Musibah Kebakaran yang Tidak Kunjung Habis di Jakarta
Musibah kebakaran seakan tidak pernah selesai dan masih terus membayangi warga DKI Jakarta. Kebakaran tidak hanya mengakibatkan kerugian material, tetapi juga menyebabkan jatuhnya korban jiwa. Penataan kawasan padat penduduk dan program pencegahan kebakaran di tingkat masyarakat sangat dibutuhkan untuk saat ini.
Oleh
Stefanus Ato/Fransiskus Wisnu Wardhana Dhany
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Musibah kebakaran seakan tidak pernah selesai dan masih terus membayangi warga DKI Jakarta. Kebakaran tidak hanya mengakibatkan kerugian material, tetapi juga menyebabkan jatuhnya korban jiwa. Penataan kawasan padat penduduk dan program pencegahan kebakaran di tingkat masyarakat sangat dibutuhkan untuk saat ini.
Berdasarkan catatan Kompas, selama periode Januari-Maret 2019, telah terjadi 332 kebakaran dengan jumlah korban tewas sebanyak enam orang dan korban luka-luka berjumlah 38 orang, dengan rincian 6 petugas dan 32 warga. Kerugian mencapai Rp 75,7 miliar. Penyebab utama kebakaran adalah hubungan pendek arus listrik, pembakaran sampah, dan kebocoran elpiji.
Sementara, pada tahun 2018, tercatat 1.751 kebakaran terjadi di Jakarta atau rata-rata terjadi 4-5 kebakaran tiap hari. Peristiwa itu menyebabkan 24 orang tewas, dengan rincian 23 warga dan satu petugas. Adapun korban luka-luka meliputi 11 petugas dan 99 warga. Kerugian akibat kebakaran pada tahun itu ditaksir mencapai Rp 238,94 miliar. Ribuan orang juga kehilangan tempat tinggal.
Peristiwa terbaru yang kembali menelan korban terjadi pada Kamis (6/6/2019) malam, di Jalan Penyelesaian Tomang III, Meruya Utara, Jakarta Barat. Seorang wanita separuh baya bernama Gebi (65) tewas terbakar setelah tidak bisa menyelamatkan diri dari kobaran api.
Kebakaran itu diduga berasal dari api obat nyamuk bakar yang merambat ke tumpukan kardus di rumah Gebi. Api membesar dan membakar rumah, garasi mobil, dan warung makan milik warga sekitar yang tengah mudik ke kampung halaman.
Adin (48), warga RT 017 RW 004, Kelurahan Meruya Utara, Kembangan, Jakarta Barat, mengatakan, kebakaran terjadi sekitar pukul 22.00. ”Api membakar bagian depan rumah. Gebi terjebak di dalam rumah dan tewas terbakar. Api berasal dari obat nyamuk yang merambat ke tumpukan kardus di depan rumah. Api merambat cepat sekali,” ucap Adin, Jumat (7/6/2019).
Reza (13), remaja yang rumahnya berdekatan dengan lokasi kebakaran, menyebutkan, warga mendengar teriakan minta tolong dari penghuni rumah. Akan tetapi, warga kesulitan memadamkan api karena persediaan air terbatas.
”Di sini, kan, semua pakai air leding. Jadi, saat api membesar dan membakar kabel, listriknya langsung padam sehingga air tidak bisa mengalir,” katanya.
Adapun rumah yang terbakar merupakan rumah tembok dengan satu akses pintu dan hanya memiliki satu ruangan. Di samping bangunan itu terdapat mobil berjenis Toyota Corola yang juga ikut terbakar.
Kepala Seksi Operasi Suku Dinas Pemadam Kebakaran dan Penyelamatan Jakarta Barat Rompis Romli mengatakan, jenazah korban ditemukan di dalam kamar mandi. Sebanyak 3 rumah warga, 1 mobil, dan 1 sepeda motor ludes dilalap si jago merah. Kebakaran ini mencakup area seluas 150 meter persegi dengan kerugian mencapai Rp 300 juta.
Rawan kebakaran
Berdasarkan catatan Kompas, wilayah Jakarta Barat merupakan salah satu wilayah di Jakarta yang rawan kebakaran. Sejak awal tahun, telah terjadi sejumlah kebakaran di wilayah itu. Misalnya, pada Kamis 3 Januari 2019, 30 rumah di depan Pasar Mitra, Tambora, Jakarta Barat, terbakar. Kebakaran ini meluluhlantakkan rumah warga di sekitar Jalan Tambora III.
Kemudian pada Senin 21 Januari 2019, kebakaran juga terjadi di permukiman padat penduduk di Tomang, Grogol Petamburan, Jakarta Barat. Kebakaran menghanguskan lebih dari 200 rumah. Api diduga berasal dari kompor warga. Kebakaran lain terjadi di Jalan Thalib III Dalam, Kelurahan Krukut, Tamansari, Jakarta Barat, Minggu, 17 Maret 2019 dini hari. Dampak dari kebakaran itu menghanguskan 305 rumah warga.
Pelaksana Tugas Kepala Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan DKI Jakarta Subejo mengatakan, pihaknya telah mengimbau serta mengedarkan selebaran kepada warga terkait langkah-langkah mencegah terjadinya kebakaran. Namun, tetap saja ada faktor kelalaian manusia.
”Kesulitan lain terjadi karena instalasi listrik yang semrawut. Sambungan kabel yang tidak beraturan maupun peralatan tidak berstandar nasional Indonesia,” kata Subejo.
Mengatasi hal ini, kata Subejo, pihaknya menggiatkan sistem keselamatan kebakaran lingkungan dan program pencegahan kebakaran di masyarakat. Selain itu, fasilitas penunjang seperti hidran mandiri juga disediakan di permukiman warga. Sayangnya, tidak semua permukiman mendapatkan fasilitas ini.
”Untuk hidran mandiri harus ada sumber air selain air PAM. Kemudian pipa air, ini kesulitan di permukiman padat penduduk,” ujarnya.
Peraturan Daerah (Perda) DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 2008 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Bahaya Kebakaran sudah mengatur bangunan perumahan di permukiman yang tertata harus dilengkapi prasarana dan sarana pencegahan dan penanggulangan kebakaran. Kelengkapan ini tanggung jawab pengembang atau pemerintah daerah.
Lingkungan permukiman yang tidak tertata dan padat pun harus dilengkapi prasarana dan sarana penanggulangan kebakaran yang menjadi tanggung jawab pemerintah daerah. Selain itu, perda juga mengatur kesiapan masyarakat dalam upaya pencegahan dan penanggulangan kebakaran.