Lima Hari, Calon Penumpang Feri di Kupang Belum Berangkat
Puluhan calon penumpang kapal rute Kupang-Rote-Sabu belum diberangkatkan meski sudah menunggu selama lima hari. Alasannya, saat ini, perairan Nusa Tenggara Timur masih dilanda cuaca buruk yang berbahaya bagi aktivitas pelayaran.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·4 menit baca
KUPANG, KOMPAS — Puluhan calon penumpang kapal rute Kupang-Rote-Sabu belum diberangkatkan meski sudah menunggu selama lima hari. Alasannya, perairan di Nusa Tenggara Timur masih dilanda cuaca buruk yang berbahaya bagi aktivitas pelayaran.
Pengamatan Kompas di ruang tunggu Dermaga Bolok, Kupang, Selasa (4/6/2019), puluhan calon penumpang itu terdiri dari orang dewasa, anak-anak, dan lanjut usia. Selama menunggu, mereka tidur di lantai dan kursi. Namun, mereka mulai kesulitan membeli makanan. Alasannya, uang simpanan sudah dihabiskan untuk membeli tiket kapal.
Lasmi Ufi (45), warga Rote, mengatakan, terpaksa meminta nasi bungkus dari posko Lebaran di depan dermaga. ”Kami berharap, hari ini atau besok sudah bisa berangkat ke Rote. Tidak ada anggota keluarga kami di sekitar dermaga ini. Perjalanan ke sana hanya 2 jam,” kata Ufi.
Berdasarkan prakiraan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika untuk 4-5 Juni 2019, angin kencang dan gelombang tinggi masih terjadi di Rote, Sabu, dan perairan selatan lainnya. Ketinggian gelombang bisa mencapai 4 meter.
Selama ini, cuaca buruk dan infrastruktur yang tidak ideal menjadi kombinasi mematikan penghambat aktivitas pelayaran di NTT. Ukuran dermaga yang kecil hanya mampu menampung feri berukuran 600-1.600 gros ton. Akibatnya, saat cuaca buruk, yang kerap melanda perairan NTT, aktivitas pelayaran harus dihentikan.
General Manager PT Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan Kupang Burhan Jahim di Kupang, Selasa (4/6/2019), mengatakan, dermaga feri di Bolok, Kupang, saat ini sepanjang 54 meter dan lebar hanya 14 meter. Panjangnya, kata Burhan, sudah cukup ideal, tapi tidak dengan lebar dermaga. Akibatnya, dermaga hanya bisa menampung kapal berbobot 600-1.800 GT. Tahun 2017, dermaga ini kesulitan menampung satu unit feri KM Jatra yang berbobot sekitar 3.000 GT.
”Oleh karena itu, ASDP Kupang segera membangun satu unit dermaga feri baru di Bolok. Panjangnya 80 meter dan lebar 30 meter. Dermaga ini bisa menampung feri berbobot 2.000-3.000 GT dan melabuhkan kapal yang memiliki draf sampai 4 meter. Kapal jenis ini bisa melakukan pelayaran di seluruh perairan NTT saat cuaca buruk,” kata Burhan. Pembangunan dermaga diperkirakan menelan biaya sekitar Rp 30 miliar dan akan dilakukan seusai libur Lebaran 2019.
Burhan mengatakan, keberadaan setidaknya dua feri berbobot di atas 2.000 GT bisa menekan penumpukan truk, barang, dan penumpang di Bolok. Sejumlah rute pelayaran yang selama ini dinilai membahayakan keselamatan pelayaran saat cuaca buruk, seperti Kupang-Rote, Kupang-Sabu, Kupang-Waingapu, Kupang-Aimere, dan Kupang-Ende, bisa teratasi.
Setelah pembangunan dermaga anyar, sejumlah pembenahan juga akan dilakukan. PT ASDP Kupang juga berencana meningkatkan kapasitas ruang tunggu feri. Ruang tunggu saat ini hanya cukup untuk sekitar 70 orang. Padahal, kapasitas penumpang feri berkisar 200-600 orang.
Selain itu, penjualan tiket juga akan dilakukan dalam jaringan (daring). Bekerja sama dengan PT Pos Indonesia, konsumen dapat mengambil tiket di kantor pos terdekat. PT ASDP Kupang sedang melakukan pembicaraan mengenai hal ini dengan PT Pos Indonesia.
”Khusus tiket penumpang, kendaraan roda dua, dan roda empat dijual di kantor pos. Tetapi jenis kendaraan truk bakal tetap dijual di dermaga. Harga tiket untuk truk harus disesuaikan panjang dan lebar truk yang terkait dengan kondisi muatannya,” kata Burhan.
Agus Metboki (43), sopir truk Kupang-Rote, sangat mendukung kehadiran feri berbobot di atas 2.000 GT. Harapannya, feri itu diprioritaskan melayani wilayah perairan Selatan NTT, seperti Rote, Sabu, Waingapu, Waikelo, dan rute terjauh seperti Kupang-Aimere dan Kupang-Ende. Cuaca di wilayah yang langsung menghadap Samudra Hindia itu lebih menantang ketimbang di utara.
Anggota Komisi V DPRD NTT, Boni Jebarus, mengatakan, feri berbobot di atas 2.000 GT sangat diperlukan. Alasannya, tanpa feri yang ideal, cuaca buruk kerap dengan mudah melumpuhkan arus transportasi laut di NTT. Harga barang pun melonjak tajam saat cuaca buruk menimpa perairan NTT. Stok bahan pokok di pulau-pulau terpencil menipis. Mobilisasi masyarakat dari pulau, desa, dan kecamatan terpencil ke Kupang atau daerah lain di NTT terhambat. Apabila hal itu terjadi, pengusaha, masyarakat, dan pemerintah daerah bisa rugi sampai ratusan miliar rupiah per tahun.