaskan sikap China yang semakin agresif dan asertif di Laut China Selatan, antara lain dengan mereklamasi dan mengembangkan sejumlah gugusan karang yang diklaim Beijing sebagai milik China.
Mengingat Indonesia memiliki hubungan yang baik dengan China, kerja sama dengan AS tidak boleh memberikan kesan: Jakarta berpihak pada Washington. Kita memerlukan diplomasi total di berbagai bidang. Memperkuat kehadiran di wilayah-wilayah perbatasan, seperti di perairan Natuna, perlu dilakukan.