Idul Fitri dinilai sebagai momentum yang tepat dalam mempersatukan masyarakat yang terpolarisasi. Perlu keikhlasan dari setiap insan guna menjalin silaturahmi dan meneguhkan rasa persatuan.
Oleh
Sharon Patricia
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Idul Fitri dinilai sebagai momentum yang tepat dalam mempersatukan masyarakat yang terpolarisasi. Perlu keikhlasan dari setiap insan guna menjalin silaturahmi dan meneguhkan rasa persatuan.
”Semangat keikhlasan itu selalu ditekankan pada bulan Ramadhan dan Idul Fitri agar kita kembali suci, kembali fitrah. Apabila kita bisa ikhlas menerima segala yang terjadi, barulah rekonsiliasi dapat diwujudkan,” ujar cendikiawan Muslim Azyumardi Azra saat dihubungi Kompas, Selasa (4/6/2019).
Dalam pemilihan umum, menang atau kalah adalah hal yang wajar. Azyumardi menegaskan, perlu kesediaan setiap pihak untuk bersikap ikhlas dalam menerima fakta yang terjadi. Dengan begitu, rasa persaudaraan akan kembali terjalin.
Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Robikin Emhas menyampaikan hal senada. Menurut dia, setiap orang yang terlibat dalam kontestasi pemilu seharusnya memiliki motivasi untuk mengabdikan diri kepada Tuhan.
”Motivasi itu diwujudkan melalui kehidupan masyarakat dalam konteks berbangsa dan bernegara. Untuk itu, mari kita jadikan Idul Fitri sebagai momentum untuk meneguhkan keutuhan bangsa yang telah terkotak-kotak oleh pemilihan presiden ataupun pemilihan legislatif,” tuturnya.
Dalam jajak pendapat Kompas pada 25-26 Mei 2019, sebanyak 19,2 persen dari 620 responden mengaku telah terjadi perpecahan akibat berbeda pilihan capres di keluarga atau kelompok pertemanan. Nyatanya, polarisasi di masyarakat memang terjadi akibat Pemilu 2019. Polarisasi bahkan tak berhenti hanya di bidang politik saja, tetapi merambat ke hal lain, seperti agama dan etnis.
Selain itu, meski lebih dari setengah responden menyatakan persatuan bangsa saat ini kuat, 42,6 persen responden menyebutkan sebaliknya. Kegaduhan politik yang membelah masyarakat menjadi dua kubu tentu berpengaruh terhadap kondisi di lapangan.
Mencari waktu
Ketua DPP PDI-P Hendrawan Supratikno menyampaikan, momentum keteduhan atau kesejukan sedang bergulir. Menurut dia, komitmen penyampaian gugatan hasil Pemilu 2019 melalui Mahkamah Konstitusi membuat koridor komunikasi semakin terbuka dan membaik.
”Pada saatnya, Pak Joko Widodo dan Pak Prabowo Subianto pasti akan berjumpa. Saat ini, komunikasi antartokoh di lingkaran dekat masing-masing semakin kondusif dalam mendorong silaturahmi antartokoh,” katanya.
Komitmen penyampaian gugatan hasil Pemilu 2019 melalui Mahkamah Konstitusi membuat koridor komunikasi semakin terbuka dan membaik.
Anggota Badan Komunikasi DPP Partai Gerindra, Andre Rosiade, juga menyampaikan, pihaknya juga sangat terbuka untuk menjalin silaturahmi. Namun, tetap akan menanti keputusan Mahkamah Konstitusi.
Terkait hal ini, Robikin memandang bahwa proses konstitusional di MK seharusnya tidak menghalangi proses silaturahmi dan halalbihalal. Sebab, ini adalah dua hal yang berbeda.
”Biarkan tudingan kecurangan pemilu dan sengketa hasil pemilu menjadi domain MK untuk memutuskan. Jangan sampai menghalangi para pihak untuk bertemu dalam rangka silaturahmi secara nasional,” tutur Robikin.