Perayaan Idul Fitri diharapkan menjadi momen bagi masyarakat untuk kembali ke fitrah. Manusia seolah terlahir kembali ke dunia dengan bersih usai berpuasa satu bulan lamanya. Perilaku baik hendaknya dikedepankan, sedangkan hal-hal buruk harus ditanggalkan.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·3 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS - Perayaan Idul Fitri diharapkan menjadi momen bagi masyarakat untuk kembali ke fitrah. Manusia seolah terlahir kembali ke dunia dengan bersih usai berpuasa satu bulan lamanya. Perilaku baik hendaknya dikedepankan, sedangkan hal-hal buruk harus ditanggalkan.
Hal itu merupakan garis besar dari khotbah yang disampaikan Guru Besar Pemikiran Islam, Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya, Achmad Jainuri, saat menjadi khatib, pada Salat Idul Fitri, di Alun-Alun Utara, Yogyakarta, Rabu (5/6/2019). Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sultan Hamengku Buwono X turut mengikuti Salat Idul Fitri di tempat tersebut.
Salat Idul Fitri, di Alun-alun Utara, itu diikuti oleh ratusan orang. Tidak terkecuali para abdi dalem dan prajurit bergada Keraton Yogyakarta. Mereka mengikuti Salat Idul Fitri dengan kostumnya yang sangat khas.
Jainuri menjelaskan, secara harafiah, fitrah dapat dipahami sebagai karakter dasar manusia. Ada pula yang menganggap fitrah sebagai kelahiran kembali dalam keadaan suci tanpa dosa sewaktu pertama kali tiba di dunia.
"Kondisi suci ini tidak berlangsung lama. Hanya sebentar. Tetapi, menjadi rujukan bagi kita semua untuk kembali ke kesucian dan kemurnian," kata Jainuri.
Ia (kebaikan) selalu menjadi rujukan dari setiap usaha manusia untuk memperbaiki penyimpangan dan perbuatan dosa yang dilakukan oleh manusia. Oleh karena itu, salah satu tanggung jawab manusia yang utama adalaj menciptakan dan memelihara lingkungan yang baik
Menurut Jainuri, tidak mudah bagi manusia menjadi bersih dan tanpa dosa. Namun, manusia selalu berusaha untuk memperbaiki kesalahan yang diperbuatnya. Berbuat baik jadi rujukan manusia dalam bertindak
"Ia (kebaikan) selalu menjadi rujukan dari setiap usaha manusia untuk memperbaiki penyimpangan dan perbuatan dosa yang dilakukan oleh manusia. Oleh karena itu, salah satu tanggung jawab manusia yanh utama adalaj menciptakan dan memelihara lingkungan yang baik," kata Jainuri.
Jainuri beranggapan, makna fitrah erat kaitannya dengan tahun politik. Kebaikan harus didasarkan dalam segala aktivitas politik yang berlangsung. Kondisi tersebut dapat menghasilkan pemimpin yang baik pula.
"Jika sifat positif yang ada pada diri kita ini yang mendominasi, maka akan menghasilkan pemimpin dan penguasa yang jauh dari harapan ideal rakyat," kata Jainuri.
Jainuri menambahkan, pemimpin pun hendaknya mempunyai karakter yang berdasar pada nilai etika moral dan agama. Kebijakan dari pemimpin yang mengutamakan kedua hal itu niscaya akan memihak pada kepentingan rakyat,” kata Jainuri.
Berusaha melakukan kebaikan
Menurut Jainuri, selama puasa, sebenarnya masyarakat sedang berusaha melakukan kebaikan. Hawa nafsu berusaha ditekan agar manusia mampu mengendalikan diri. Jika nilai puasa itu benar-benar diamalkan, kebaikan bisa tercipta. Kecenderungan untuk berbuat buruk pun akan dihindari dengan sendirinya.
Sementara itu, Gubernur DIY Sultan Hamengku Buwono X, seusai Salat Idul Fitri, mengucapkan, selamat merayakan Idul Fitri bagi seluruh warga yang merayakannya. Semoga ibadah puasa yang telah dijalani selama satu bulan lamanya mampu menambah ketakwaan masyarakat.
Selain itu, Sultan mengharapkan agar terjadi rekonsiliasi dari kedua belah kubu yang bertarung dalam kontestasi politik, pada Pemilu 2019, kemarin. Ia belum tahu apakah pertemuan antara kedua belah pihak itu terjadi atau tidak. Tetapi, ia berharap penuh agar hal tersebut benar-benar bisa diwujudkan.