Okupansi hotel pada libur Lebaran 2019 diperkirakan bisa mencapai 90 persen, antara lain dipicu oleh masa libur yang lebih panjang, infrastruktur jalan tol baru, dan pencairan tunjangan hari raya.
Oleh
Ferry Santoso
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Tingkat okupansi hotel pada masa libur hari raya Idul Fitri 2019 diperkirakan meningkat dan rata-rata bisa mencapai 90 persen. Peningkatan itu dipicu oleh masa liburan yang lebih panjang, infrastruktur jalan tol yang baru, dan pencairan uang tunjangan hari raya, serta pembayaran gaji dan tunjangan, termasuk gaji ke-13.
Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Hariyadi Sukamdani di Jakarta, Minggu (2/6/2019), menyebutkan, sejumlah faktor itu menopang okupansi hotel. "Okupansi hotel pada liburan Idul Fitri tahun ini rata-rata bisa lebih tinggi, yaitu mencapai 85 persen sampai 90 persen daripada tahun lalu," kata Hariyadi.
Selain masa liburan yang cukup lama, menurut Hariyadi, masyarakat ingin menikmati jalan tol Trans Jawa, termasuk jalan tol di Sumatera, sehingga kunjungan masyarakat ke antar daerah, termasuk daerah wisata diperkirakan lebih besar dan terbuka. Daerah-daerah yang dinilai menjadi tujuan kunjungan wisata antara lain Medan, Bandung, Yogyakarta, Solo, Malang, Bali, Makassar, dan Nusa Tenggara Barat.
Menurut Hariyadi, jumlah hotel dari anggota PHRI yang aktif, termasuk hotel bintang melati sekitar 8.000 hotel dengan jumlah kamar kurang lebih 180.000 kamar. Jumlah restoran diperkirakan mencapai 20.000 restoran.
Seperti diberitakan, pencairan Rp 40 triliun anggaran untuk tunjangan hari raya (THR) dan gaji ke-13 bagi aparatur sipil negara, anggota TNI/Polri, dan pensiunan juga diharapkan menyokong konsumsi masyarakat (Kompas, 29/5/2019).
Hariyadi menambahkan, liburan Idul Fitri juga memberi pendapatan yang meningkat untuk usaha restoran. Secara total, sektor jasa restoran memberi kontribusi lebih besar. Sebagai gambaran, kontribusi pajak dari usaha perhotelan di Karawang mencapai Rp 23 miliar dan usaha restoran sekitar Rp 45 miliar.
Stabilitas politik
Menurut Hariyadi, tarif maskapai penerbangan domestik yang masih mahal membuat transportasi darat melalui jalan tol bisa meningkat. Ke depan, maskapai-maskapai penerbangan regional perlu didorong untuk membuka rute penerbangan di pasar domestik.
Dengan demikian, maskapai penerbangan domestik yang ada saat ini dapat diajak untuk bersaing dengan maskapai penerbangan regional di pasar domestik. Maskapai penerbangan yang semakin banyak dapat memperbesar arus pergerakan orang dan barang sehingga kegiatan ekonomi, terutama di sektor pariwisata, dapat meningkat.
Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Tutum Rahanta mengungkapkan, pembagian THR dan gaji, termasuk gaji ke-13 memang dapat meningkatkan konsumsi dan permintaan terhadap berbagai produk di pasar ritel.
Namun, secara tahunan sektor ritel diperkirakan tidak tumbuh terlalu besar. "Rata-rata pertumbuhan sektor ritel sekitar 10 persen per tahun," katanya. Untuk meningkatkan konsumsi ritel, daya beli masyarakat perlu terus ditingkatkan.
Daya beli masyarakat dapat meningkat antara lain dengan penciptaan lapangan kerja melalui investasi jangka panjang yang masuk. Oleh karena itu, stabilitas politik dan keamanan setelah pemilu perlu dijaga.
"Kalau tidak terjaga, investor bisa terpengaruh secara psikologis. Sekali memutuskan tidak akan masuk, investor tidak akan masuk dan mencari negara lain," kata Tutum. Ia berharap bangsa Indonesia tidak menghabiskan energi dengan perbedaan politik secara berlebihan yang dapat berekses negatif bagi dunia usaha.