Pertarungan partai pamungkas Liga Champions 2019 yang berlangsung di Kota Madrid, Spanyol, tidak diwakili satu klub pun asal kota tersebut. Namun, Madrid, sebagai kota penyelenggara final, berhasil memenangi ”gunung emas” berupa pendapatan hingga triliunan rupiah.
Oleh
KELVIN HIANUSA
·4 menit baca
Pertarungan partai pamungkas Liga Champions 2019 yang berlangsung di Kota Madrid, Spanyol, tidak diwakili satu klub pun asal kota tersebut. Meski tidak memenangi trofi tahun ini, Madrid, sebagai kota penyelenggara final, berhasil memenangi ”gunung emas” berupa pendapatan hingga triliunan rupiah.
Laga final Liga Champions di antara klub sesama Inggris, Tottenham Hotspur dan Liverpool, Sabtu (1/6/2019), di Stadion Wanda Metropolitano, Madrid, telah usai. Laga yang menguras tenaga dan emosi itu berujung pada kemenangan Liverpool, 2-0, yang berhasil meraih trofi berjuluk ”Si Kuping Besar” keenam kalinya.
Di luar kemenangan klub, kota Madrid yang tidak memiliki wakil juga ”menang”. Meski Atletico Madrid dan Real Madrid sudah gugur lebih awal, penduduk kota Madrid ”terguyur” efek ekonomi pada pertandingan di Stadion Wanda Metropolitano, markas Atletico.
Pada Sabtu itu, UEFA memperkirakan sedikitnya terdapat 80.000 pengunjung yang merupakan pendukung dari kedua tim. Dari jumlah itu, 34.000 memiliki tiket pertandingan.
Mayoritas pengunjung berasal dari Inggris. Turnamen terpopuler kedua setelah Piala Dunia ini memang amat spesial tahun ini bagi tanah Inggris, yang memiliki dua wakil di laga puncak. Selain juga, pencinta bola dari negara lain yang terisap magnet Liga Champions.
Konfederasi Bisnis di Madrid (CEOE) memperkirakan, pertandingan selama 90 menit itu berhasil membawa 62,5 juta euro atau Rp 1,002 triliun. Dengan perkiraan, setiap orang menghabiskan hampir Rp 5 juta dalam kunjungan selama dua hari.
Sebagai perbandingan, final Copa Libertadores 2018, yang mempertemukan dua rival abadi sesama klub Argentina, Rivel Plate dan Boca Juniors, menghasilkan Rp 750 miliar bagi kota Madrid. Saat itu final kedua berlangsung di Stadion Santiago Bernabeu, markas Real Madrid.
Penjual makanan dan minuman di kota Madrid menjadi yang paling antusias menghadapi final tersebut. Berdasarkan Pizcueta, koordinator bisnis bidang turis dan promosi, penjual makanan dan minuman menghasilkan hampir Rp 300 miliar.
Pendapatan juga dihasilkan dari akomodasi. Rata-rata okupansi di Madrid meningkat hingga melampaui 95 persen pada hari pertandingan. Harga hotel juga lebih mahal hingga 3 kali lipat dibandingkan final-final sebelumnya meski lebih rendah dari hotel di Kiev, Ukraina, pada final tahun lalu yang naik hingga 7 kali lipat.
Tidak hanya hotel konvensional, pemesanan hotel melalui aplikasi juga ramai diserbu para pengunjung. Aplikasi daring Airbnb yang menjual satu kamar dari harga Rp 2,5 juta-Rp 16 juta mendapat pesanan dari 32.000 tamu.
Dari transportasi, penerbangan dari London, Inggris, ke Madrid hampir terjual habis. Hanya tiket dengan harga setinggi langit yang tersisa. Harga penerbangan naik hingga empat kali lipat dari Inggris ke Madrid, sementara harga naik hingga tujuh kali lipat saat pulang pada Minggu, sehari setelah laga.
Presiden Forum Bisnis Madrid mengatakan, dampak ekonomi tidak hanya bersifat langsung. Pertandingan di Madrid ini juga menghadirkan efek tidak langsung berupa promosi wisata.
”Pertandingan ini merupakan ajang tahunan dengan penonton terbanyak, disaksikan lebih dari 400 juta orang di lebih dari 200 negara. Yang berarti ini menjadi promosi gratis dan menstimulasi penonton di seluruh dunia untuk bepergian ke Madrid,” katanya.
Dampak ekonomi tidak hanya bersifat langsung. Pertandingan di Madrid ini juga menghadirkan efek tidak langsung berupa promosi wisata.
Tuah Inggris
Meski tidak menjadi penyelenggara final, Inggris juga kecipratan rezeki. Momen spektakuler final sesama klub Inggris membuat masyarakat lebih boros dari hari biasa. Mereka berpesta pada Sabtu kemarin.
Rob Wilson, pengamat ekonomi khusus olahraga dan pariwisata dari Universitas Sheffield Hallam, mengatakan, final Liga Champions membuat orang lebih bahagia. Hal itu membuat mereka bersedia mengeluarkan uang lebih banyak sebagai momen perayaan.
”Orang merayakan olahraga akan membawa pikiran mereka hilang dari kehidupan, seperti melupakan sejenak Brexit. Ekonomi pasti meningkat tajam,” katanya.
Menurut media setempat, The Mirror, penjualan bir meningkat 35 persen, anggur merah meningkat 10 persen, dan permintaan piza meningkat hingga 25 persen.
Salah satu toko piza terbesar, Domino’s Pizza, sampai memanggil tambahan 3.000 koki hanya untuk Sabtu kemarin. Jumlah itu merupakan pemanggilan koki tambahan terbanyak sepanjang sejarah toko mereka. Total 1,7 juta piza bersebaran di seluruh Inggris dengan jumlah sekitar 40 pesanan per detik.
Di sisi lain, warga Inggris juga merayakan pesta dengan berjudi. Rumah perjudian di Inggris memperkirakan setidaknya masyarakat Inggris mempertaruhkan total Rp 2 triliun pada laga final.
Berbicara soal judi, tentunya tidak semua pihak untung. Dengan kemenangan 2-0, orang yang bertaruh untuk Liverpool yang membawa pulang uang, sedangkan yang memegang Spurs hanya terdiam merenungi kenyataan.