Al Quran menggambarkan kehancuran negeri Saba’ oleh perpecahan, permusuhan, dan kemusyrikan di tengah masyarakatnya. Suatu negeri yang awalnya dilukiskan sebagai negeri sejahtera akhirnya luluh lantak karena permusuhan.
Oleh
NIKSON SINAGA
·3 menit baca
MEDAN, KOMPAS — Al Quran menggambarkan kehancuran negeri Saba’ oleh perpecahan, permusuhan, dan kemusyrikan di tengah masyarakatnya. Suatu negeri yang awalnya dilukiskan sebagai negeri sejahtera akhirnya luluh lantak karena permusuhan.
”Mari kita memetik pelajaran dari peristiwa yang telah meluluhlantakkan negeri Saba’. Tidakkah kisahnya diabadikan Allah di dalam Al Quran agar umat berikutnya tidak mengulangi kesalahan yang sama?” kata Sekretaris Umum Majelis Ulama Indonesia Sumatera Utara Ardiansyah yang menjadi khatib dalam shalat Idul Fitri 1440 Hijriah di Lapangan Merdeka, Medan, Sumatera Utara, Rabu (5/6/2019).
Shalat Idul Fitri yang dipimpin Imam Mad Kasad Lubis tersebut dihadiri ribuan warga Muslim. Di antara mereka hadir Gubernur Sumut Edy Rahmayadi, Wakil Gubernur Sumut Musa Rajekshah, Wali Kota Medan Dzulmi Eldin, dan Wakil Wali Kota Medan Akhyar Nasution.
Di tengah perbedaan pandangan politik yang meruncing belakangan ini, lanjut Ardiansyah, umat Islam harus memetik pelajaran dari kisah negeri Saba’. Negeri itu hancur karena permusuhan dan perpecahan, sebagaimana dituturkan dalam Al Quran.
Negeri Saba’ tadinya adalah negeri sejahtera yang dinaungi ampunan Ilahi, baldatunthayyibatun wa rabbun ghafur. ”Namun, mereka durhaka dan menganiaya diri dengan permusuhan dan perpecahan. Maka Allah membinasakan negeri Saba’ beserta penduduknya, lalu mencabik-cabik kehidupan mereka,” tutur Ardiansyah.
Mengantar Indonesia
Ardiansyah mengatakan, silaturahmi, persatuan, dan kesatuan akan mengantarkan Indonesia kepada kesejahteraan dan kemakmuran. Sebaliknya, putusnya silaturahmi, terjadinya perpecahan, dan permusuhan akan membenamkan kita dalam kesengsaraan dan kesulitan. Itulah yang sedang terjadi sekarang ini di sejumlah negara di Timur Tengah.
Umat juga diajak untuk mewujudkan kedamaian surga di bumi. Di sana, tidak terdengar ujaran kebencian, ucapan yang tidak bermanfaat pun tidak ada wujudnya. Yang ada hanya kedamaian. Tidak terdengar perkataan yang sia-sia, tetapi ucapan salam yang sejahtera.
”Mari berusaha mewujudkan bayang-bayang surga dalam kehidupan di bumi, yakni hidup yang sejahtera, dilingkupi suasana damai, bebas dari rasa takut yang mencekam, tidak ada kesedihan, dan dipenuhi kebutuhan hidup pokok setiap individu,” ucap Ardiansyah yang juga dosen di Universitas Islam Negeri Sumut.
Ardiansyah menyebutkan, fitnah atau hoakssudah lama menjadi musuh umat manusia. Fitnahlah yang membawa Adam mencicipi buah terlarang. Saat ini, iblis menghadirkan bentuk fitnah baru, yakni hoaksatau kabar bohong yang disebarluaskan untuk menanam kebencian, untuk memecah belah persatuan dan persaudaraan Indonesia.
Menurut Ardiansyah, perbedaan dan keragaman bangsa adalah keniscayaan yang dikehendaki Allah untuk seluruh makhluk, termasuk manusia. Seandainya Allah menghendaki, manusia dijadikan satu umat saja. Namun tidak demikian kehendaknya.
Perbedaan dan keragaman bangsa adalah keniscayaan yang dikehendaki Allah untuk seluruh makhluk, termasuk manusia.
Ia mengajak seluruh umat menjalin silaturahmi dengan semua anak bangsa, menempa hati, menyucikan jiwa, dan mengasah nalar. Umat juga diajak untuk menjauhkan hati dari rasa permusuhan dan kebencian.
”Persatuan dan kedamaian adalah anugerah Allah yang tidak ternilai. Allah jualah yang menyatukan hati anak bangsa ini untuk hidup rukun bersama. Sebaliknya, permusuhan dan perpecahan adalah bentuk siksa Allah,” ujar Ardiansyah.
Edy Rahmayadi mengatakan, Idul Fitri menjadi momen untuk bersilaturahmi mengajak semua anak bangsa bersatu kembali. ”Agenda pembangunan hanya bisa kita laksanakan dengan persatuan,” ucapnya.
Dzulmi Eldin menyatakan, momen Lebaran menjadi pengikat anak bangsa untuk saling bermaafan satu dengan yang lain.